Liputan6.com, Jakarta - Seorang pembawa berita di televisi bernama Lital Shemesh menarik perhatian dunia maya setelah mengunggah fotonya yang membawa pistol. Ia menyelipkan senjata itu di celana panjangnya saat bertugas membacakan berita di stasiun televisi Israel, Hebrew Channel 14.
Mengutip NY Post, Jumat (5/1/2024), foto yang diambil dari samping itu menunjukkan ia sedang duduk di kursinya dengan pistol terselip di belakang celananya. Di saat bersamaan, ia sedang merampungkan tugas membawakan berita pada Selasa, 2 Januari 2024.
Baca Juga
Shemesh merupakan tentara cadangan Pasukan Pertahanan Israel (IDF). Tak lama setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, ia berbicara tentang mobilisasi tentara Israel untuk menyerang warga di Jalur Gaza.
Advertisement
"Seluruh negara direkrut untuk berperang melawan terorisme, untuk berperang melawan Hamas," kata Shemesh pada Fox News, 12 Oktober 2023. "Kami belum pernah melihat pembantaian seperti ini di Israel selama 75 tahun keberadaan Israel. Ini adalah bencana kedua bagi kami."
Shemesh juga menunjukkan gambarnya sedang berlatih di lapangan tembak lewat media sosialnya. Perang narasi pun beredar di dunia maya. Kaum pro Israel mendukung aksinya dengan menyatakan bahwa yang dilakukan Shemesh adalah bentuk pembelaan diri.
"I see nothing wrong with self-defense. She inspired me (Aku tak melihat ada yang salah dengan membela diri. Dia menginspirasiku)," tulis seorang warganet.
Namun, kalangan yang kontra menyebutnya sebagai bukti ketakutan Israel atas ulahnya sendiri. "Rasa takutlah yang menghantui mereka," tulis warganet berbeda seraya menyertakan foto Shemesh.
Permohonan Izin Kepemilikan Senjata Api Meningkat
Israel memiliki undang-undang ketat yang mengatur kepemilikan senjata pribadi. Namun setelah serangan Hamas pada Oktober 2023, jumlah permohonan izin membawa senjata api melonjak drastis.
Dalam beberapa hari dan minggu setelah serangan tersebut, setidaknya 256 ribu permohonan diajukan ke pihak berwenang dari warga yang meminta izin kepemilikan senjata, menurut laporan. Sepanjang 2022, pemerintah Israel menyetujui 13 ribu permohonan izin kepemilikan senjata. Namun dalam periode 7 Oktober hingga akhir November 2023, pemerintah menyetujui dua kali lipat permohonan, menurut New York Times.
Pada tahun-tahun sebelumnya, pemerintah Israel hanya akan mempertimbangkan pemberian izin kepemilikan senjata pada mereka yang tinggal di daerah dekat kota-kota Palestina. Belakangan, parlemen Israel menyetujui langkah-langkah untuk memudahkan proses mendapatkan izin kepemilikan senjata hanya beberapa hari setelah serangan itu.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich dan Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben Givr melontarkan rencana memindahkan warga Palestina ke luar Jalur Gaza. Rencana itu dikecam pemerintah Amerika Serikat.
"Retorika ini bersifat menghasut dan tidak bertanggung jawab. Kami telah mendapatkan informasi berulang kali dan secara konsisten dari pemerintah Israel, termasuk oleh Perdana Menteri, bahwa pernyataan semacam itu tidak mencerminkan kebijakan pemerintah Israel. Pernyataan tersebut harus segera dihentikan," ujar pernyataan Kantor Jubir Departemen Luar Negeri AS yang dibagikan Kedutaan Besar AS di Jakarta, Rabu, 3 Januari 2024, dikutip dari Tim Global.
Advertisement
AS Makin Geram
AS juga menegaskan bahwa tanah Gaza merupakan milik rakyat Palestina, meski AS tidak suka jika Hamas berkuasa di daerah tersebut.
"Pendirian kami sudah jelas, konsisten, dan tegas bahwa Gaza adalah tanah Palestina dan akan tetap jadi tanah Palestina, dengan Hamas tidak lagi mengendalikan masa depannya dan tanpa kelompok teroris yang bisa mengancam Israel. Itu adalah masa depan yang kami harapkan, demi kepentingan warga Israel dan Palestina, kawasan sekitarnya dan dunia," tegas pihak AS.
Sementara, senator liberal di Amerika Serikat juga semakin vokal mengutarakan protes mereka terhadap pemerintahan Benjamin Netanyahu. Senator AS Elizabeth Warren berkata, kabinet perang Netanyahu telah memicu bencana kemanusiaan.
"Netanyahu dan kabinet perang sayap kanannya telah menciptakan bencana kemanusiaan, membunuh ribuan rakyat sipil Palestina. Israel perlu kepemimpinan yang membawa para tawanan pulang, bukannya melancarkan perang berbulan-bulan," ujar senator yang juga akademisi Universitas Harvard tersebut.
"Berhenti mengebom Gaza. Lanjutkan gencatan senjata. Bekerja menuju sebuah perdamaian permanen," tegas Senator Elizabeth Warren melalui akun X, dulunya Twitter.
Senator Bernie Sanders juga menegaskan agar Kongres menolak pemberian dana tambahan untuk Israel sebesar USD 10 miliar. "Cukup artinya cukup. Kongres harus menolak pendanaan tersebut. Pembayar pajak di Amerika Serikat tidak boleh lagi terlibat menghancurkan hidup pria, wanita, dan anak-anak tak bersalah di Gaza," ujar Senator Bernie Sanders dalam pernyataan resminya.
Kondisi Gaza Makin Suram di Tahun 2024
Sebuah video yang diterbitkan Bulan Sabit Merah menunjukkan kekacauan setelah serangan di Gaza tengah. Di rekaman, tim penyelamat terlihat bekerja dalam kegelapan membawa seorang anak yang terluka. Menjelang akhir tahun, warga Palestina di Gaza berdoa untuk gencatan senjata, namun tidak terlalu optimis bahwa tahun 2024 akan lebih baik.
"Gaza telah hancur dan kami tidak punya tempat tinggal," kata Suzan Khader di Rafah, dikutip dari Al Jazeera, Rabu, 3 Januari 2024. "Tapi, kami hanya ingin berhenti mendengar suara pesawat dan drone agar anak-anak berhenti merasa takut, dan agar kami dan orang-orang yang kami cintai, mereka yang pergi, dapat bertemu kembali."
Badan bantuan PBB (OCHA) telah merilis informasi terkini mengenai situasi kemanusiaan di Palestina. Pihaknya mencatat bahwa lebih dari 1 juta orang kini berada di Rafah di Gaza selatan.
OCHA mengatakan, pemboman besar-besaran Israel dari darat, udara, dan laut terus berlanjut di seluruh Gaza. Serangan militer di Khan Younis dan Deir el-Balah juga telah membuat Rafah jadi "sangat penuh sesak."
Diperkirakan ada 14 ribu orang yang berlindung di Rumah Sakit Al-Amal di Khan Younis ketika rumah sakit tersebut diserang Israel pada Selasa, 2 Januari 2024. Mereka kini "sangat ketakutan," menurut OCHA.
Banyak dari mereka telah meninggalkan rumah sakit, sementara yang lainnya berencana meninggalkan "tempat yang sebelumnya mereka gunakan untuk berlindung," sebut badan PBB itu. Pembaruan juga membahas peringatan tentang penyebaran penyakit di Gaza dan ancaman keamanan pangan dengan risiko kelaparan.
Advertisement