Sukses

Bahaya Makan Daging Anjing yang Kembali Marak di Indonesia, dari Rabies sampai Infeksi Bakteri

Daging anjing tidak layak konsumsi karena bukan termasuk hewan ternak. Wali Kota Semarang meminta dinas terkait untuk menggencarkan sosialisasi dan penanganan peredaran daging anjing.

Semarang - Konsumsi daging anjing kembali marak di Indonesia. Polrestabes Semarang misalnya, baru saja menggagalkan pengiriman ratusan anjing dari Subang, Jawa Barat menuju Sragen, Jawa Tengah.

Meskipun ratusan anjing itu dikirim ke Sragen dengan dugaan untuk dikonsumsi, Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu meminta dinas terkait untuk tidak lengah dengan peredaran daging anjing di Kota Semarang. Ia mengatakan Pemerintah Kota Semarang telah memiliki Perda Nomor 2/2022 tentang Keamanan Pangan yang mengatur makanan yang aman dan layak dikonsumsi, seperti hewan ternak.

"Sudah ada perdanya. Kami akan lebih gencar sosialisasikan ke kecamatan, kelurahan, dan masyarakat untuk larangan istilahnya daging non-pangan," kata Ita, sapaan akrab Hevearita, di Semarang, Senin, 8 Januari 2024, dilansir dari Antara.

Menurut Wali Kota Semarang, daging anjing tidak layak konsumsi karena bukan termasuk hewan ternak sehingga meminta dinas terkait untuk menggencarkan sosialisasi dan penanganan peredaran daging anjing. Ita mengapresiasi Polrestabes Semarang yang sukses menggagalkan pengiriman ratusan anjing yang diduga untuk tujuan konsumsi itu sebagai komitmen dalam mendukung larangan peredaran daging anjing.

Pada 2020 lalu, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) mengingatkan bahaya mengonsumsi daging anjing bagi masyarakat. Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Ditjen PKH Kementan Syamsul Maarif di Jakarta, 9 November 2020, mengatakan selama ini banyak beredar anggapan atau mitos di masyarakat mengenai manfaat kesehatan mengonsumsi daging anjing.

"Namun, mengonsumsi daging anjing berisiko membawa penyakit Rabies, E. coli, Salmonella spp, Kolera dan Trichinellosis," ungkapnya dalam webinar Pengawasan Lalu Lintas Perdagangan Anjing Jawa-Sumatera yang di selenggarakan Forum wartawan Pertanian (Forwatan).

 

 

2 dari 4 halaman

Alasan Masyarakat Mengonsumsi Daging Anjing

Menurut Syamsul, ada sejumlah alasan masyarakat mengonsumsi anjing di antaranya terkait budaya, kepercayaan, mitos, ada juga untuk obat. Alasan lainnya karena sudah menjadi kultur dan budaya masyarakat, seperti di Sulawesi Utara, Maluku, Yogyakarta, Solo, dan Sumatera Utara.

Syamsul menjelaskan dilihat dari aspek definisi pangan berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, daging anjing bukan bagian dalam produk pangan, karena bukan termasuk peternakan dan kehutanan. Kemudian berdasarkan UU Nomor 41/2014 jika terjadi pelanggaran Pasal 91B dan Pasal 302 KUHP mengenai proses pemotongan anjing dengan cara menyakitkan dan dianiaya. Bagi pelaku bisa dipidana 1-6 bulan denda Rp1-5 Juta.

Dilihat dari aspek pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan, Syamsul mengungkapkan sebenarnya penjualan anjing atau daging anjing bisa dibatasi melalui edukasi/pendekatan secara perlahan. "Persoalannya perilaku manusia dalam lalu lintas perdagangan anjing yang dilakukan umumnya tidak sesuai prosedur, bahkan melalui jalur tanpa pengawasan," ucapnya.

Sementara itu Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Badan Karantina Pertanian Agus Sunanto mengakui perdagangan anjing menjadi bisnis yang menggiurkan, karena tingginya kebutuhan. Data Badan Karantina Pertanian pada 2020 lalu, mencatat lalu lintas perdagangan anjing dari Jawa ke Pulau Sumatera mencapai 2.000 ekor per bulan.

3 dari 4 halaman

Masalah Bagi Kesehatan

Mengnsumsi daging anjing bisa menjadi masalah bagi kesehatan. Sejumlah bahaya pun dapat mengintai jika mengonsumi mamalia berkaki empat ini. Dilansir dari kanal Bola Liputan6.com dan berbagai sumber lainnya, berikut sejumlah bahaya memakan daging anjing.

1. Rabies

Salah satu bahaya terbesar dari mengonsumsi daging anjing adalah penyebaran rabies pada manusia. Jika tak diolah secara benar, dapat terjangkit penyakit rabies. Bukan itu saja, orang yang memasak daging anjing ini juga dapat ikut tertular rabies.

Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) juga mengatakan bahwa salah satu risiko penyebaran rabies berasal dari peredaran daging anjing secara bebas. Tidak sedikit anjing rabies yang dikirim ke kota-kota besar untuk dijadikan pasokan makanan.

2. Trichinosis

Jika orang memakan daging mentah atau kurang matang dari hewan yang terinfeksi parasit Trichinella, bisa menyebabkan penyakit Trichinosis. Begitu parasit ini ada di tubuh manusia, maka dapat menyebabkan radang pada pembuluh darah.

Tanda, gejala, dan tingkat keparahan trichinosis bervariasi. Namun jika infeksinya berat, orang mungkin akan mengalami kesulitan dalam mengkoordinasikan gerakan, serta memiliki masalah jantung dan pernapasan.

 

4 dari 4 halaman

3. Kebal dari Antibiotik

Anjing liar atau anjing yang tidak higienis, yang diolah menjadi makanan bisa menyimpan banyak bakteri, kuman, dan penyakit virus. Anjing pun sering diberikan antibiotik dosis tinggi sebagai pencegahan penularan penyakit.Besarnya kandungan antibiotik pada daging anjing inilah yang berbahaya bagi manusia.

Pasalnya, ketika manusia mengonsumsi daging anjing tersebut maka sistem kekebalan tubuh mereka akan berubah dan penuh dengan antibiotik.Jika suatu saat mereka sakit, maka penyakit di tubuh mereka tidak akan mempan diobati dengan menggunakan antibiotik.

4. Infeksi Bakteri

Konsumsi daging mamalia berkaki empat ini juga berpotensi pada infeksi akibat parasit seperti E. Coli 107 dan salmonela. Ada juga bahaya yang mengintai, infeksi bakteri seperti antraks, hepatitis, dan leptospirosis yang bisa menyebar melalui daging anjing kepada manusia.

5. Hipertensi

WHO mengungkapkan konsumsi natrium sebaiknya tak lebih dari 2 miligram per hari. Sedangkan dalam 100 gram daging anjing, terdapat 1,06 miligram natrium. Dalam artian mengonsumi daging anjing ditambah asupan natrium dari sumber makanan lain per hari. Bukan tak mungkin tekanan darahnya akan melampaui batas yang meningkatkan risiko hipertensi.

Â