Sukses

Kemenhan Korea Selatan Dorong Perempuan Transgender Ikut Wajib Militer

Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Korea Selatan mengajukan usulan revisi undang-undang untuk mengubah aturan terkait kewajiban perempuan transgender melaksanakan wajib militer (wamil).

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Korea Selatan mendorong para perempuan transgender untuk melakukan wajib militer. Kemenhan pada 19 Januari 2024 menyatakan sedang berusaha merevisi aturan hukum terkait pemeriksanaan wajib militer (wamil) yang mengamanatkan kelayakan laki-laki untuk dinas militer.

Dikutip dari Koreaboo, Selasa, 23 Januari 2024, revisi tersebut saat ini sedang berada pada tahap pra-pengumuman. Legislatif dapat mengumpulkan opini publik terkait RUU tersebut sebelum Majelis Nasional menggelar pemungutan suara.

Aturan baru dalam draf revisi undang-undang tersebut menyatakan bahwa perempuan transgender yang tidak melakukan terapi hormon secara reguler setidaknya selama enam bulan, akan diklasifikasikan sebagai kelas 4. Hal itu memaksa mereka untuk mengikuti wamil sebagai personel layanan sosial di bawah layanan alternatif, alih-alih menjadi tentara aktif.

Berdasarkan peraturan yang berlaku di Korea Selatan, individu yang telah menjalani operasi penegasan gender dan terdaftar secara sah sebagai perempuan tidak akan menjalani pemeriksaan wajib militer. Mereka yang telah menjalani operasi tetapi tidak terdaftar sebagai perempuan akan dinilai sebagai kelas 5, yang membebaskan mereka dari kewajiban dinas militer.

Individu yang belum menjalani operasi penegasan gender tetapi menderita disforia gender juga diberi nilai 5 berdasarkan peraturan saat ini selama mereka telah menerima terapi hormon secara teratur setidaknya selama enam bulan. Namun, orang lain yang tidak memenuhi batas waktu enam bulan tersebut akan diberi nilai 7, yang berarti mereka akan menjalani pemeriksaan fisik lanjutan secara rutin.

 

2 dari 4 halaman

Ditentang Aktivis

Bila aturan baru benar berlaku, perempuan transgender yang tidak memenuhi minimal enam bulan yang disyaratkan, akan diwajibkan mengikuti kamp pelatihan militer untuk menyelesaikan pelatihan dasar militer selama tiga minggu. Setelah menyelesaikan dinas alternatif mereka, para perempuan transgender itu harus berpartisipasi dalam pelatihan pasukan cadangan bersama tentara yang bertugas aktif.

Menurut seorang pejabat Kementerian Pertahanan, perubahan ini didorong oleh keyakinan bahwa kecuali seseorang menghadapi disforia gender pada tingkat tertentu, mereka 'seharusnya mampu menangani layanan alternatif'. Namun, para aktivis LGBTQ+ di negara tersebut menolak usulan itu dan menyebut rencana tersebut 'diskriminatif dan menunjukkan kurangnya pemahaman tentang kaum transgender dalam arti bahwa rencana tersebut mereduksi isu identitas gender hanya sekedar operasi dan terapi'.

"Orang-orang trans mempunyai pandangan yang berbeda mengenai berapa lama mereka harus menjalani terapi hormon atau apakah mereka harus menjalaninya sama sekali, serta tentang perlunya operasi [penegasan gender]. Itu semua tergantung pada tingkat keparahan disforia gender mereka dan kondisi lingkungan [di sekitarnya]," kata Kim Yong Min, aktivis Solidaritas untuk Hak Asasi Manusia LGBT Korea.

"Pemerintah harus mencabut sepenuhnya rancangan revisi ini, yang sama sekali mengabaikan penderitaan kaum transgender dalam masyarakat yang menganggap remeh biner gender."  

3 dari 4 halaman

Rentan Dirundung Tentara Lain

Selain alasan tersebut, para ahli mengungkapkan kekhawatiran mereka atas keamanan para perempuan transgender jika mereka dipaksa untuk ikut wajib militer saat undang-undang baru berlaku. Menurut data Komisi Hak Asasi Nasional Korea pada 2020, 84,8 persen perempuan transgender Korea yang menjalani wajib militer mengalami penghinaan oleh kolega militer mereka dan kesulitan untuk mandi secara berkelompok.

Hampir setengah responden (47,4 persen) mengatakan bahwa mereka jadi korban kekerasan, termasuk dan tidak terbatas pada kekerasan seksual. Diketahui bahwa fasilitas pelatihan militer tidak memiliki fasilitas memadai untuk perempuan.

"Sejumlah perempuan transgender yang mengikuti pelatihan tentara cadangan telah diintimidasi oleh laki-laki yang mengenali mereka sebagai transgender dan memposting foto mereka di komunitas online," kata Park Han Hee, Pengacara Korea untuk Kepentingan Umum dan Hak Asasi Manusia.

Kemenhan Korea Selatan menerima opini publik mengenai usulan perubahan ini pada Senin, 22 Januari 2024. Kementerian juga telah mengumumkan rencananya untuk melakukan persiapan guna memastikan perempuan trans yang memenuhi syarat untuk wajib militer dapat menjalani pelatihan mereka di lingkungan yang sesuai jika peraturan yang direvisi tersebut diloloskan di Majelis Nasional.

4 dari 4 halaman

Pidato RM BTS

Belum lama ini V dan RM BTS diberitakan telah berhasil menyelesaikan pelatihan dasar militer dan menghadiri upacara wisuda. Beberapa video online upacara wisuda mengabadikan momen RM dan V BTS menerima penghargaan atas penampilan luar biasa mereka.

Mengutip dari laman Kbizoom, Sabtu, 20 Januari 2024, pada acara tersebut, RM menyampaikan pidato melalui pesan video yang telah direkam sebelumnya. Dia memulai dengan mengakui penundaan wajib militernya yang berkepanjangan serta kekhawatirannya untuk mendaftar wajib militer pada usia yang relatif lebih tua.

Pemimpin BTS itu menyoroti bagaimana pelatihan militer komprehensif itu telah meningkatkan kesadarannya akan peran penting pasukan pertahanan Korea Selatan ketika negara tersebut berada dalam situasi gencatan senjata. Berkaca pada latihan dasarnya, RM menceritakan bahwa salah satu momen paling berkesan adalah jalan-jalan malam bersama rekan-rekannya.

Menanggapi pidato RM, pendapat ARMY terbagi. Ada yang mempertanyakan keaslian perkataan RM dan bahkan mempertimbangkan kemungkinan dia dipaksa oleh pemerintah untuk mengatakan konten tersebut. Mereka menunjukkan bahwa pandangan RM yang dibagikan secara publik tampaknya tidak konsisten dengan pidatonya.Â