Liputan6.com, Jakarta - Adalah Dale Philip, turis asing, sekaligus YouTuber asal Skotlandia yang "kena prank" air terjun Instagrammable di Bali. Ia mengaku tahu keberadaan Air Terjun Pengempu dari media sosial, dan tertarik datang karena objek wisata di Bali itu terpotret memesona.
"Saya telah melihat tempat ini tampak luar biasa di banyak foto Instagram yang mencolok dan glamor, tapi ketika saya sendiri tiba di sana, saya menemukan bahwa tempat itu dipenuhi sampah," tulisnya di unggahan TikTok pada 15 Januari 2024.
Baca Juga
Ia menyambung, "Saya tidak menyangka akan melihat tumpukan sampah tergeletak di sini," seraya memperlihatkan sampah yang mengambang di atas kolam air terjun. "Itu sungguh memalukan! Benar-benar memalukan. Saya yakin Anda tidak akan melihatnya di foto Instagram siapa pun… yah, itulah kenyataannya."
Advertisement
Rekaman kunjungannya kemudian beralih di antara keindahan air terjun di belakangnya dan sampah yang terkumpul di kolam di depannya. Dale mengaku sempat mempertimbangkan untuk berenang.
"Tapi, airnya tentu tidak bersih, apalagi dengan banyaknya sampah dan sebagainya, mungkin tidak aman sama sekali untuk berenang di air tersebut," katanya. "Saya cukup yakin itu akan membuat saya sakit."
Berharap limbah itu bukan disebabkan wisatawan, Dale menduga bahwa sampah-sampah tersebut mungkin mengalir ke kolam air terjun, bukan dibuang mereka yang datang mengunjungi daerah tersebut.
"Saya kira karena itu air terjun, mungkin sebenarnya bukan orang yang datang, lalu membuangnya (sampah) ke (kolam) air terjun. Mungkin datangnya dari hulu sungai dan menghanyutkan semua sampah," duga si turis asing.
Kata Ahli
Pada Yahoo News Australia, dikutip Selasa, 30 Januari 2024, Profesor Joseph Cheer dari Western Sydney University menjelaskan, "Tentu saja dengan semakin banyaknya wisatawan di sana (Bali) akan memperbesar jumlah botol plastik sekali pakai yang dibuang ke tempat sampah."
Kondisi ini juga memberi tekanan lebih lanjut pada masalah plastik di Bali yang berasal dari buruknya infrastruktur manajemen limbah, katanya. Ia menambahkan bahwa masalah sampah juga merupakan "khas pariwisata di pulau-pulau."
Profesor Cheer, yang juga merupakan salah satu ketua Dewan Masa Depan Global Forum Ekonomi Dunia untuk Masa Depan Pariwisata Berkelanjutan, mengatakan, video tersebut merupakan pengingat bagi wisatawan bahwa Bali tidak memiliki kapasitas untuk mendaur ulang dan menangani plastik dalam jumlah besar.
Karena itu, "kita semua harus memikirkan kembali penggunaan plastik sekali pakai maupun sampah lain saat berlibur." "Pertanyaannya adalah, ketika Anda pergi ke pulau-pulau ini, bagaimana Anda bisa mengubah perilaku Anda sebagai turis untuk memastikan bahwa Anda tidak menambah masalah?"Â sebutnya.
Advertisement
Kurangi Beban Wisata
Profesor Cheer menyambung, "Pertimbangkan konsumsi Anda terhadap sesuatu dan bagaimana hal ini menambah tantangan (pengelolaan limbah) yang dihadapi komunitas pulau kecil seperti itu."
Namun, ia mengakui bahwa pemerintah Indonesia juga harus mengambil tindakan untuk mengatasi masalah plastik. "Jika wisatawan membawa botol minum mereka sendiri dan pihak berwenang menyediakan sumber minuman yang menyediakan air minum yang aman, Anda bisa melakukan perubahan kecil, bukan?" sarannya.
Sudah berulang kali sebenarnya Bali disorot karena pengelolaan sampah yang sangat buruk. "Followed a river filled with plastic and it led to this… (Mengikuti sebuah sungai dipenuhi sampah plastik dan mengantarkannya sampai di sini)," tulis Gary Benchegib di kolom keterangan akun Instagramnya pada 25 Juli 2023.
Bersamaan dengan itu, ia mengunggah video pendek tentang temuan mengejutkan olehnya dan tim Sungai Watch. Sebuah gunung sampah setinggi 50 meter yang didominasi sampah plastik ditemukan di tengah hutan di salah satu sudut Pulau Dewata.Â
Disoroti Media Asing
Kisah temuan Gary dan tim Sungai Watch soal gunung sampah itu sampai menarik perhatian media Australia. Laman news.com.au memasukkan unggahan Gary sebagai bukti masalah sampah yang pelik di Indonesia, khususnya Bali.Â
Dikutip 2Â Agustus 2023, publikasi itu menyebut bahwa penanganan sampah di Bali telah mjadi topik panas sejak lama, disusul beredarnya potret sampah-sampah bertebaran di Pantai Kuta, terutama yang berwujud botol plastik, tempat makan, dan kantong kresek.Â
Menurut laman itu, di musim penghujan yang biasanya berlangsung pada Oktober hingga Maret, para pengunjung bisa menemukan sampah bertebaran di Pantai Kuta, Seminyak, Legian, dan Jimbaran setiap hari. Itu seolah jadi fenomena tahunan dengan orang-orang bisa melihat plastik dan sampah lain yang terbawa ke pantai oleh angin kencang, gelombang tinggi, dan hujan deras.
Media Australia itu juga menyangkutkan masalah sampah dengan rencana penerapan pajak turis asing ke Bali. Pada awal Juli 2023, Wayan Koster, yang saat itu menjabat Gubernur Bali, menyebut para wisatawan akan diharuskan membayar Rp150 ribu mulai 14 Februari 2024.Â
Advertisement