Liputan6.com, Jakarta - Gunung Ile Labalekang adalah sebuah gunung yang berada di Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia. Gunung ini terletak di bagian selatan Pulau Lembata yang mencapai ketinggian sekira 1.621 Mdpl, karenanya menjadi titik tertinggi di Pulau Lembata.
Secara administratif Gunung Ile Labalekang berada di Kecamatan Wulandoni. Meski merupakan puncak tertinggi di Pulau Lembata, gunung ini sangat jarang didaki bahkan oleh masyarakat sekitar.
Baca Juga
Pulau Lembata dengan beberapa gunung lainnya sangat menarik wisatawan berkunjung karena tempat ini juga kaya sejarah. Bahkan di masa penjajahan Belanda, pulau tersebut dijuluki Lomblen dan Kawela.
Advertisement
Pulau tersebut sempat diabadikan Belanda yang kini potret tersebut tersimpan di Kantor Camat Atadei. Tahun 1976, seorang tokoh yakni Jan Kiapoli memberi nama Lembata untuk pulau tersebut dan nama Lembata digunakan setelah diresmikan mantan Gubernur NTT, El Tari saat itu hingga kini.
Masih banyak hal mengenai Gunung Ile Labalekang selain lokasi maupun ketinggiannya. Berikut enam fakta menarik Gunung Ile Labalekang yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber pada Rabu (31/1/2024).Â
1. Asal-usul Nama Gunung Ile Labalekang
Namanya hampir pasti merupakan ejaan yang mirip dari 'belakang' dan artinya memang 'di belakang' dalam bahasa Indonesia karena dari nama kapal yang biasa menuju pelabuhan utama Lembata dan kota Lewoleba. Kapal ini agak tersembunyi di bagian belakang pulau, dan sama sekali tidak mengesankan seperti gunung berapi besar Lembata, Lewotolo yang dikenal banyak orang sebagai Ile Ape.
2. Salah Satu Gunung Api Aktif di Pulau Lembata
Mengutip dari laman Victory News, Rabu (31/1/2024), Pulau Lembata, walaupun menjadi pulau terkecil di kepulauan Flores, tetapi negeri Lomblen itu merupakan rumah bagi tiga gunung api aktif. Ketiga gunung api aktif itu yakni gunung Ile Lewotolok, Ile Werung dan Ile Labalekang.
Suku terbesar di Lembata atau mayoritas adalah Suku Kedang dan Lamaholot. Bahasa keseharian kedua suku ini juga berbeda sehingga dalam berkomunikasi masyarakat dari kedua suku ini menggunakan bahasa Indonesia.
Keunikan yang ada di Lembata khususnya Lamalera adalah tradisi memburu ikan paus menggunakan kapal kayu. Para nelayan menangkap mamalia laut itu menggunakan senjata tempuling yang terbuat dari sebilah bambu yang ujungnya berisi besi runcing tajam.
Senjata inilah yang digunakan untuk menombak ikan paus. Dalam kapal kayu untuk memburu ikan paus terdapat 8 orang, dimana 7 orang mendayung kapal dan seorang bertugas menikam/menombak ikan paus di perairan Lamalera.
Pantai unik yang tidak boleh dilewatkan begitu saja oleh Wisatawan ketika berada di pulau tersebut adalah pantai Bean. Pantai Bean ini berada di Desa Bean kecamatan Buyasari. Pantai tersebut indah nan asri dengan pasir putihnya.
Â
Advertisement
3. Ada Cerita Takhayul Jika Mendaki Gunung Ile Labalekang
Mengutip dari laman Gunung Bagging, menemukan pemandu untuk mencapai puncak Gunung Labalekang ini cukup sulit dan masyarakat setempat tampaknya enggan untuk mendakinya karena cerita takhayul setempat, namun tidak diceritakan lebih lanjut. Jika tetap ingin mendaki, Anda bisa bertanya di hotel Lewoleba.
Memang hanya sedikit penduduk pulau yang mengetahui jalur pendakian di gunung tersebut. Orang yang bersedia pun jarang, tapi jika bertanya penduduk mereka akan menyediakan transportasi mahal tapi memadai dari hotel untuk membawa Anda ke titik awal di desa kecil Puor (626 mdpl).
4. Rute ke Gunung Ile LabalekangÂ
Jaraknya hanya 20 km saat terbang dari Lewoleba ke Puor tetapi sebagian besar jalannya sangat buruk sehingga membutuhkan waktu lebih dari 2 jam untuk mencapainya. Dari Puor, belok kanan ke jalan semen yang melewati desa.
Di ujung jalan, perkebunan desa yang kasar dan penuh rumput liar dimulai dan pencarian rute akan sangat sulit jika Anda tidak didampingi pemandu. Jejak samar mengarah melalui ini dan sebuah batu besar tercapai (869 mdpl). Â
5. Melewati Hutan Lebat Ada Batu Paus
Tak lama kemudian, jalan setapak melewati hutan yang lebih lebat sebelum mencapai dua batu besar (1000 mdpl). Rupanya ada ‘batu paus’ yang sangat penting bagi masyarakat setempat, konon ada upacara besar di dekat puncak pada tahun 1975 tepatnya di lereng bukit.Â
Medan dari titik ini berumput tetapi penuh dengan kayu dan batu. Jalur yang semakin tidak jelas menjadi semakin terjal, terutama setelah ketinggian 1.330 mdpl di mana diperlukan kehati-hatian untuk melewati beberapa tebing dan kemudian di antara pepohonan muda.
6. Pemandangan dari Atas
Pada titik ini sebenarnya tidak ada jalan setapak sama sekali melainkan rute naik. Anda seharusnya mencapai puncak hanya dalam waktu 3 jam.
Area puncak kecil dimahkotai dengan trigonometri, beberapa uang kertas Indonesia, cincin batu, dan koleksi botol kaca hijau terbalik. Daerah ini berhutan bahkan di bagian atas tetapi jika cuaca bagus, pemandangan ke Lewotolo (Ile Ape) dan garis pantainya luar biasa. Dibutuhkan sekitar 2 jam untuk turun dengan cara yang sama ke Puor untuk memulai perjalanan kembali yang menegangkan ke Lewoleba.Â
Advertisement