Liputan6.com, Jakarta Pariwisata massal ternyata berefek pada kelanjutan karier Cecilie Hollberg. Perempuan yang menjabat sebagai Direktur Galleria dell'Accademia itu memicu kemarahan dan didesak mundur dari posisinya saat ini. Itu terjadi setelah ia menyebut Florence, Italia, bak pelacur.
"Sekali sebuah kota menjadi pelacur, sangat sulit untuk menjadi perawan lagi," ujar Hollberg, seorang sejarawan seni asal Jerman yang mengepalai museum itu sejak 2015, kepada reporter pada Senin, 29 Januari 2024, di luar jumpa pers yang memaparkan gambaran keberhasilan penataan museum.
"Kita tidak lagi menemukan sebuah toko, toko yang normal tetapi hanya hal-hal yang khusus untuk turis dengan gawai dan suvenir dan ini harus dihentikan," ia melanjutkan, dikutip dari CNN, Rabu (31/1/2024).
Advertisement
Komentar Hollberg dengan segera mengundang kritik dari Menteri Kebudayaan Italia dan Wali Kota Florence. Keduanya sejak lama menyuarakan agar museum Italia dipimpin oleh orang Italia. Wali Kota Florence Dario Nardella mengatakan kepada Dewan Kota Florence pada Senin lalu bahwa kota tersebut pantas dihormati dan pariwisata mempekerjakan ribuan orang.
"Pariwisata adalah sumber daya, harus dikelola tetapi tidak ada satu masalah pun yang tidak diperjuangkan oleh pemerintahan ini, mulai dari perlindungan pusat bersejarah menurut peraturan UNESCO hingga perlindungan produk khas, penghentian kegiatan tertentu, dan terakhir dengan aturan yang menghentikan persewaan jangka pendek," kata Nardella.
Matteo Renzi, mantan perdana menteri dan mantan wali kota Florence, mengatakan akan membawa masalah masa jabatan Hollberg ke kementerian kebudayaan.
"Saya akan mengajukan pertanyaan kepada Menteri Kebudayaan Gennaro Sangiuliano tentang pernyataan memalukan dari Direktur Galeri Accademia. Mendefinisikan Florence sebagai pelacur tidak dapat diterima. Hollberg harus meminta maaf atau mengundurkan diri," katanya dalam pernyataan Senin.
Menyinggung Warga Florence Italia
Sementara, Menteri Kebudayaan Italia Sangiuliano menyatakan akan mempelajari masalah itu lebih lanjut. Namun, ia menyebut kata-kata Hollberg 'serius dan menyinggung'.
"Florence adalah kota indah yang mewakili bagian penting dari identitas dan sejarah nasional kita. Menyinggung perasaannya berarti memukul seluruh Italia dan perasaan kami. Saya akan mengevaluasi semua inisiatif yang tepat," katanya dalam pernyataan yang diberikan oleh Kementerian Kebudayaan.
Wakil Wali Kota Florence, Alessia Bettini, menyebut komentar tersebut “delusi” dalam sebuah pernyataan yang dikirim dari kantornya ke CNN. "Menyebut Florence sebagai pelacur adalah pelanggaran paling serius yang pernah didengar dari seseorang yang juga memegang peran institusional yang penting," kata Bettini dalam pernyataannya.
"Oleh karena itu, menurut direktur museum, orang Florentine adalah anak-anak pelacur dan turis adalah klien pelacur? Hollberg menyinggung sejarah Florence, tempat dia bekerja, dia menyinggung pekerjaan ribuan orang dan yang terpenting, dia menyinggung orang-orang Florentine, dirinya sendiri, yang sebagai orang non-Florentine, berutang banyak pada Florence."
Advertisement
Permintaan Maaf Direktur Museum
Hollberg belakangan menarik kembali pernyataannya, dengan mengatakan bahwa dia mencintai Florence dan bahwa dia tidak bermaksud menyinggung kota atau penduduknya. Dia mengklarifikasi bahwa yang dimaksudkan hanyalah bahwa Florence, seperti Venesia dan kota-kota lain, sedang 'dihancurkan' oleh pariwisata, menurut juru bicara museum.
"Maaf saya menggunakan kata-kata yang salah. Yang ingin saya katakan adalah Florence harus menjadi saksi dari pariwisata yang lebih sadar, bukan tabrak lari. Dengan Akademi, misalnya, kami telah mencoba meningkatkan setiap bagian yang luar biasa darinya," ujarnya dalam pernyataan museum yang dikirimkan ke CNN, Selasa, 30 Januari 2024.
Mandat Hollberg sebagai kepala museum itu berakhir pada Juni 2024. Sejumlah orang meminta agar kontraknya tak lagi diperbarui dan diserahkan kepada orang Italia.
Imbas negatif dari pariwisata massal dihadapi oleh kota lain di Italia, yakni Venesia. Kota kanal itu sejak lama mencari akal untuk mengatasi efek pariwisata massal pada kota dan penduduk lokalnya. Yang terbaru adalah melarang penggunaan toa alias pengeras suara.
Larangan Penggunaan Pengeras Suara di Venesia
Otoritas setempat melarang penggunaan loudspeaker dan membatasi kuota rombongan walking tour maksimal 25 turis saja. Mengutip laman CNN, Selasa (2/1/2023), rombongan turis itu juga akan dilarang berhenti di jalanan sempit, di jembatan, maupun di lorong-lorong. Peraturan baru, yang semakin membatasi aktivitas wisata di kota penuh sesak itu, akan mulai berlaku di pusat bersejarah serta Pulau Murano, Burano, dan Torcello pada Juni 2024, demikian pernyataan di situs web kota Venesia.
"Rombongan tidak boleh lebih dari 25 orang, yaitu setengah dari penumpang bus wisata. Penggunaan pengeras suara yang dapat menyebabkan kebingungan dan gangguan juga dilarang," kata pernyataan itu.
Resolusi tersebut harus diajukan ke Dewan Kota sebelum diterapkan. Anggota dewan keamanan Elisabetta Pesce menggambarkan pembangunan tersebut sebagai 'langkah penting yang bertujuan untuk meningkatkan manajemen kelompok' serta 'mempromosikan pariwisata berkelanjutan dan menjamin perlindungan dan keamanan kota'.
Museum Venesia sudah membatasi rombongan hingga 25 orang. Simone Venturini, anggota dewan pariwisata kota tersebut, mengatakan langkah ini sebagai bagian dari kerangka intervensi yang lebih luas yang bertujuan untuk meningkatkan pengelolaan pariwisata di Venesia, menciptakan keseimbangan yang lebih baik antara kebutuhan penduduk dan kebutuhan pengunjung.
Advertisement