Sukses

Mahkamah Internasional Perintahkan Cegah Genosida, Israel Malah Bikin Board Game Ayo Bangun Rumah di Gaza

Para delegasi di sebuah konferensi Israel yang menyerukan kembalinya pemukiman mereka di Gaza diberikan board games yang tampaknya memungkinkan para pemain memetakan di mana mereka akan membangun rumah di daerah kantong tersebut setelah ditaklukkan.

Liputan6.com, Jakarta - Para delegasi di sebuah konferensi Israel yang menyerukan kembalinya pemukiman mereka di Gaza diberikan board games yang tampaknya memungkinkan para pemain memetakan lokasi mereka akan membangun rumah di daerah kantong tersebut setelah ditaklukkan.

Permainan yang diberi judul, "Ayo Bangun Rumahmu di Gaza!" menunjukkan tata letak Gaza yang dipisahkan jadi beberapa wilayah berbeda dengan nama Ibrani dan penjelasan arti di balik masing-masing area tersebut, lapor Middle East Eye, dikutip Kamis (1/2/2024).

Hal ini terlihat pada konferensi Victory Of Israel, sebuah acara yang diselenggarakan di Yerusalem pada Minggu, 28 Januari 2024, oleh politisi sayap kanan Israel, aktivis, dan tokoh agama yang menyerukan pembangunan pemukiman Israel di Gaza setelah perang berakhir. Konferensi tersebut dihadiri 11 menteri kabinet dan 15 anggota koalisi parlemen.

"Para pemain" board games diajak menempatkan balok-balok kayu berbentuk rumah, dengan nama mereka tertulis di stiker, di area yang ingin mereka tinggali. Di antaranya ada "Area Pahlawan Gaza," yang dikatakan akan didirikan di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Shujaiya.

"Nama tersebut berasal dari umat Islam yang berperang melawan Tentara Salib di wilayah Gaza. Nama tersebut juga dapat dikaitkan dengan pejuang (tentara Israel) yang bertempur di kota tersebut," katanya.

Diperkirakan 300 orang tewas dalam satu serangan Israel di blok perumahan di Shujaiya pada Desember tahun lalu. Area lain terdaftar sebagai "wilayah Gavish," yang saat ini merupakan al-Nasser, yang menurut permainan tersebut diambil dari nama Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, yang berulang kali berperang dengan Israel, termasuk dalam perang pada 1967 yang berujung pada perebutan Jalur Gaza.

2 dari 4 halaman

Pemukiman Warga Israel di Gaza

Keterangan itu menjelaskan, "Namanya akan diubah untuk menghormati Panglima Komando Selatan dalam perang enam hari, Yeshayahu Gavish," merujuk pada nama lain untuk perang tahun 1967. Israel telah menduduki Gaza sejak 1967, dan selama waktu itu, mereka membangun banyak pemukiman warganya.

Namun pada 2005, mantan Perdana Menteri Israel Ariel Sharon memerintahkan penghancuran dan evakuasi permukiman orang Israel di Gaza. Ini merupakan tindakan yang ditentang banyak kelompok sayap kanan Israel dan terus dianggap sebagai kesalahan yang harus diperbaiki.

Konferensi ini diadakan hanya beberapa hari setelah Mahkamah Internasional (ICJ) mengeluarkan keputusan mengenai tuntutan Afrika Selatan terkait kasus dugaan genosida di Gaza oleh militer Israel, yang bukti-buktinya diperdengarkan pada awal Januari 2024.

Pengadilan memberi Israel enam perintah mengenai pengepungan dan pemboman Gaza. Salah satunya adalah Israel "harus mengambil tindakan sesuai kewenangannya untuk mencegah dan menghukum hasutan langsung dan publik untuk melakukan genosida terhadap warga Palestina di Jalur Gaza."

Pengadilan juga mengutip serangkaian pernyataan yang dibuat para pemimpin Israel sebagai bukti hasutan dan bahasa yang tidak manusiawi terhadap warga Palestina, termasuk komentar yang dibuat Presiden Israel Isaac Herzog.

 

3 dari 4 halaman

Warga Palestina Didorong Meninggalkan Gaza

Selama konferensi tersebut, Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Israel Itamar Ben Gvir menyerukan agar warga Palestina "secara sukarela didorong meninggalkan" Gaza.

"Kita harus kembali ke Gush Katif dan Samaria utara… jika tidak ingin hal ini terjadi lagi untuk ketujuh atau kesepuluh kalinya," sebut dia. "Kita harus kembali ke rumah dan mengontrol wilayah tersebut, mendorong imigrasi, dan hukuman mati bagi teroris."

Gush Katif adalah sebuah blok yang terdiri dari 17 pemukiman Israel di Gaza selatan. Pada konferensi tersebut, Ben Gvir, bersama para menteri lain, menandatangani petisi untuk "kemenangan dan pembaruan pemukiman di Gaza."

Dokumen tersebut mengatakan bahwa para penandatangan berjanji mereka akan "menumbuhkan pemukiman Yahudi yang penuh kehidupan di Gaza." Setelah itu, para peserta terekam merayakan tindakan tersebut dengan mengibarkan bendera Israel dan bersorak. Setelah pidato Ben Gvir, orang-orang terdengar meneriakkan "kematian bagi orang-orang Arab".

Beberapa pernyataan yang dibuat pada konferensi tersebut menimbulkan reaksi balik, dan beberapa menyatakan bahwa pernyataan tersebut dapat melanggar perintah ICJ.

 

4 dari 4 halaman

Israel Abaikan Putusan Mahkamah Internasional?

Itay Epshtain, penasihat khusus Dewan Pengungsi Norwegia yang berbasis di Israel, berbagi video di mana Ben Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich terlihat bergandengan tangan, menari bersama di konferensi tersebut.

Pengacara hak asasi manusia tersebut mengatakan bahwa gambar tersebut "akan jadi bagian dari bukti kuat ketidakpatuhan" terhadap perintah ICJ untuk mengambil semua tindakan sesuai kewenangan dalam mencegah tindakan genosida dan menghukum tindakan penghasutan.

Menurut Afrika Selatan, Israel dinilai mengabaikan keputusan pengadilan tinggi PBB dengan membunuh ratusan warga sipil lagi dalam hitungan hari di Gaza, lapor AP. Sejak keputusan ICJ, Israel terus melanjutkan serangan militer, yang dikatakan ditujukan pada Hamas, namun ratusan warga Palestina telah terbunuh, menurut angka dari Kementerian Kesehatan di Gaza.

Kementerian tersebut mengatakan pada Rabu, 31 Januari 2024, 150 orang tewas di wilayah tersebut dalam 24 jam terakhir, menjadikan jumlah total kematian warga Palestina dalam perang tersebut jadi lebih dari 26.700 orang.

"Saya tidak bisa tidak jujur. Saya yakin keputusan pengadilan telah diabaikan," kata Menteri Luar Negeri Afrika Selatan. "Ratusan orang terbunuh dalam tiga atau empat hari terakhir, dan jelas Israel percaya bahwa mereka punya izin untuk melakukan apapun yang mereka inginkan."