Sukses

KLHK Minta Pemda Kelola Sampah Alat Peraga Kampanye Pemilu 2024, Jangan Dibuang ke TPA

KLHK mengeluarkan surat edaran untuk kepala daerah memastikan pengelolaan sampah Alat Peraga Kampanye (APK) dari Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 agar tidak berakhir dengan mencemari lingkungan atau di TPA.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengeluarkan surat edaran untuk kepala daerah memastikan pengelolaan sampah Alat Peraga Kampanye (APK) dari Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 agar tidak berakhir dengan mencemari lingkungan atau di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati menjelaskan pihaknya sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menteri LHK Nomor 3 tahun 2024 tentang Pengelolaan Sampah yang Timbul dari Penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 2024 yang diteken pada 31 Januari 2024.

"Dalam SE itu Ibu Menteri LHK meminta gubernur, bupati, walikota, untuk memastikan bahwa alat peraga kampanye setelah dicopot misalnya oleh tim sukses dari masing-masing caleg atau paslon (pasangan calon) capres cawapres itu bisa kemudian dikelola lanjutan, misalnya diberikan ke bank sampah untuk dikelola, di pusat daur ulang," terang Rosa Vivien dalam jumpa pers di kantor KLHK di Jakarta, Selasa, 6 Februari 2024.

Langkah itu dilakukan untuk mendorong Pemilu 2024 yang ramah lingkungan, karena APK yang digunakan terdiri dari bahan-bahan yang perlu dipilah, termasuk kertas, kayu, kain, dan plastik, untuk mempermudah proses daur ulangnya.

Pemilihan Umum 2024 yang berlangsung secara serentak (pilpres, pilkada, dan pileg) saat ini sedang berlangsung membuat banyak brosur, poster, hingga spanduk bertebaran di mana-mana menimbulkan masalah visual. Ketika pemilihan umum serentak selesai, maka alat peraga kampanye itu tak lagi terpakai dan menjadi sampah.

Selain pengelolaan sampah APK, KLHK juga menyoroti pentingnya pengelolaan surat suara yang tidak diperlukan lagi. Untuk itu pihaknya akan berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk pengelolaannya setelah kertas-kertas itu tidak digunakan atau diperlukan lagi.

"Yang jelas kalau memang sudah tidak terpakai, kertas suara itu tidak kemudian dibuang ke TPA tapi dikelola lanjutannya bisa dicacah kemudian diberikan ke bank sampah dan sebagainya," ucap Rosa Vivien.

 

 

2 dari 4 halaman

Mendata Jumlah Sampah APK

Berkaca dari Pemilu 2019, pihaknya akan mengingatkan kepada pemerintah daerah untuk mendata jumlah sampah yang ditimbulkan dari perhelatan Pemilu 2024, termasuk saat masa kampanye atau ketika hari pencoblosan, serta juga memastikan tidak ada yang berakhir menumpuk di TPA.

Dalam kesempatan itu, Roza Vivien juga membahas masalah sampah plastik yang masih banyak di Indonesia. Uhtuk itu, untuk memperingati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) di tanggal 21 Februari setiap tahunnya, mengangkat tema "Atasi Sampah Plastik dengan Cara Produktif" untuk memajukan upaya daur ulang sampah plastik.

"Kenapa kita pilih sampah plastik? Karena ada 12,87 juta ton per tahun sampah plastik dan ini hitungannya belum dipilah data dari SIPSN (Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional). Ini data tahun 2023," ungkap Rosa Vivien.

Menurutnya, pemilihan tema itu juga sesuai target pengurangan sampah plastik ke laut, yaitu 70 persen pada 2025, sesuai Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Tema itu juga diambil untuk menjadikan HPSN 2024 sebagai momentum memperkuat posisi Indonesia dalam International Legally Binding Instrument (ILBI) on Plastic Pollution.

3 dari 4 halaman

Hari Peduli Sampah Nasional

"Di momen ini (Hari Peduli Sampah Nasional), kami mau mengajak masyarakat lebih aware lagi tentang penanganan sampah plastik, memperkuat kerja sama, memperkuat stakeholders untuk bagaimana kita menangani sampah plastik, tapi dengan cara produktif," sebut Vivien.

Vivien menyebut, KLHK akan menghentikan pembangunan TPA pada 2030 mendatang. Alasan utamanya, gas metan dari tumpukan sampah di TPA menyumbang emisi gas rumah kaca yang berpengaruh terhadap iklim. "Lalu, (tahun) 2040 tidak akan ada TPA lagi. Itu cita-cita mulia," klaimnya.

Saat ini, kata Vivien, Indonesia mengutamakan penambahan lahan urug zona tidak aktif. Hal ini dilakukan untuk mengatasi sampah yang menumpuk dan mengurangi TPA pada 2030.

"Kami juga memperkuat aturan pembakaran liar sampah agar tidak ada lagi masyarakat atau badan usaha yang melakukan pembakaran sampah. Sebab sepanjang 2023, kami mencatat 35 TPA terbakar yang mayoritas akibat gas metana," bebernya.

Tahun lalu, KLHK menggelar "Gerakan Nasional Compost Day, Kompos Satu Negeri" sebagai salah satu rangkaian HPSN 2023 yang mengambil tema "Tuntas Kelola Sampah untuk Kesejahteraan Masyarakat."

 

4 dari 4 halaman

Membuat Pupuk Kompos Mandiri demi Kurangi Sampah Organik

Melalui gerakan tersebut, pihaknya mengajak masyarakat membuat pupuk kompos secara mandiri demi mengurangi timbulan sampah organik yang menumpuk di TPA. Kegiatan itu dipusatkan di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, pada 26 Februari 2023 dengan menghadirkan stan kompos dan demo kompos.

Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengatakan saat menyampaikan sambutan pada Hari Kompos di Lapangan Banteng, "Melalui momentum Hari Peduli Sampah Nasional 2023, saya ingin mengajak seluruh masyarakat Indonesia melakukan kegiatan pengomposan yang dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia."

Menurut Menteri Siti, jika seluruh masyarakat Indonesia mampu melakukan pengomposan sampah organik sisa makanan setiap tahun secara mandiri di rumah, kira-kira ada 10,92 juta ton sampah organik yang tidak dibawa ke TPA.

Hal itu juga bisa menurunkan emisi gas rumah kaca setara 6,8 juta ton karbondioksida. Kurang lebih 38,28 persen dari sampah tersebut bersumber dari rumah tangga. Selain itu, sampah organik juga merupakan kontributor terbesar emisi gas rumah kaca jika tidak terkelola dengan baik.

 

Video Terkini