Liputan6.com, Jakarta - Para pengunjuk rasa membawa spanduk bertuliskan 'Pekerja budaya mendukung Gaza' seruan pencabutan blokade di Gaza. Ratusan aktivis pro-Palestina tersebut menduduki Museum of Modern Art (MoMA) yang terkenal di dunia di New York City selama akhir pekan untuk memprotes serangan Israel di Gaza.
Para demonstran yang berupaya meningkatkan kesadaran mengenai dugaan kejahatan perang yang dilakukan tentara Israel di daerah kantong Palestina, mengorganisir protes terhadap Direktur MoMA. Pengunjuk rasa mengibarkan bendera besar bertuliskan "Bebaskan Palestina" di aula masuk museum.
Baca Juga
Mereka menuntut pengunduran diri beberapa anggota dewan dan menuduh mereka mendukung "pendudukan Zionis dan genosida." Mereka juga membawa spanduk bertuliskan "Pekerja budaya mendukung Gaza" dan menyerukan pencabutan blokade di wilayah kantong tersebut dan diakhirinya "kolaborasi artistik" dengan Israel.
Advertisement
Mengidentifikasi diri mereka sebagai "Rakyat New York", kelompok tersebut membagikan pernyataan kepada pengunjung museum yang mengatakan bahwa "meskipun MoMA mengadvokasi ideologi perubahan dan kreativitas, Dewan Pengawas secara langsung membiayai pendudukan Zionis melalui produksi senjata, lobi, dan investasi perusahaan."
Pernyataan tersebut menekankan perlunya seni untuk tidak menjadi tabir bagi genosida dan menuntut pengunduran diri segera anggota dewan MoMA yang memiliki hubungan langsung dengan eksploitasi genosida, rasis, dan eksploitasi pemukim-kolonialis.
Gerakan Pemuda Palestina membagikan gambar protes tersebut di akun X mereka yang dulunya Twitter. Mereka mengatakan bahwa sekitar 800 aktivis menduduki MoMA untuk sementara dan menyoroti persiapan Israel untuk operasi darat melawan kota Rafah di Gaza selatan, tempat lebih dari satu juta pengungsi mencari perlindungan.
Spanyol Dukung Palestina
Mengutip Tim Global Liputan6.com, Selasa, 13 Februari 2024, Menteri Luar Negeri (Menlu) Spanyol mengindikasikan apabila Eropa terus ragu-ragu dalam mendukung Palestina, Spanyol sebagai negara berdaulat bakal mengambil keputusannya sendiri.
Jose Manuel Albares ikut mengungkapkan, perdamaian di Timur Tengah hanya bisa dicapai melalui pembentukan negara Palestina, yang menghubungkan antara Jalur Gaza dan Tepi Barat, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Menurut Albares, yang menjabat sebagai Menlu Spanyol sejak 2021, meski 27 negara anggota Uni Eropa semuanya menginginkan perdamaian di Timur Tengah, terdapat perbedaan dalam cara mereka melihat hal itu dapat terwujud.
Untuk Spanyol, posisinya sangat jelas, yakni segera hentikan perang Hamas Vs Israel, dengan memberikan akses kemanusiaan yang tidak terbatas ke Jalur Gaza, dan terapkan solusi dua negara.
"Kami menyerukan gencatan senjata permanen, pembebasan segera sandera, akses segera terhadap bantuan kemanusiaan, dan konferensi perdamaian yang akan menjadi kerangka implementasi solusi dua negara," kata Albares dalam wawancaranya dengan Arab News, seperti dilansir Selasa (13/2/2024). "Pada akhirnya, kita semua tahu bahwa selama rakyat Palestina tidak mempunyai negara maka Timur Tengah tidak akan stabil."
Advertisement
Serukan Genjatan Senjata Permanen
"Kita semua tahu solusi nyata untuk situasi di Timur Tengah dan perdamaian definitif adalah sebuah negara dengan Tepi Barat dan Jalur Gaza di bawah satu otoritas Palestina yang dihubungkan oleh koridor dengan pintu keluar ke laut dan dengan ibu kota di Yerusalem Timur."
Menggambarkannya sebagai solusi yang adil dan berkeadilan bagi rakyat Palestina, Albares mengatakan solusi dua negara menawarkan Israel jaminan terbaik untuk mencapai keamanan dalam negeri dan menghindari konflik regional yang lebih luas. Tapi, dalam perannya mengoordinasikan keterlibatan Spanyol dengan Uni Eropa, Albares mengakui bahwa proposal itu masih dalam tahap dialog mengingat blok tersebut sedang mencari cara untuk bergerak maju sebagai unit kolektif.
Albares mencatat kekhawatiran yang semakin meningkat di negara-negara Selatan – istilah yang sering digunakan untuk merujuk pada negara-negara berkembang di dunia – atas respons Uni Eropa yang ragu-ragu terhadap krisis di Jalur Gaza dibandingkan dengan sikap mereka yang tegas terhadap invasi Rusia ke Ukraina.
Kecam Serangan ke Rumah Sakit hingga Rumah Ibadah
"Itulah mengapa hal ini sangat penting, dan saya selalu menjelaskannya kepada rekan-rekan saya di Eropa bahwa kita mempertahankan posisi yang sama: mengikuti Piagam PBB dan prinsip-prinsipnya, baik itu Ukraina, di mana kita mempunyai posisi yang jelas, posisi yang sangat jelas," tutur Albares.
Ia menambahkan, "Negara mana pun berhak mempertahankan diri dari serangan teroris, termasuk Israel, tetapi Anda harus melakukannya sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional."
Lebih jauh, Albares menggarisbawahi, "Harus ada perbedaan antara sasaran teroris dan pengeboman rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, markas besar PBB. Pengungsi juga sama, tidak peduli warna kulit mereka, agama mereka, jenis kelamin mereka, mereka semua sama dan mereka semua berhak mendapatkan perlindungan kita."
Berbicara untuk Arab News dari Riyadh, selama lawatan resminya ke tiga negara Teluk, yaitu Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA) Albares memuji rekannya Menlu Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al-Saud atas apa yang disebutnya peran yang luar biasa dalam mengupayakan perdamaian di kawasab.
Advertisement