Liputan6.com, Jakarta - Dani Fernandez yang berusia 25 tahun, telah berjuang melawan kelainan makan selama bertahun-tahun sejak ia masih remaja. Dia saat ini sudah melewati titik merasa "bersalah" karena tidak olahraga dan selalu ingin meningkatkan capaian pada pelacak kebugarannya, South West News Service melaporkan.
"Saya merasa harus membakar kalori sebanyak yang saya bisa," kata Fernandez, yang pertama kali mengidap kelainan makan setelah diberitahu bahwa berat badannya turun terlalu banyak untuk bermain sepak bola di usianya yang ke-15 tahun.
Baca Juga
Perempuan asal Atlanta, Amerika Serikat (AS) ini akan memaksakan dirinya untuk berjalan 45 menit sehari bersamaan dengan latihan lainnya meskipun sedang kesakitan. "Kaki saya sangat sakit karena saya terlalu banyak berjalan," katanya.
Advertisement
Fernandez bahkan menghindari pergi bersama keluarganya agar dia tidak ingin melanggar rutinitas agresif yang telah diperhitungkannya dengan mengisolasi diri sendiri. "Saya akan membatalkan rencana dengan teman-teman, seperti jalan-jalan atau pergi ke bioskop," lanjutnya.Â
Tak lama kemudian, cara obsesifnya membawanya ke rumah sakit sekitar 10 tahun yang lalu. "Jantung saya mulai bergejolak. Saya menderita nyeri dada," kenangnya.
Fernandez menderita bradikardia, yakni kondisi ketika jantung berdetak lebih lambat dari biasanya yang dapat menyebabkan kematian mendadak, menurut Mayo Clinic.Â
Meski dapat terjadi pada siapa saja, kondisi ini lebih rentan terjadi pada lansia, perokok, pengguna NAPZA, dan penderita stres atau gangguan kecemasan. Kondisi kardiovaskular ini segera menjadi peringatan bagi Fernandez yang usianya terbilang masih muda. Â
Â
Kembali Menyeimbangkan Tubuh
Fernandes yang kini menjadi konten kreator mengatakan, "Saya ingin berubah. Saya sengsara." Ia menyambung, "Saya pikir jika berat badan saya tidak bertambah, pulih, dan sembuh, saya akan mati."
Pada 2017, dia kemudian melakukan perjalanan ke Pantai Timur di New York untuk mengunjungi sebuah klinik yang membantu "melatih kembali" pola pikirnya selama rentang waktu enam bulan. Fernandez kembali ke Atlanta dengan pola pikir yang jauh lebih sehat dan positif terhadap berat badannya, berolahraga, dan makan.
"Mereka menyelamatkan hidup saya," katanya. "Sekarang saya menghabiskan beberapa jam membaca tanpa merasa bersalah atau merasa harus terus bergerak."
Di tempatnya yang menurutnya jauh lebih baik, Fernandez menggunakan kebugaran untuk dirinya sendiri alih-alih hidup dalam ketakutan. "Saya ingin bergerak agar merasa lebih baik daripada kehilangan kalori," kata Fernandez yang mengaku kini sudah tidak lagi merasa khawatir atau cemas tentang berapa target olahraga yang harus ia capai.Â
Advertisement
Olahraga Bisa Perbaiki Gangguan Penglihatan
Mengutip dari tim Health Liputan6.com, 8 Februari 2024, tim peneliti dari Emory University di Amerika Serikat (AS) mengumumkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa olahraga bisa mempertahankan fungsi sel saraf retina yang mengalami kerusakan dan melambatkan perkembangan penyakit degeneratif retina.
Penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal ilmiah The Journal of Neuroscience. Tim peneliti Emory University melakukan percobaan untuk membuktikan hubungan antara olahraga dan penglihatan dengan menjalankan percobaan dengan menggunakan tikus yang diharuskan berlari di atas treadmill.
Tikus-tikus tersebut menjalani latihan berlari selama 1 jam setiap hari selama lima hari dalam periode dua minggu. Hasilnya menunjukkan bahwa tikus yang berolahraga memiliki kerugian jumlah fotoreseptor yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan tikus yang tidak berolahraga pada treadmill yang berhenti pada waktu yang sama.
Sel-sel saraf retina tikus yang berolahraga juga menunjukkan respons yang lebih baik terhadap cahaya serta tingkat Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF), suatu faktor neurotrofik yang meningkatkan pembentukan sel saraf, juga lebih tinggi.
Dampak Langsung pada Kesehatan Retina
Saat tim peneliti memblokir reseptor BDNF pada tikus yang berolahraga, fungsi retina mereka menurun hingga mencapai tingkat yang mirip dengan tikus yang tidak aktif secara fisik. BDNF diketahui meningkat ketika seseorang berolahraga karena mempromosikan pembentukan sel-sel saraf dan memperkuat koneksi saraf.
"Dengan percobaan ini, kami menemukan fakta bahwa olahraga memiliki dampak langsung pada kesehatan retina, mata, dan penglihatan," kata peneliti dikutip dari situs Chosun pada Kamis, 8 Februari 2024.
Lebih lanjut mereka menambahkan,"Di masa depan, terapi olahraga bisa dikembangkan untuk orang tua yang mengalami gangguan penglihatan."
Osteoporosis merupakan kondisi saat tulang menjadi lemah dan rapuh. Kata osteoporosis memiliki arti 'tulang keropos'. Osteoporosis adalah penyakit tulang yang paling umum dan paling sering ditemukan pada orang lanjut usia, perempuan, dan keturunan ras kaukasia.
Tulang yang sehat memiliki struktur mirip sarang lebah, yakni berlubang-lubang kecil. Pada penderita osteoporosis, lubang dan ruang yang membentuk tulang jauh lebih besar. Hilangnya kepadatan dan massa tulang membuat melemahnya tulang.
Â
Advertisement