Liputan6.com, Jakarta - The Body Shop Inggris terancam bangkrut, kurang dari tiga bulan setelah perusahaan ekuitas swasta Jerman Aurelius membelinya dengan harga sekitar 207 juta pound sterling, sebut para administratornya. Situasi ini dilaporkan menyusul penjualan yang mengecewakan selama Natal 2023.
Melansir Euronews, Rabu, 14 Februari 2024, kondisi terkini diperkirakan akan menyebabkan dua ribu karyawan di sekitar 100 gerai terancam mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Namun, waralaba internasional perusahaan diperkirakan tidak akan terpengaruh.
Didirikan pada 1976 di Brighton oleh mendiang Dame Anita Roddick, pengecer produk kecantikan ini sekarang berkantor pusat di London, dengan sekitar 200 toko di seluruh Inggris. Selama bertahun-tahun, perusahaan ini telah berkembang jadi merek internasional yang mengambil sikap tegas terhadap perdagangan etis dan mengecam pengujian pada hewan.
Advertisement
Selain Aurelius, perusahaan juga mendapat tawaran akuisisi dari firma ekuitas swasta lain, seperti Epiris, pemilik toko buku Waterstones Eliott Advisors, dan Alteri Investors. Ketika diambil alih, The Body Shop beroperasi di sekitar 70 negara, dengan sekitar tiga ribu toko dan 10Â ribu karyawan.
The Body Shop telah menunjuk FRP Advisory untuk proses restrukturisasi, yang diharapkan dapat menemukan cara memangkas biaya secara signifikan, terutama soal harga sewa dan properti. FRP juga akan berusaha menjaga perusahaan berjalan dengan cara yang lebih kompetitif dan hemat biaya, sehingga merek tetap dapat diterima klien dalam jangka panjang.
Pindah-Pindah Kepemilikan
The Body Shop mengatakan dalam sebuah pernyataan, dilansir Sky News, "Administrator sekarang akan mempertimbangkan semua opsi untuk menemukan jalan ke depan bagi bisnis ini dan akan memberi informasi terbaru pada kreditor dan karyawan pada waktunya."
Perusahaan juga meyakinkan pelanggan bahwa toko akan terus buka selama proses ini, "memastikan pelanggan akan dapat terus berbelanja produk favorit mereka di dalam toko dan online."Â The Body Shop mengalami kemerosotan dalam beberapa tahun terakhir.
Retailer itu telah berpindah tangan beberapa kali, yang sebelumnya dimiliki raksasa kecantikan L'Oreal dan jaringan kosmetik Brasil Natura. Setelah pengambilalihan Aurelius, laporan menunjukkan bahwa kelompok ekuitas swasta memutuskan Body Shop tidak memiliki modal kerja sebanyak yang diharapkan.
Merek ini juga disebut "mungkin berada dalam kondisi yang lebih buruk dari perkiraan sebelumnya." Hal ini menyebabkan perusahaan mengambil keputusan untuk menutup cabang Body Shop at Home, yang ternyata tidak berjalan dengan baik.
Â
Advertisement
Kalah Saing?
Saingan lama, seperti L'Occitane, dan pesaing baru, seperti Lush dan Bath and Body Works, yang juga menentang pengujian pada hewan dan fokus pada keberlanjutan, telah melemahkan Body Shop di pasar Inggris. Perusahaan juga mengungkap akan lebih fokus pada pemasaran digital dan berbagai saluran penjualan selama proses restrukturisasi untuk menjangkau segmen populasi muda yang lebih besar.
"Saat kita masih muda, The Body Shop adalah rajanya," kenang Diane Wehrle, pakar ritel dan kepala eksekutif di Rendle Intelligence and Insights, lapor BBC. "Tapi bagi generasi muda, ini adalah merek (yang dipakai) ibu mereka."
"Itu dibeli oleh L'Oreal," kata konsultan ritel Mary Portas, mengacu pada kesepakatan pada 2006 ketika pendiri The Body Shop Dame Anita Roddick dan suaminya Gordon menjual bisnisnya ke raksasa kosmetik dan kecantikan Prancis dengan harga lebih dari 650 juta pound sterling.
"L'Oreal tahu cara menggunakan merek," katanya. "L'Oreal tidak tahu cara menjalankan toko ritel sehingga mereka sangat bersemangat."
Â
Bagaimana Nasib Bisnis The Body Shop Indonesia?
Jiwa dalam kasus The Body Shop adalah Dame Anita, menurut Portas. Ia memulai bisnisnya dari sebuah toko di Brighton pada 1976, terinspirasi bahan-bahan alami yang ia lihat saat bepergian ke luar negeri, seperti mentega kakao.
Pada saat yang sama, Dame Anita secara tidak sengaja memelopori praktik pelanggan yang membawa kembali wadah kosong untuk diisi ulang di dalam toko. "Kami mendaur ulang semuanya," katanya saat itu. "Bukan karena kami ramah lingkungan, tapi karena kami tidak punya cukup botol."
Ketika The Body Shop berpindah ke pemilik yang berbeda, pesaing di kategori merek kecantikan berbahan alami bermunculan. Wehrle berpendapat, "Saya pikir apa yang terjadi selama 20 tahun terakhir adalah sejumlah besar pendatang telah memasuki ruang keberlanjutan dan alami yang dulu hanya ditempati The Body Shop."
"The Body Shop sendiri belum benar-benar mengembangkan konsepnya, tapi semua kompetitor telah mendukungnya dan tidak hanya memiliki keunggulan dalam hal keberlanjutan, namun beberapa juga memiliki branding yang sangat baik," ujarnya. "The Body Shop sebenarnya tidak mengalami kemunduran, namun belum bergerak saja."
Terkait nasib bisnisnya di Indonesia, Tim Lifestyle Liputan6.com sudah menghubungi The Body Shop Indonesia, namun belum mendapat balasan sampai artikel ini dimuat.
Advertisement