Liputan6.com, Jakarta - Kabar duka disampaikan keluarga besar Daiso, jaringan toko penjual pernak-pernik global. Pendiri Daiso, Hirotake Yano meninggal dunia di usia 80 tahun.
Dalam pernyataan tertulis yang disampaikan pada Senin, 19 Februari 2024, miliuner asal Jepang itu meninggal akibat gagal jantung pada Senin, 12 Februari 2024. Upacara pemakaman digelar tertutup yang dihadiri oleh para anggota keluarga dekat.
"Dengan kesedihan yang mendalam, kami mengumumkan meninggalnya Pendiri dan Mantan Presiden Daiso Industries Company Limited, Bapak Hirotake Yano, Senin lalu," kata Daiso di situsnya, dikutip dari BBC, selasa (20/2/2024). Pertemuan peringatan kematiannya akan diadakan dalam waktu dekat, tambah rilis tersebut.
Advertisement
Daiso disebut sebagai toko 100 yen. Yano membuka toko ritel diskon pertamanya pada 1972 dan dikenal sebagai pionir model bisnis toko harga murah di negaranya.
Setelah lulus dari Universitas Chuo di Tokyo pada 1967, Yano melakoni sejumlah pekerjaan, termasuk mengelola perikanan milik ayah mertuanya hingga perusahaan tersebut bangkrut. Pada 1972, di usia 29 tahun, ia mendirikan bisnis pertamanya, sebuah toko penjual kaki lima bernama Yano Shoten, atau Yano Store.
Lima tahun kemudian, dia mengubah nama perusahaannya menjadi Daiso, yang berarti 'menciptakan sesuatu yang besar'. Tempat ini menjadi terkenal karena semua barangnya masing-masing berharga 100 yen.
Yano mengatakan bahwa dia dan istrinya Katsuyo mendapati bahwa menentukan harga produk secara berbeda terlalu memakan waktu sehingga mereka memutuskan untuk mengenakan harga 100 yen untuk setiap item. Daiso menjadi sukses ketika perekonomian Jepang mengalami stagnasi di era 1990an dan pelanggan menjadi lebih sadar akan harga.
Gong Kesuksesan Daiso
Mengutip The Japan Times, Daiso mulai memperluas bisnis toko 100 yen pada 1991. Hal itu bertepatan dengan pecahnya gelembung ekonomi Jepang, yang menyebabkan konsumen berupaya untuk lebih meningkatkan nilai yen mereka, dan pengecer dengan harga murah berada dalam posisi yang tepat untuk memanfaatkan perubahan kebiasaan belanja.
Kesuksesan perusahaan membuat Yano masuk dalam Indeks Miliarder Bloomberg. Putranya, Seiji Yano mengambil alih posisinya sebagai presiden perusahaan pada 2018.
Daiso membuka kantor luar negeri pertamanya di Taiwan pada 2001, dan memiliki 990 toko di luar negeri pada Desember 2023. Namun, mayoritas gerai Daiso terkonsentrasi di Jepang dengan jumlah yang dimiliki mencapai 4.360 toko. Dalam beberapa bulan terakhir, perusahaan ini telah berekspansi ke Amerika Serikat dengan membuka gerai ritel baru di Texas dan California.
Pengecer tersebut, yang ditandai dengan papan tanda berwarna merah jambu cerah, menjual sekitar 76.000 produk, mengembangkan ratusan produk baru setiap bulannya. Mereka menjual beragam produk, dari cokelat hingga baterai. Kesuksesan Daiso itu memicu banyak penirunya di luar negeri.
Advertisement
Miniso Ubah Nama
Dari beragam merek, Miniso termasuk salah satu peniru Daiso yang berasal dari China. Namun, penamaan dan penggunaan huruf katakana membuat banyak konsumen salah paham.
Melansir VICE World News, Selasa, 23 Agustus 2022, pihak Miniso nekat meniru estetika dan etalase rantai pakaian kasual UNIQLO. Produk mereka lebih murah, versi tiruan dari barang-barang desainer dari merek peralatan rumah tangga Muji. Logo mereka bahkan menampilkan huruf katakana Jepang, yang diucapkan sebagai "Meisou."
Cara itu berhasil menarik perhatian yang dibuktikan lewat pembukaan lebih dari 5.100 toko tersebar di seluruh dunia, dari ibu kota Korea Utara hingga Broadway Avenue di New York. Namun pada pertengahan 2022, Miniso me-rebranding wajahnya dengan menyatakan bahwa mereka 'terus bangga jadi merek China'.
Dalam kesempatan itu, perusahaan pun meminta maaf karena berpura-pura jadi merek Jepang hingga menyakiti perasaan konsumen Tiongkok. Manajemennya berjanji meminta pertanggungjawaban staf senior atas "kesalahan parah." Miniso juga bersumpah untuk "mengekspor budaya dan nilai-nilai China yang benar."
Awal Mula Masalah
Strategi pemasaran perusahaan yang terdaftar di New York itu telah mendapat sorotan dan memicu kecaman karena ketegangan politik dengan Tokyo memicu sentimen anti-Jepang di China. Dalam sebuah pernyataan di platform media sosial China, Weibo, Miniso mengatakan sangat malu karena telah mempromosikan labelnya sebagai "merek desainer Jepang" pada tahap awal pengembangannya.
Pihaknya menggambarkan keputusan tersebut sebagai "arah yang salah." Perusahaan, yang berbasis di Kota Guangdong di Chna selatan, mengatakan telah mulai "de-Japanisasi" sejak 2019 dan akan menghapus elemen apa pun yang mereferensi ke Jepang dari materi pemasaran dan etalasenya pada Maret 2023.
Pernyataan yang dimaksud muncul setelah perusahaan tersebut menyebabkan reaksi di kalangan warganet China, awal Agustus 2022. Pemicunya adalah Miniso Spanyol secara keliru menggambarkan Putri Disney yang mengenakan cheongsam China dalam koleksi mainan baru-baru ini sebagai geisha Jepang.
Perusahaan China itu kemudian mengeluarkan permintaan maaf dan menuntut agennya di Spanyol menghentikan agensi yang menjalankan akun media sosialnya. "Kami mengagumi peradaban sejarah yang panjang dan pencapaian budaya China yang luar biasa," tulis Miniso Spanyol kemudian dalam sebuah unggahan Instagram.
Advertisement