Liputan6.com, Jakarta - Seorang wanita Amerika Serikat keturunan Palestina dijemput paksa tentara Israel (IDF) di rumah keluarganya di Tepi Barat, Senin, 5 Februari 2024. Perempuan bernama Samaher Esmail (46) asal Gretna, Louisiana, Amerika Serikat ini ditangkap karena tuduhan menghasut orang di sosial media, sebut juru bicara IDF.
Kini keluarganya di AS dan pemerintahan Biden sedang mencari informasi tentang keberadaan dan kasusnya. Melansir dari CBS News, Kamis, 29 Februari 2024, putra Esmail yang berada di Louisiana memberikan keterangan bahwa tentara IDF memaksa masuk ke rumah keluarga di kota Silwad, Tepi Barat, yang diduduki Israel, Senin, 5 Januari 2024.
Baca Juga
Mereka kemudian membawa Esmail tanpa pemberitahuan. Sampai saat ini, keluarga belum mendengar kabar keberadaan Esmail.
Advertisement
Sebuah video yang diunggah ke media sosial oleh putranya menunjukkan kendaraan lapis baja milik IDF di luar rumah mereka. Gambar dan video yang dibagikan kepada CBS News menunjukkan kejadian setelah penangkapan Esmail yang menyebabkan jendela pecah dan barang-barang berserakan di kamar tidur.
"Mereka membawanya keluar tanpa jilbabnya," kata putra Esmail, Ibrahim Hamed.
"Sepertinya mereka bahkan tidak menghormatinya," tambah Hamed.
Dalam pernyataan kepada media, IDF membantah Esmail ditahan oleh polisi Israel, bukan oleh militer. Ia dituduh menghasut setelah mengunggah konten di media sosial yang merujuk pada Hamas. Hamed mengatakan unggahan ibunya di media sosial hanya menyerukan kemerdekaan Palestina dan tidak mendukung Hamas secara khusus.
"Banyak warga Palestina yang tidak mendukung Hamas, mereka ingin mengakhiri pendudukan Palestina oleh Israel. Ketika warga Palestina mengatakan 'Kami kuat, kami akan melewati penjajahan ini' bukanlah hal yang mendorong aksi kekerasan," tambah Hamed.
Penghapusan Kebebasan Berpendapat
IDF mengatakan pihaknya tidak dapat memberikan informasi lebih lanjut mengenai aktivitas media sosial yang menyebabkan penangkapan Esmail. Adik perempuan Esmail, Sana Esmail, menyatakan sangat prihatin dengan keadaan Esmail karena ia didiagnosis menderita kanker ovarium dan membutuhkan pengobatan.
Departemen Luar Negeri Amerika mengatakan bahwa mereka mengetahui laporan mengenai seorang warga negara Amerika yang ditangkap di Tepi Barat. Mereka sedang mencari informasi tambahan serta siap untuk memberikan semua bantuan konsuler yang diperlukan.
Keluarga Esmail telah meminta pemerintah AS untuk melakukan apa pun untuk menjamin keselamatannya. "Kami tidak tahu di penjara mana dia berada. Sangat sedikit informasi yang kami ketahui dan banyak informasi yang hanya desas-desus," kata Hamed.
Para advokat dan organisasi pembela hak asasi manusia di Israel telah membunyikan peringatan segera setelah dimulainya operasi Israel melawan Hamas di Gaza. Para advokat menggambarkan operasi militer ini sebagai bentuk penghapusan kebebasan berpendapat di Palestina, terutama wilayah yang diduduki oleh tentara Israel.
Advertisement
Pemuda Tewas Tertembak di Tepi Barat
Sebelumnya, Tawfic Abdel Jabbar (17), seorang remaja laki-laki Palestina-Amerika menjadi korban tembakan senjata Israel di kota yang sama dengan Esmail, di Silwad, Tepi Barat. Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan pihaknya merasa terpukul dengan pembunuhan Jabbar di Tepi Barat pada 19 Januari 2024.
"Kami terus menjalin hubungan untuk mendesak Pemerintah Israel seputar kematian Jabbar yang mengkhawatirkan," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS kepada CBS News.
"Kami memahami bahwa pemerintah Israel saat ini sedang menyelidiki insiden tersebut. Kami mendesak agar hal ini dilakukan secepatnya dan kami sangat ingin melihat temuan bukti-bukti sesegera mungkin, termasuk dengan langkah-langkah akuntabilitas yang akan diambil oleh Pemerintah Israel," tambahnya.
Polisi Israel mengonfirmasi kepada CBS News bahwa mereka sedang menyelidiki pembunuhan tersebut. Dilaporkan bahwa penembakan terhadap Jabbar melibatkan petugas penegak hukum yang sedang tidak bertugas, seorang tentara, dan seorang warga sipil.
Pihak IDF menyatakan bahwa pelepasan peluru tersebut ditujukan kepada pihak yang dianggap bersalah pada aktivitas pelemparan batu di sepanjang Highway 60, Tepi Barat. Tidak ada temuan dari penyelidikan polisi yang dirilis setelah kejadian penembakan tersebut.
Perdana Menteri Palestina Mengundurkan Diri
Perdana Menteri Palestina, Mohammad Shtayyeh mengumumkan pengunduran dirinya pada Senin, 26 Februari 2024. "Keputusan untuk mengundurkan diri diambil mengingat eskalasi politik, keamanan, dan ekonomi yang terkait dengan agresi terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza dan eskalasi yang belum pernah terjadi sebelumnya di Tepi Barat, termasuk kota Yerusalem.
Pengunduran diri Shtayyeh disebut karena besarnya tekanan AS terhadap Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas. AS dikabarkan tengah merancang struktur politik yang dapat mengatur Otoritas Palestina pascaperang antara Hamas dan Israel.
Di sisi lain, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak seruan yang mendorong pemerintahan Otoritas Palestina untuk mengambil alih Gaza. Ia menyebut bahwa Parlemen Israel serentak menolak hal tersebut karena alasan keamanan bagi Israel.
Pemerintah Otoritas Palestina menuduh keputusan Israel sebagai bentuk penyanderaan terhadap hak-hak sipil warga Palestina yang berada di Jalur Gaza. Kementerian Luar Negeri Palestina menyatakan bahwa tidak akan tunduk dengan atas pendudukan tersebut.
"Keanggotaan penuh Palestina di PBB dan pengakuan terhadap kemerdekaannya tidak memerlukan izin dari Netanyahu," sebut Kementerian Luar Negeri Palestina.
Advertisement