Sukses

Hari Perempuan Sedunia, Obsesi Tentara Israel pada Pakaian Dalam Perempuan Palestina Jadi Sorotan

Salah satu foto berlatar pakaian dalam perempuan Palestina bahkan dijadikan profil foto Tinder oleh seorang tentara Israel.

Liputan6.com, Jakarta - Saat dunia memperingati Hari Perempuan Sedunia pada Jumat, 8 Maret 2024, puluhan ribu perempuan Palestina di Gaza berjuang bertahan hidup dalam kondisi yang tidak manusiawi. Mereka hanya punya sedikit sisa pakaian untuk dikenakan, tidak ada privasi, dan hampir tidak ada makanan.

Tidak semata menghadapi momok kematian, kehancuran, dan penyakit di tengah pemboman bertubi-tubi Israel, para perempuan Palestina juga diduga jadi korban kekerasan seksual, bahkan tanpa hadir secara fisik. Di sederet unggahan media sosial, baru-baru ini, para tentara pria Israel merekam diri mengacak-ngacak barang pribadi mereka dan memamerkannya pada dunia.

Melansir TRT World, Sabtu (9/3/2024), tren ini begitu meresahkan, sehingga para ahli mengatakan bahwa perbuatan tersebut perlu diakui sebagai contoh baru pelecehan seksual. Di salah satu gambar yang diunggah di X, dulunya Twitter, terlihat dua tentara laki-laki Israel berpose dengan gembira, yang satu mengenakan bikini dan yang lainnya membuat "gerakan sugestif."

Lalu dalam sebuah video, seorang tentara merekam dirinya berjalan santai melewati puing-puing rumah untuk memperlihatkan pakaian dalam perempuan. Ada juga gambar seorang tentara Israel berpose di depan dinding yang dihiasi berbagai pakaian dalam perempuan, sebuah potret yang katanya digunakan sebagai gambar profilnya di aplikasi kencan Tinder.

Awal pekan ini, juru bicara PBB Stephane Dujarric mengakui telah melihat beberapa laporan pelecehan yang dilakukan militer Israel dan menyerukan penyelidikan sesegera mungkin. "Mereka sungguh sangat mengganggu," katanya mengenai gambar-gambar tersebut. "Mereka perlu segera diselidiki otoritas Israel."

 

2 dari 4 halaman

Apa Kata Perempuan Gaza?

Di sisi lain, perempuan di Gaza dilaporkan "kesulitan" mengomentari tren ini di tengah isu-isu lebih besar, seperti pengungsian dan kekurangan makanan dan obat-obatan, atau mereka menunjukkan tanda-tanda jadi tidak peka, menurut TRT World.

"Melihat gambar-gambar itu membuat saya merasa tidak berdaya dan kecewa pada orang-orang yang mendengar dan melihat semua yang kami serukan, dan tidak ada seorang pun yang mampu mengubah situasi kami," kata Nour yang telah mengungsi di Rafah bersama lebih dari satu juta pengungsi.

Perempuan berusia 20 tahun itu mengaku hampir menikah, dan semua persiapan telah selesai ketika perang pecah. "Saya menyaksikan tentara merusak properti kami, dan meski saya sedih, saya tidak terkejut, mengingat tentara ini telah menghancurkan segalanya," kata perempuan lain dari Gaza yang memilih untuk tidak disebutkan namanya..

"Mereka menodai masjid, menghancurkan rumah sakit, menangkap dokter, menargetkan toko roti, dan membunuh orang-orang yang berusaha menerima bantuan. Apalagi yang bisa kita harapkan dari pasukan brutal seperti ini?" sebutnya. "Mereka tidak punya nilai dan etika. Mencuri barang-barang dan memperlihatkan pakaian dalam merupakan kelanjutan dari tindakan amoral dan kekasaran mereka."

3 dari 4 halaman

Pikul Beban Masyarakat Konservatif

Ironinya, begitu banyak kematian dan kehancuran yang menimpa perempuan Palestina sehingga mereka tidak punya waktu untuk menyadari dampak pelecehan ini, kata para ahli. Apa yang dilakukan tentara Israel terhadap barang-barang pribadi perempuan tersebut hanyalah puncak gunung es dari apa yang terjadi dalam kehidupan perempuan sehari-hari, kata aktivis dan akademisi Palestina Dr Maisa Shquier pada TRT World.

Beberapa dekade sebelum perang pecah pada 7 Oktober 2023, penulis Nadera Shalhoub-Kevorkian memperkenalkan konsep "persenjataan" tubuh perempuan dalam konflik Palestina-Israel, dengan menggarisbawahi perlakuan terhadap perempuan sebagai instrumen agenda politik dan militer.

"Dalam budaya konservatif seperti Palestina, barang-barang ini sangat bersifat pribadi. Jadi ketika mereka berfoto dengan barang-barang tersebut, itu adalah pelanggaran terhadap ruang paling pribadi dalam kehidupan seseorang, sebuah penghinaan tingkat tertinggi," kata Shquier.

Lebih dari laki-laki, perempuan Palestina menderita di bawah pendudukan Israel, memikul beban masyarakat konservatif di mana pengalaman mereka selalu direduksi jadi masalah "kehormatan." Itulah sebabnya kekerasan terhadap perempuan berdampak besar pada kondisi emosi masyarakat Palestina, sebuah taktik yang sering dilakukan pasukan Israel, kata para ahli.

Shquier mengatakan, kekerasan seksual adalah bagian mendasar dari pemerintahan kolonial yang diterapkan Israel. Laporan PBB baru-baru ini mengenai Gaza mendokumentasikan berbagai bentuk kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan, ancaman pemerkosaan, dan kekerasan seksual.

4 dari 4 halaman

Ancaman Serius bagi Perempuan Palestina

Psikolog klinis Dr Betul Nesibe Ozkars mengatakan, foto-foto yang memperlihatkan pakaian dalam adalah contoh nyata pelecehan seksual, serta merupakan ancaman serius bagi perempuan Palestina.

"Tindakan ini menandakan bahwa para penindas dapat melanggar batas-batas mereka, menyerang rumah mereka saat mereka tidak ada, dan mengekspos barang-barang pribadi yang mungkin tidak mereka pilih untuk dibagikan, bahkan pada orang-orang terdekat," katanya.

Terlepas dari pelecehan dan masalah kesehatan yang mereka hadapi, kultur setempat menghalangi perempuan Palestina membicarakannya secara terbuka. Penggunaan seksualitas oleh militer sebagai senjata perang dan alat melemahkan kekuatan pihak lain membuat perempuan menganggap feminitas mereka sebagai kelemahan yang mereka coba sembunyikan.

Akhirnya, perempuan menganggap feminitas mereka sebagai titik rentan yang dapat dijadikan sasaran untuk melemahkan komunitas dan masyarakat mereka, kata Dr Ozkars. "Biasanya, setelah terjadinya pelecehan seksual, ada kemungkinan bagi perempuan melepaskan diri dari tubuhnya, mengalami keterputusan mental, serta mengalami gangguan dalam hubungan dengan feminitas dan seksualitasnya."

Selain kekerasan fisik, tindakan memperlihatkan barang-barang pribadi mereka juga mengirimkan pesan yang jelas. "Bahkan jika Anda tidak hadir secara fisik, saya dapat terus melakukan pelecehan seksual terhadap Anda," sebut Dr Ozkars.