Liputan6.com, Jakarta - Nama Mark Zuckerberg sedang viral karena sebuah buku yang kabarnya sudah lama dibaca olehnya. CEO Meta yang maenaungi Facebook dan Instagram kepincut sebuah karya dari Ibnu Khaldun yang berjudul The Muqaddimah (Mukadimah) atau Pembukaan. Perbincangan viral itu benar adanya, tepatnya Mark Zuckerberg pernah mengungkapn hal tersebut pada 2015 silam.
Dilansir dari Business Insider, Jumat, 8 Maret 2024, saat itu, Zuckerberg memilih Muqaddimah sebagai satu dari buku yang dibaca bersama komunitas A Year of Books yang digagasnya. Setiap dua pekan sekali, Zuckerberg memilih satu buku tentang kebudayaan, kepercayaan, sejarah, dan teknologi.
Baca Juga
"Buku ini membahas sejarah dunia yang ditulis oleh seorang intelektual yang hidup pada tahun 1300-an," ucap Zukckerberg pada Juni 2015. Ibnu Khaldun lahir di Tunisia pada 27 Mei 1332 dan wafat di Mesir pada pada 19 Maret 1406. Sepanjang hidupnya, ilmuwan muslim ini mengabdi sebagai sejarawan serta pakar syariah dan fikih di berbagai kesultanan di Afrika Utara.
Advertisement
Pengalaman hidup dan catatan sejarah itu dituangkan ke dalam Mukadimah. Buku yang kini membuatnya dianggap sebagai bapak ilmu sejarah dan sosiologi dunia karena karyanya muncul jauh sebelum para ilmuwan dan pemikir di Barat mengulasnya. Menurut Zuckerberg, yang menarik pada buku Mukadimah adalah fokus pada alur kemunculan masyarakat dan kebudayaan, termasuk timbulnya kota, politik, perdagangan, dan ilmu pengetahuan.
Meski ada beberapa hal yang sekitar 700 tahun kemudian terbukti harus direvisi, tapi Mark merasa buku itu layak dibaca agar bisa mengetahui pandangan tentang dunia yang dipahami ketika itu. Ajakan membaca Mukadimah tersebut disambut sekitar 10 ribu pengguna Facebook. Pilihan buku oleh Zuckerberg ini juga mengundang lebih dari 5.000 komentar.
Pemilik nama lengkap Abu Zayd 'Abd al-Rahman ibn Khaldun, ini berasal dari keluarga terpandang yang dapat menikmati pendidikan di masa mudanya dengan baik. Namun kenikmatan itu berakhir usai orangtuanya meninggal saat Wabah Hitam melanda Tunis pada 1349.
Bekal Pendidikan Tinggi Ibnu Khaldun
Ia pun harus berjuang sendiri untuk membangun dirinya dalam berkarier. Pada usianya yang ke-20 tahun, ia diberi jabatan di istana Tunis dan kemudian menjadi sekretaris sultan Maroko di Fez. namun di akhir tahun 1350-an, dia dipenjara selama dua tahun karena dicurigai ikut serta dalam pemberontakan. Setahun kemudian dia dikirim ke Seville untuk membuat perjanjian damai dengan Raja Pedro I dari Kastilia.
Setelah menjalankan tugas tersebut, desas-desus ketidaksetiaan Ibnu Khaldun kepada penguasa Granada berdampak buruk pada persahabatannya dengan Ibn al-Khatib. Atas kejadian itu, Ibnu Khaldun kembali berpindah menuju Afrika dan bekerja di berbagai pos administrasi.
Pada tahun 1375, Ibnu Khaldun mencari perlindungan dari lingkungan politik yang penuh gejolak dengan suku Awlad 'Arif. Mereka menempatkan Ibnu Khaldun dan keluarganya di sebuah kastil di Aljazair, di mana dia menghabiskan empat tahun menulis Muqaddimah.
Tidak berselang lama, ia pun kembali ke Tunisia dengan tujuan untuk menetap disana. Namun tujuannya itu mengalami kegagalan lantaran penguasaan dari tanah kelahirannya itu mendorongnya untuk pergi lagi.
Berbekal pendidikannya yang tinggi, Ibnu Khaldun pun berpindah ke Mesir dan mencoba mengajar di Perguruan Tinggi Qaumiyyah di Kairo. Berkat pengalaman dan kedalaman ilmunya, ia pun diangkat menjadi hakim ketua ritus Maliki, salah satu dari empat ritus Islam Sunni yang diakui.
Advertisement
Bapak Ekonomi Islam
Saat berada di Mesir, sebagian besar waktunya telah digunakan untuk mengajar dan melakukan berbagai penelitian. Selain itu Ibnu Khaldun juga melakukan ziarah ke Mekah dan dua perjalanan ke Damaskus, yang mana kedua perjalanan tersebut disebabkan oleh kampanye Faraj melawan Tamerlane pada tahun 1400.
Sisa perjalanan hidup dari Ibnu Khaldun memang relatif lancar. Dalam kisahnya, ia meninggal pada tahun 1406 dan dimakamkan di salah satu pemakaman gerbang utama Kairo. Ibnu Khaldun juga sering disebut sebagai Bapak Ekonomi Islam karena pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis.
Buku hasil karya Khaldun menjadi bacaan utama bagi orang-orang yang ingin mempelajari sejarah, ilmu sosial, ilmu politik, dan ilmu ekonomi. Ibnu Khaldun juga mendapat banyak gelar, diantaranya ahli sejarah, ilmu sosial, dan ilmu politik. Melansir kanal Islami Liputan6.com, 30 November 2022, karya lain Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi di antaranya, at-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya).
Ibnu Khaldun Jadi Perhatian Dunia Barat
Dr. Bryan S. Turner, guru besar sosiologi di Universitas Aberdeen, Skotlandia dalam artikelnya “The Islamic Review & Arabic Affairs” pada 1970-an mengomentari tentang karya-karya Ibnu Khaldun. Ia menyatakan, tulisan-tulisan sosial dan sejarah dari Ibnu Khaldun hanya satu-satunya dari tradisi intelektual yang diterima dan diakui di dunia Barat, terutama ahli-ahli sosiologi yang menulis karya-karyanya dalam bahasa Inggris.”
Berkat pemikiran-pemikirannya yang brilian Ibnu Khaldun dipandang sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam. Dasar pendidikan AlQur'an yang diterapkan oleh ayahnya menjadikan Ibnu Khaldun mengerti tentang Islam, dan giat mencari ilmu selain ilmu-ilmu keislaman.
Ibnu Khaldun pertama kali menjadi perhatian dunia Barat pada 1697, ketika sebuah biografi tentangnya muncul di Bibliothèque Orientale Barthélemy d'Herbelot de Molainville. Ibnu Khaldun mulai mendapatkan perhatian lebih pada 1806, ketika Silvestre de Sacy's Chrestomathie Arabe memasukkan biografinya bersama dengan terjemahan bagian Muqaddimah sebagai Prolegomena.[7]
Pada tahun 1816, de Sacy kembali menerbitkan sebuah biografi dengan deskripsi yang lebih rinci tentang Prolegomena. Rincian lebih lanjut tentang dan sebagian terjemahan Prolegomena muncul selama bertahun-tahun sampai edisi bahasa Arab yang lengkap diterbitkan pada tahun 1858. Sejak saat itu, karya Ibnu Khaldun telah dipelajari secara luas di dunia Barat dengan minat khusus.
Advertisement