Sukses

Kisah Shaun King, Aktivis Pro Palestina Asal Amerika yang Masuk Islam di Hari Pertama Ramadan karena Tersentuh Warga Gaza

Shaun King, seorang aktivis pro Palestina asal Amerika Serikat, bersama istrinya mengucapkan syahadat sebagai tanda masuk Islam di hari pertama Ramadan.

Liputan6.com, Jakarta - Hidayah bisa datang pada siapa saja, termasuk pada penulis dan aktivis pro Palestina, Jeffery Shaun King dan istrinya, Rai King. Pasangan itu memutuskan mengucapkan dua kalimat syahadat pada hari pertama bulan suci Ramadan 2024, Senin, 11 Maret 2024, waktu setempat.

Mengutip TRT World, Selasa (12/3/2024), disebutkan bahwa keduanya berikrar masuk Islam melalui Instagram live di bawah bimbingan Omar Suleiman, teman King selama lebih dari 10 tahun sekaligus cendekiawan Muslim Amerika Serikat. Pria berusia 44 tahun itu mengaku bahwa keputusannya untuk memeluk Islam adalah karena tersentuh warga Gaza, Palestina.

"Saya sangat tersentuh melihat orang-orang yang saat ini berada di tempat yang paling berbahaya dan traumatis di muka bumi, terkadang masih bisa melihat apapun kecuali puing-puing dan sisa-sisa keluarga mereka, dan masih bisa melihat makna dan tujuan hidup," ujarnya.

Dia mengenakan keffiyeh Palestina (syal berwarna hitam-putih dengan motif kotak-kotak khas Palestina yang biasanya digunakan sebagai serban) saat ia berbicara dengan pengikutnya. Ia menyebut keputusannya tersebut karena “enam bulan terakhir penderitaan, rasa sakit dan trauma yang kita lihat di Gaza”.

"Iman dan ketaatan mereka terhadap Islam tidak hanya membuka hati saya namun juga membuka hati jutaan orang di seluruh dunia," kata King.

King telah lama menyuarakan dukungannya untuk Gaza. Sejak 7 Oktober 2023, King secara rutin membagikan unggahan di media sosial yang menyoroti kehancuran di Gaza dan menyerukan penghentian serangan Israel.

2 dari 4 halaman

Korban Rasisme dan Kejahatan Rasial

Karena aktivitasnya, King bahkan dituduh bekerja sama dengan Hamas untuk membebaskan dua sandera Amerika Serikat, yakni Natalie Raanan (17) dan ibunya, Judith Tai Raanan (59). Namun, hal itu dibantah oleh keluarga tersebut.

Menanggapi dukungannya terhadap Palestina secara online, King mengatakan Instagram pernah memblokir akunnya, padahal pengikutnya telah mencapai lebih dari enam juta pada Desember 2023. Hingga sekarang, masih belum jelas alasan Meta menonaktifkan dan menghapus akun King.

Mengapa King membela Palestina? Ternyata, hal itu dilatari pengalamannya sebagai korban rasisme dan kejahatan rasial. Ia diejek sebagai redneck (kata hinaan untuk menggambarkan anggota kelas pekerja berkulit putih di pedesaan). 

Terlebih, ia pernah ditabrak sekelompok pemuda yang rasis dengan truk pikap di sekolah. Serangan itu membuatnya terluka hingga menjalani beberapa operasi tulang belakang. Sebagai anak biracial (ras campuran) yang tumbuh di negara bagian Kentucky, Amerika Serikat, King sangat menentang rasisme.

Setelah insiden penyerangan itu, King dikunjungi sahabat SMA dan ayahnya yang berprofesi sebagai pastor. Ayah temannya itu mendorongnya untuk mempertimbangkan karir di bidang teologi.

3 dari 4 halaman

Menjadi Pendeta hingga Mendirikan Sebuah Gereja di Atlanta

King yang tumbuh tanpa ayah mengaku 'sangat terpengaruh oleh kedatangan pria ini sehingga saya ingin menjadi seperti dia'. Setelah menyelesaikan studinya, King sempat mengajar kewarganegaraan di sekolah menengah atas dan juga bekerja di sistem peradilan anak di Atlanta, sebelum memutuskan untuk menjadi pendeta di sebuah pusat Kristen di Georgia.

Pada 2008, ia mendirikan sebuah gereja di Atlanta bernama Courageous Church dan sering menggunakan media sosial untuk merekrut anggota baru, membuatnya mendapat julukan "Pendeta Facebook". Namun, empat tahun kemudian, ia mengundurkan diri dari gereja karena “stres dan kekecewaan pribadi.”

Berdasarkan pengalamannya sendiri dengan kejahatan rasial, King mengabdikan hidupnya untuk mempromosikan tujuan keadilan sosial, terutama Gerakan Black Lives Matter. Ia melakukan hal ini melalui tulisannya yang berfokus pada hak-hak sipil dan asasi manusia, hubungan ras, kebrutalan polisi, penahanan massal, dan pelanggaran penegakan hukum.

4 dari 4 halaman

Advokasi untuk hak-hak sipil

King dan istrinya saat ini tinggal di New York bersama lima anak mereka, dua di antaranya adalah hasil adopsi. Dia adalah kontributor tetap untuk media, seperti Daily Kos, New York Daily News dan The Young Turks yang sering menulis hal-hal yang berkaitan dengan kejahatan rasial.

Dalam satu artikel, King pernah menganalisis penembakan seorang remaja kulit hitam, Michael Brown, dan menentang klaim bahwa nyawa petugas polisi Darren Wilson dalam bahaya. Dia juga dianggap memimpin kampanye media sosial yang sukses. Kampanye tersebut mengarah pada identifikasi dan penangkapan tiga pria pelaku penyerangan terhadap pria kulit hitam, DeAndre Harris, pada 2017.

Melalui aktivitas tersebut, King mendirikan kelompok nirlaba, Grassroots Law Project, dan memulai beberapa kampanye baik di internet, situs web, dan organisasi termasuk HopeMob.org, Justice Together, Real Justice PAC, dan The North Star. Namun, beberapa yayasannya dituduh salah urus fiskal dan dikeluhkan rekan-rekannya selama bertahun-tahun. 

Video Terkini