Liputan6.com, Jakarta - Peraturan Pemerintah (PP) nomor 39 tahun 2021 tentang Jaminan Produk Halal hampir tiga tahun disahkan. Sementara itu, batas penerapan sertifikat halal pada produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia untuk tahap pertama akan berakhir pada 17 Oktober 2024.
Menurut aturannya, jika menolak kewajiban ini pelaku usaha akan dihadapkan pada sanksi yang tegas mulai dari penarikan barang dari peredaran sampai denda. Mengenai kesiapan restoran untuk menerapkan sertifikasi halal, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi B. Sukamdani mengatakan belum semua restoran siap.
Baca Juga
"Mungkin belum tentu semuanya siap, karena melihat jumlah restoran yang banyak dan tenaga auditornya masih terbatas," ungkap Hariyadi saat dihubungi Liputan6.com melalui sambungan telepon, Jumat, 22 Maret 2024.
Advertisement
Bahkan menurut Hariyadi, meski pihaknya sudah menyosialisasikan baik dalam forum resmi sepperti rakernas dan media sosial, masih banyak pelaku usaha yang berpikir bahwa memiliki sertifikat halal belum terlalu mendesak. "Sangat dini menyebutkan presentasenya (jumlah restoran yang memiliki sertifikasi halal), karena merasa itu belum prioritas," sambungnya.
Hal senada diungkapkan oleh Sekjen PHRI, Maulana Yusran. Ia menyebut masih banyak pemilik restoran yang belum memahami pentingnya mengurus sertifikasi halal. "Kedua yang selalu jadi masalah soal biaya dan ketiga cara mendapatkan dan lembaga mana yang bisa mereka pilih untuk mengurus jaminan halal, karena kan ujung-ujungnya adanya biaya," bebernya saat wawancara telepon dengan Liputan6.com, Jumat, 22 Maret 2024.
Pelaku Usaha Perlu Insentif untuk Sertifikasi Halal
Menurutnya persyaratan untuk memperoleh sertifikasi halal tidaklah mudah, terdapat banyak komponen yang harus mendapatkan tanda centang dari auditor. Secara nasional jumlah restoran yang telah sertifikasi halal, kata Yusran mungkin masih di bawah 50 persen dan bahkan dari sekitar 850 restoran anggota PHRI tidak sampai 10 persen yang sudah sertifikasi halal.
"Yang siap itu yang gede-gede (restoran besar), tapi kalau yang menengah ke bawah belum semuanya," katanya lagi.
Pihaknya pun menilai bahwa dalam membuat kebijakan terkait sektor usaha seperti restoran dan hotel, sebelum peraturan disahkan tidak dipikirkan lebih jauh problem yang akan dihadapi dunia usaha. "Pada saat wajib kemudian ada biaya, efek berikutnya masalah kemampuan badan usaha sendiri," sambungnya lagi.
Tidak semua restoran dalam kondisi mampu, karena untuk memperoleh sertifikasi halal belum semua restoran melihat komponen itu penting. Selain itu, sertifikasi halal sebenarnya hanya akan dilihat oleh kalangan kelas tertentu yang kelas atas sesuai target market.
"Yang jadi masalah kita pelaku usaha restoran kebanyakan membeli dari pasar rakyat jadi hulu dan hilir harus ada sertifikasinya. Ini juga jadi satu polemik dan kendala besar," papar Yusran yang menyebut salah satu solusinya pemerintah harus memberikan insentif ke pelaku usaha restoran untuk bisa mendapatkan sertifikasi halal.
Advertisement
Kemenkop UKM Bantu Sertifikasi Halal UMKM
Sementara itu, dari pihak pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) sebetulnya telah menggulirkan banyak program untuk membantu pelaku UMKM agar bisa memenuhi kewajiban sertifikasi halal. Sejak 2015--2023 Kemenkop UKM telah memfasilitasi pendampingan penerbitan sertifikasi halal secara regular sebanyak 1.051 pelaku UMKM.
Program berlanjut di 2024 dengan memfasilitasi lagi 100 Sertifikasi halal secara regular. Asisten Deputi Perlindungan dan Kemudahan Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM RI, Muhammad Firdaus mengatakan, khusus penerbitan sertifikasi halal melalui mekanisme self declare pada 2023, pihaknya telah bekerjasama dengan BPJPH Kementerian Agama dan LP3H UIN Sunan Kalijaga.
Mereka melakukan rekrutmen dan reaktivasi Pendamping Proses Produk Halal (PPH). Para Pendamping PPH ini telah berhasil mendampingi dan menerbitkan 56.209 sertifikasi halal. Selain itu, di Tahun 2024 Kemenkop dan UKM akan melakukan piloting Fasilitasi Sertifikasi Halal bagi Rumah Potong Hewan Ruminansia/Unggas (RPH R/U) rencananya akan dilaksanakan di 10 Provinsi.
"Hal ini dilakukan karena masih sedikitnya RPH R/U bersertifikat Halal yang disinyalir sebagai salah satu penyebab kesulitan Pelaku Usaha Mikro dan Kecil untuk memperoleh sertifikasi halal," ungkap Firdaus dalam wawancara tertulis dengan Liputan6.com, Jumat, 22 Maret 2024.
Berdasarkan data Sistem Informasi Halal (SIHALAL) Februari 2024, jumlah RPH – Ruminansia (RPH-R) yang memiliki sertifikat halal sebanyak 72 RPH-R dari 531 RPH-R Se-Indonesia. Sedangkan Jumlah RPH-Unggas (RPH-U) yang memiliki sertifikat Halal sebanyak 180 RPH-U dari 343 RPH-U seluruh Indonesia.
UMKM Masih Kurang Memahami Pentingnya Sertifikasi Halal
Berkaitan dengan persentase pelaku Usaha yang sudah memiliki sertifikasi halal, Firdaus menyebut berdasarkan data BPJPH per 18 Maret 2024, total sertifikat halal yang telah diterbitkan sebanyak 1.598.664. Untuk sertifikat halal dan produk yang telah bersertifikat halal sebanyak 4.069.497 Produk Sertifikat Halal.
Khusus untuk pelaku usaha mikro, jumlah sertifikat halal yang telah diterbitkan sebanyak 1.533.084 sertifikat halal dan produk yang telah bersertifikat halal sebanyak 3.166.678. Sedangkan untuk pelaku usaha kecil, jumlah sertifikat halal yang diterbitkan sebanyak 53.800 sertifikat halal dan produk yang telah bersertifikat halal sebanyak 223.869.
Lebih jauh terkait kesulitan dalam mengimplementasikan sertifikasi halal bagi pelaku UMKM, Firdaus menyebut urangnya pemahaman pelaku usaha akan pentingnya sertifikasi halal dan bagaimana cara mendapatkannya. Selain itu ada keterbatasan konektivitas internet serta terbatasnya skill pelaku usaha maupun pendamping dalam menggunakan teknologi.
Di lapangan juga masih banyak ditemukan pelaku usaha yang belum formal atau belum memiliki Nomor Induk Berusaha. Hal lainnya terkait terbatasnya SDM lembaga pemeriksa halal, komisi Fatwa dan komite Fatwa Halal jika dibandingkan jumlah pelaku Usaha Mikro di Indonesia.
"Mindset pelaku usaha yang berfikir kalau sertifikat halal hanya wajib untuk pelaku usaha yang sudah besar, bukan pelaku usaha mikro," katanya.
Advertisement
Fasilitas Gratis Sertifikasi Halal Masih Terbatas
Firdaus menambahkan, untuk mendukung wajib halal Oktober 2024, pihaknya memiliki kegiatan Roadshow "Kita Halalin 2024" di 15 Lokasi. Tujuannya agar bisa mendukung, mensosialisasikan dan melakukan pendampingan urgensi mandatory produk bersertifikasi halal bagi 1000 pelaku usaha mikro di masing-masing lokasi tersebut.
Dalam sosialisasinya Kemenkop dan UKM bekerjasama dengan BPJPH Kementerian Agama, Pemerintah Daerah, OPD yang membidangi KUMKM, Swasta, Lembaga Pendidikan, LP3H, PLUT KUMKM dan Para Pendamping PPH di wilayah setempat. Sementara terkait sosialisasi bagi UMKM yang berjualan online, sosialisasi masih terus dilakukan secara online melalui kanal resmi KemenkopUKM.
Selain itu, sambung Firdaus menyebut pihaknya juga bekerjasama dengan penyedia platform digital di Indonesia dan KNEKS, saat ini telah dijajaki penyusunan pemberian flagging atau tanda bagi merchant marketplace atau mitra pelaku usaha yang berjualan diplatform digital yang telah bersertifikasi halal atau yang dalam tahap proses pendampingan sertifikasi halal.
Terkait masalah biaya yang masih menjadi kendala untuk mendapatkan sertifikasi halal, menurut Firdaus, Kementerian Koperasi dan UKM, sangat dimungkinkan memberikan fasilitasi layanan gratis bagi UMK. Hal ini jadi salah satu program strategis, namun dalam implementasi fasilitasinya pihaknya berikan dengan alokasi pembiayaan yang terbatas disesuaikan dengan ketersediaan anggaran kami.
"Dan apabila ketersediaan anggaran kami tidak memadai, tentunya melalui sinergi multipihak yang mempunyai program serupa, diharapkan dapat mendorong akselerasi penerbitan sertifikasi halal," tandas Firdaus.