Sukses

Aktivis Daniel Frits Ditahan Usai Kritik Tambak Udang di Karimunjawa, Greenpeace Desak Dibebaskan

Daniel Frits dituntut 10 bulan penjara oleh jaksa, karena menyuarakan kritik terhadap tambak udang ilegal di Karimunjawa yang mencemari daerah pesisir, dan merusak lingkungan laut Taman Nasional Karimunjawa, lewat akun Facebooknya.

Liputan6.com, Jakarta - Seorang aktivis lingkungan yang juga mantan dosen, Daniel Frits Tangkilisan sedang banyak dibahas di media sosial. Daniel Frits dituntut 10 bulan penjara oleh jaksa, karena menyuarakan kritik terhadap tambak udang ilegal di Karimunjawa yang mencemari daerah pesisir, dan merusak lingkungan laut Taman Nasional Karimunjawa, lewat akun facebooknya pada 12 November 2022 lalu.

Informasi itu beredar luas di media sosial, salah satunya di akun Instagram Greenpeace Indonesia yaitu @greenpeaceid pada 23 Maret 2024, Menurut akun tersebut, ada berbagai kejanggalan dalam proses pemeriksaan Daniel, mulai dari proses penyidikan yang dilakukan tanpa didahului penyelidikan, proses pelimpahan kasus ke kejaksaan yang super singkat, proses persidangan yang diburu-buru serta tidak diperbolehkannya melakukan live streaming selama persidangan.

"Ini lagi-lagi adalah bentuk pembungkaman terhadap masyarakat yang memperjuangkan lingkungan hidup, yang melawan kepentingan bisnis penguasa dan pengusaha kotor," tulis unggahan tersebut. "Alih-alih menindak tambak udang ilegal yang berada di area Taman Nasional Karimunjawa dan jelas melanggar hukum, pemerintah dan penegak hukum malah lebih sibuk melakukan kriminalisasi terhadap masyarakat kecil yang memperjuangkan lingkungannya,” sambungnya.

Tidak hanya Daniel, ada tiga warga penentang tambak lainnya, yang juga dilaporkan ke Polda Jateng menggunakan UU ITE.  Unggahan itu melanjutkan, apa yang disuarakan Daniel dan warga telah dilindungi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pasal 65 menyebutkan, setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Pasal 66 menyebutkan, setiap orang yang memperjuangkan hak lingkungan hidup yang baik dan sehat yang didasarkan pada itikad baik tidak bisa dituntut secara pidana ataupun digugat secara perdata.

"Karena itu mari berikan dukungan kepada Daniel dan warga Karimunjawa melalui ➡️ change.org/bebaskandaniel dan desak @kejaksaannegerijepara untuk Bebaskan Daniel dari Segala Tuntutan!” lanjut unggahan Greenpeace Indonesia.

Sementara menurut Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dalam keterangan di laman resminya pada Senin, 25 Maret 2024, pelaporan terhadap aktivis lingkungan hidup menggunakan Pasal-Pasal seperti 28 ayat (2) tentang ujaran kebencian dan 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik berdasarkan UU ITE masih saja terus terjadi.

 

 

2 dari 4 halaman

Aktivitas Tambak Udang di Karimunjawa

Dua Pasal ini dinilai memuat aturan yang ambigu sehingga mudah sekali digunakan untuk menjerat orang-orang yang aktif bersuara mengenai kepentingan publik. Menurut mereka, Daniel Frits adalah salah satunya.

Ia aktif bersuara mengenai aktivitas tambak udang di kawasan Karimunjawa. Salah satu komentarnya di Facebook membuat dirinya dilaporkan oleh seseorang pada akhir 2022. Kasusnya lalu dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri Jepara, yang selanjutnya diperiksa di Pengadilan Negeri Jepara. Sidang ini sudah berlangsung sejak 1 Februari 2024.

Berdasarkan proses persidangan khususnya setelah pemeriksaan saksi dan ahli, serta surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang telah dibacakan pada 19 Maret 2024, ICJR mengirim Amicus Curiae (sahabat pengadilan) terkait perkara ini pada 25 Maret 2024. Terdapat empat catatan yang ICJR sebutkan dalam Amicus ini.

Pertama, Jaksa Penuntut Umum menggunakan materi pasal yang diatur dalam UU ITE tahun 2016. Materi muatan tersebut telah diubah melalui UU ITE baru yaitu UU No. 1 Tahun 2024. Rumusan pasal 28 ayat (2) telah diubah dan diperjelas mengenai frasa “antargolongan”.

Dalam undang-undang baru ini, tidak ada lagi istilah SARA, melainkan disebutkan kelompok mana saja yang dimaksud dalam pasal. Selanjutnya, rumusan pasal 27 ayat (3) serta ancaman hukumannya juga berubah. Berdasarkan asas Lex Favor Reo yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP, Majelis Hakim seharusnya menggunakan ketentuan paling baru yang ada dalam UU No. 1 Tahun 2024.

 

3 dari 4 halaman

Pro dan Kontra di Masyarakat Karimunjawa

Kedua, komentar Daniel tidak tepat dianggap sebagai bentuk ujaran kebencian terhadap individu atau kelompok. Meski Jaksa Penuntut Umum (JPU) beranggapan bahwa komentar Daniel berakibat pada adanya pro dan kontra di masyarakat Karimunjawa, perbedaan pendapat tersebut tidak termasuk dalam kategori antargolongan yang dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE. 

Jika kita merujuk pada Pasal 28 ayat (2) yang baru, pasal ini dibuat untuk mencegah timbulnya rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik.

Ketiga, komentar Daniel tidak tepat dikenakan pasal pencemaran nama baik. Dalam Pasal 27 ayat (3), tuduhan yang dilakukan haruslah diniatkan untuk merendahkan martabat orang tertentu. Delik ini harus menyasar orang perorangan atau individu, bukan sekelompok orang atau badan hukum, sehingga harus jelas orang yang disasar. Daniel tidak menyasar orang-perorang sehingga tidak tepat mengenakan pasal tersebut.

Kemudian, unsur “menuduhkan sesuatu hal” juga harus merupakan perbuatan, misalnya menuduhkan orang melakukan korupsi atau perbuatan lain dengan tujuan merendahkan martabat. Komentar Daniel, walaupun mungkin dianggap keras, tetap hanyalah penilaian semata terhadap kondisi yang ada di sana. Idiom “otak udang”, bukan merupakan bentuk perbuatan tertentu, sehingga tidak tepat dikenakan pasal pencemaran sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat (3) UU ITE jo Pasal 310 KUHP.

4 dari 4 halaman

Pedoman dalam Menangani Perkara Lingkungan

Keempat, perkara ini memenuhi unsur Anti SLAPP. Pasal 66 UU 32 Tahun 20009, melindungi setiap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup dari gugatan atau laporan pidana. Laporan seperti ini sering disebut sebagai SLAPP, sehingga Pasal 66 menjadi perlindungan bagi pembela lingkungan atau ketentuan tentang Anti SLAPP.

Mahkamah Agung juga telah menerbitkan Perma No. 1 Tahun 2023 yang memberikan pedoman kepada Hakim dalam menangani perkara lingkungan, salah satunya tentang SLAPP. Menurut ICJR, jika bisa dibuktikan bahwa Terdakwa melakukan perbuatannya karena berhubungan dengan pembelaan terhadap lingkungan, Hakim dapat memutus lepas. Kasus Daniel, menurut kami, memenuhi syarat dalam Perma ini.

Berdasarkan empat catatan tersebut, Daniel seharusnya diputus lepas atau bebas. Bagi ICJR, berdasarkan catatan dalam Amicus Curiae yang telah disusun, perkara ini sejak awal sudah tidak layak untuk ditindaklanjuti oleh penegak hukum.

Sejak di Kepolisian, perkara ini semestinya sudah dihentikan. Atau, Jaksa yang memiliki kewenangan untuk melimpahkan atau menghentikan proses penuntutan atau diskresi penuntutan sebagai dominus litis, seharusnya sudah menghentikan perkara ini berdasarkan kewenangannya. Salah satunya berdasarkan kewenangan yang disebutkan dalam Pedoman Jaksa Agung Nomor 8 Tahun 2022 mengenai kasus SLAPP.

ICJR berharap Majelis Hakim dapat mempertimbangkan secara hati-hati terkait fakta hukum serta ketentuan lain terkait kebebasan berpendapat serta pengaturan Anti SLAPP yang juga sudah diatur dalam Perma No. 1 Tahun 2023.