Liputan6.com, Jakarta - Galeri Nasional Indonesia sedang direvitalisasi sejak 2023. Yang jadi fokus transformasi adalah ruang pameran tetap galeri yang berlokasi di seberang Stasiun Gambir, Jakarta Pusat.
Dalam rilis yang diterima Tim Lifestyle Liputan6.com, Selasa (2/4/2024), proses revitalisasi saat ini sudah mencapai 80 persen dan diproyeksikan akan selesai pada Agustus 2024. Dengan perubahan yang dilakukan, Pameran Tetap Galeri Nasional diharapkan bisa menghadirkan desain dan alur ruangan yang baru dengan interior yang menarik bagi pengunjung.
Baca Juga
"Transformasi yang sedang dilakukan di Galeri Nasional Indonesia bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas dan memperkaya pengalaman pengunjung, dengan komitmen kuat untuk meningkatkan standar profesionalisme dalam pengelolaan museum dan warisan budaya," kata Ahmad Mahendra, Plt. Kepala Indonesian Heritage Agency (IHA) yang bertanggung jawab atas pengelolaan 18 museum dan 34 situs cagar budaya.
Advertisement
Lewat revitalisasi itu, Galeri Nasional menambah sederet fitur baru yang membuat galeri semakin inklusif. Di dalamnya termasuk pengantar tema pameran melalui video bahasa isyarat untuk melayani teman-teman tuli dan fasilitas lift untuk membantu lansia dan disabilitas.
Penanggung jawab Galeri Nasional Indonesia, Jarot Mahendra menambahkan meski Galeri Nasional sedang tutup untuk kunjungan publik karena direvitalisasi, proses kurasi koleksi pameran tetap berjalan.
"Ke depannya, kurasi pameran tetap tidak lagi mengedepankan lini masa perkembangan seni rupa Indonesia, melainkan fokus pada tematik koleksi seni rupa yang dimilikinya, sehingga akan lebih menarik minat masyarakat, khususnya generasi muda, untuk berkunjung ke Galeri Nasional," katanya.
Penataan Ulang Koleksi Galeri Nasional
Kurator Galeri Nasional Indonesia, Bayu Genia Krishbie menerangkan lebih lanjut soal pendekatan tematik yang akan diterapkan di ruang pameran tetap wajah baru nanti. Itu dilakukan dengan mengelompokkan kecenderungan visual atau subject matter yang muncul dalam tradisi masing-masing karya.
"Tema-tema yang kemudian dirumuskan merentang mulai tradisi potret, lanskap alam, persoalan bentuk, spiritualitas, hingga interkonektivitas manusia pasca-globalisasi. Selain itu, koleksi internasional yang dimiliki GNI juga dikurasi kembali melalui narasi mengenai seni rupa kontemporer Selatan yang direpresentasikan oleh karya-karya dari Pameran Seni Rupa Kontemporer Negara-Negara Non-Blok 1995," ujar Bayu.
Sebagai museum seni rupa modern dan kontemporer, Galeri Nasional Indonesia memiliki 1.898 koleksi seni rupa modern dan kontemporer. Galeri itu adalah etalase perkembangan seni rupa nasional, melalui berbagai program unggulan seperti MANIFESTO dan Pameran Seni Rupa Nasional, serta berbagai pameran temporer yang dikurasi secara cermat sebagai sebuah pencapaian para perupa di ranah seni rupa Tanah Air.Â
Mahendra berharap revitalisasi yang dilakukan akan membantu pelestarian koleksi seni dan artefak budaya, serta mengoptimalkan pemanfaatan ruang pameran. "Tujuan akhirnya adalah menjaga GNI sebagai pusat kegiatan seni dan budaya yang relevan secara nasional dan internasional," katanya.
Advertisement
Sebagian Koleksi Dipinjamkan ke Galeri Nasional Singapura
Salah satu koleksi Galeri Nasional Indonesia adalah lukisan karya S. Soedjojono berjudul Ibu Menjahit. Lukisan yang menampilkan figur istri Sudjojono, Mia Bustam yang sedang mengandung itu dipinjamkan oleh Galeri Nasional Indonesia ke Galeri Nasional Singapura untuk pameran bertajuk Tropical: Stories from Southeast Asia and Latin America.
Pameran yang baru saja berakhir di Galeri Nasional Singapura pada 24 Maret 2024 itu diklaim sebagai pameran komparatif ekspresi artistik besar pertama di dunia. Pameran itu mencakup karya abad ke-20, dan mengeksplorasi kisah nyata para seniman, pemimpi, dan penulis yang berani mengancam konvensi, dan memupuk solidaritas setelah kolonialisme.
Lebih dari 200 lukisan, patung, gambar, pertunjukan, dan instalasi imersif oleh lebih dari 70 seniman. Terbagi menjadi tiga tema besar yang semuanya meminjam dari tiga literatur legendaris, yakni The Myth of the Lazy Native karya sosiolog Malaysia kelahiran Bogor, Indonesia, Syed Hussein Alatas; Bumi Manusia yang dibahasaInggriskan menjadi This Earth of Mankind karya Pramoedya Ananta Toer, serta Subversive (El Filiburterismo) karya Jose Rizal, pahlawan nasional Filipina.
Masing-masing bagian mengkomparasi karya seniman Asia Tenggara dan Amerika Latin, mencoba menarik benang merah antara belahan bumi yang berbeda walau sama-sama berada di Selatan Bumi. Ditemukanlah kesamaan latar belakang sejarah, yakni dua kawasan itu mengalami era kolonialisme alias penjajahan.
Revitalisasi Museum Nasional Indonesia
Tak hanya Galeri Nasional Indonesia yang berbenah, Museum Nasional Indonesia juga demikian. Dikutip dari unggahan di Instagram @museumnasionalindonesia, 7 Maret 2024, Ni Luh Putu Candra Dewi, Penanggung Jawab Museum Nasional Indonesia, menerangkan sejumlah pembenahan yang dilakukan untuk mempercantik museum.
Salah satunya adalah menata lajur untuk menurunnaikkan penumpang di depan museum. Jika sebelumnya hanya memakai satu laju, museum kini membuat dua lajur agar memperlancar mobilitas.
"Kemudian yang pasti perbaikan sistem drainase karena biar tidak ada lagi penggenangan air," sambungnya.
Berikutnya adalah pembenahan fasad depan. Pihak museum akan memindahkan posisi blower AC di depan gedung dan menggantinya dengan taman cantik.Â
Pembenahan juga dilakukan di Taman Arkeologi yang berada di tengah gedung. Pihaknya mengaku akan menata ulang agar semakin cantik. "Akan ada permainan lighting. Ketika di malam hari, lighting juga ditata lebih cantik," ucap Putu.
Tujuannya untuk menonjolkan keaslian dan keindahan bangunan museum yang termasuk cagar budaya. "Ini yang ingin kita perlihatkan. Ini loh bangunan cagar budaya dan ini disebut Museum Nasional. Kita tetap bisa mempercantik tapi tidak menyalahi ketentuan cagar budaya itu," pungkasnya.
Advertisement