Liputan6.com, Jakarta - Sudah lazim bila turis yang ikut tur singgah di pusat perbelanjaan di sela-sela perjalanan. Yang tidak biasa adalah bila toko yang dikunjungi memaksa turis itu berbelanja. Kejadian itu dialami rombongan turis China saat mereka diajak ke toko perlengkapan tidur.
Kejadian itu direkam lewat video berdurasi 53 detik yang diunggah ke Weibo pada 27 Maret 2024. Video itu menunjukkan sekelompok wisatawan dari Provinsi Liaoning, China, yang mengaku disandera di sebuah toko kasur di Xishuangbanna, Provinsi Yunnan.
South China Morning Post melaporkan bahwa rombongan turis yang terdiri dari 37 orang tersebut diyakini telah ditahan di toko tersebut selama beberapa jam pada 26 Maret 2024 setelah menolak membeli apa pun. Dalam video itu, terdengar suara wanita di belakang kamera yang mengeluh bahwa mereka tidak diizinkan pergi.
Advertisement
"Kami tiba pada siang hari dan kami masih di sini," kata wanita itu, dikutip AsiaOne, Minggu, 14 April 2024. Anggota rombongan terlihat duduk dan berbaring di tempat tidur toko sementara staf toko tampak berjaga di dekat pintu.
Menurut platform berita China NetEase, pemandu wisata mereka telah pergi seolah membiarkan staf toko terus meminta rombongan turis itu membeli barang agar bisa pergi. Turis tersebut juga menjelaskan bahwa setiap orang telah menghabiskan 3.979 yuan (sekitar Rp9 juta) untuk mengikuti tur grup yang dikelola oleh Layanan Perjalanan Internasional Liaoning Youde.
Faktanya, mereka tidak pergi jalan-jalan sama sekali. "Saya tidak menyangka bahwa seluruh aktivitas kami di Xishuangbanna adalah tentang berbelanja," katanya.
Â
Memancing Penyelidikan
Video yang ditonton lebih dari 78.000 kali itu menjadi viral. Mayoritas warganet Tiongkok marah. Mereka juga trauma atas kasus pemaksaan belanja turis di Tiongkok.
"Ini jahat. Anda bisa merekomendasikan sesuatu melalui pemandu wisata dan berbisnis dengan jujur. Jika harganya cocok dan produknya bagus, saya yakin banyak orang akan membelinya. Sungguh keterlaluan jika menahan orang," kata salah satu komentator di Weibo.
Warganet lain berkata, "Staf berani melakukan ini, apakah mereka ingin [mendapat] masalah?"
Sementara itu, otoritas setempat juga bereaksi dengan menggelar penyelidikan resmi, lapor NetEase. Menurut Biro Pengawasan dan Administrasi Pasar Xishuangbanna, yang mengunggah pernyataan di akun WeChat resmi pada 27 Maret 2024, toko tersebut dimiliki oleh sebuah perusahaan bernama Taisi Dika Sleep Technology.
Agen perjalanan lokal, Faxian Zhilv, mengadakan tur grup atas nama Youde Travel Service. Biro juga menyatakan bahwa Taisi Dika Sleep Technology diperintahkan untuk menghentikan operasinya dan pemandu wisata dari Faxian Zhilv yang tidak berlisensi, didenda 10.000 yuan (sekitar Rp22,7 juta). Investigasi lebih lanjut sedang berlangsung, tambah biro tersebut.
Advertisement
Kasus Serupa di Korea Selatan
Pengalaman wisata serupa juga dialami rombongan turis China, tetapi lokasinya bukan di negaranya. Mereka digiring ke toko-toko dan ditekan untuk membayar program wisata opsional oleh pemandu perjalanan di Korea Selatan, kata seorang anggota parlemen, Rabu, 18 Oktober 2023.
Dikutip dari The Korea Times, Kamis, 19 Oktober 2023, setidaknya ada 24 kasus, termasuk grup turis asal Negeri Tirai Bambu tersebut ditekan oleh pemandu wisata Korea mereka untuk berbelanja atau memilih program wisata opsional. Ketidaknyamanan serupa telah dilaporkan antara 2017 dan September tahun ini, menurut dokumen yang disampaikan oleh Perwakilan Kim Seung-su dari Partai berkuasa People Power Pihaknya didapat dari Korea Tourism Organization (KTO).
Laporan tersebut mengatakan bahwa beberapa turis China dibawa ke toko dan dipaksa membeli produk kosmetik, suplemen nutrisi, dan barang bebas bea. "Pemandu dan pemimpin tur membawa kami ke toko ginseng di Seoul. Mereka membawa kami ke sebuah ruangan, mengunci pintu dan memblokir pintu masuk," sebuah laporan dari seorang turis China mengatakan dalam bahasa Korea yang diterjemahkan.
Penjualnya Warga China
Ia menambahkan bahwa kelompok tersebut dibawa ke dua toko lagi di lokasi terpencil, dengan beberapa penjualnya adalah warga negara China. Laporan lain dengan pengalaman serupa sebelumnya menjelaskan bahwa beberapa pemandu "tidak akan membiarkan kelompok tersebut meninggalkan toko kecuali kami 'membeli' dan memenuhi 'kuota penjualan yang ditentukan'.
Beberapa pemandu bahkan mengejek turis China yang menolak berbelanja dan mereka dilaporkan mengklaim bahwa berbelanja adalah bagian dari program tur yang diminta oleh pemerintah Korea. Yang lain bahkan meminta turis China untuk membayar dan berpartisipasi dalam aktivitas wisata opsional seharga 400 yuan China (Rp866 ribu) setelah mereka menolak belanja paksa.
Jika tidak, mereka harus membayar denda sebesar 1.500 yuan (Rp3,2 juta) karena menyimpang dari jadwal. Sebagian besar anggota kelompok memilih untuk membayar program "opsional" yang lebih murah.
China melarang tur kelompok ke Korea menyusul penempatan sistem pertahanan rudal A.S. di Korea pada Maret 2017. Larangan tersebut dicabut pada Agustus 2023, mengakhiri jeda selama enam tahun.
Advertisement