Liputan6.com, Jakarta - Kisah perjuangan hidup rakyat Gaza Palestina terus menyala selama konflik asimetris dengan Israel terus berlangsung. Tua muda, semua memiliki cerita, termasuk kisah Sabreen Jouda, bayi prematur yang mencoba bertahan hidup seorang diri.
Sabreen kehilangan seluruh keluarganya. Ayahnya, kakaknya yang berusia 4 tahun, dan ibunya terbunuh dalam serangan udara yang diluncurkan Israel sesaat sebelum Sabtu tengah malam, 20 April 2024. Saat itu, keluarga tersebut sedang mengungsi di Rafah, kota paling selatan Gaza.
Baca Juga
Petugas tanggap darurat mengetahui ibunya, Sabreen al-Sakani, sedang hamil 30 minggu. Petugas medis dengan segera mengoperasi caesar jenazah Sabreen begitu tiba di Rumah Sakit Kuwait untuk menyelamatkan janin yang semestinya baru akan lahir enam minggu ke depan.
Advertisement
Mengutip laporan AP, Senin (22/4/2024), Sabreen kecil sendiri hampir mati, berjuang untuk bernapas. Tubuh mungilnya terbaring dalam posisi pemulihan di atas karpet kecil sementara petugas medis dengan lembut memompa udara ke dalam mulutnya yang terbuka. Sebuah tangan bersarung mengetuk dadanya. Bayi perempuan itu selamat.
Pada Minggu, 21 April 2024, beberapa jam setelah serangan udara, dia merintih dan menggeliat di dalam inkubator di unit perawatan intensif neonatal di Rumah Sakit Emirat terdekat. Dia mengenakan popok yang terlalu besar untuknya dan identitasnya tertulis dengan pena di selotip di sekitar dadanya, "Bayi syahid Sabreen al-Sakani."
"Kami dapat mengatakan ada beberapa kemajuan dalam kondisi kesehatannya, namun situasinya masih dalam bahaya," kata Dr. Mohammad Salameh, kepala unit tersebut. "Anak ini seharusnya berada dalam kandungan ibunya saat ini, tetapi haknya dicabut."
Â
Yatim Piatu Begitu Lahir
Salameh menggambarkan Sabreen sebagai gadis yatim piatu prematur. Tapi, dia tidak sendirian."Selamat datang untuknya. Dia adalah putri dari putraku tersayang. Aku akan menjaganya. Dia adalah cintaku, jiwaku. Dia adalah kenangan akan ayahnya. Aku akan menjaganya," kata Ahalam al-Kurdi, nenek dari pihak ayah, sembari mencengkeram dadanya dan berguncang karena sedih.
Setidaknya dua pertiga dari lebih dari 34.000 warga Palestina yang tewas di Gaza sejak perang ini dimulai adalah anak-anak dan perempuan, menurut Kementerian Kesehatan Gaza. Serangan udara Israel lainnya di Rafah semalam menewaskan 17 anak-anak dan dua wanita dari sebuah keluarga besar.
Tidak semua orang segera pulih setelah serangan tersebut. "Anak saya juga bersama mereka. Tubuh anak saya tercerai-berai dan mereka belum menemukannya. Mereka tidak mengenalinya, kata Mirvat al-Sakani, nenek dari pihak ibu Sabreen.
"Mereka tidak ada hubungannya dengan apa pun. Mengapa mereka menargetkan mereka? Kami tidak tahu kenapa, bagaimana caranya? Kami tidak tahu."
Pada Minggu, 21 April 2024, para penyintas menguburkan jenazah. Anak-anak yang terbungkus berlumuran darah ditempatkan di kantong mayat dan di tanah berdebu, sementara anggota keluarga yang ditinggalkan meratap. Anak-anak kecil memperhatikan dan berusaha tetap berpijak di tepi kuburan.
Advertisement
Kuburan Massal di Rumah Sakit Nasser Gaza
Pada hari yang sama, Pertahanan Sipil Jalur Gaza mengatakan telah menemukan ratusan jenazah warga Palestina dalam kuburan massal di halaman Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, Jalur Gaza Selatan. Setidaknya 200 jenazah diambil dari dua kuburan massal di kompleks medis tersebut hingga Minggu siang waktu setempat.
Sementara pencarian berlanjut, tim penyelamat memperkirakan setidaknya ada 400 jenazah. Media lokal melaporkan beberapa jenazah yang ditemukan telah dipenggal dan kulit serta organnya telah diambil, dilansir Middle East Eye, Senin, 22 April 2024. Menurut Al Jazeera, jenazah anak-anak, wanita lanjut usia, dan pria muda termasuk di antara mereka yang ditemukan.
Tim penyelamat mengatakan tangan beberapa jenazah diikat ke belakang, diduga mereka dieksekusi dan dikuburkan di tempat. Ketika berita tentang penemuan kuburan massal menyebar, banyak orang berdatangan ke rumah sakit dengan harapan bisa menemukan anggota keluarganya yang hilang.
Kuburan massal ditemukan beberapa minggu setelah pasukan Israel mengakhiri invasi tiga bulan ke Khan Younis, tempat pasukan darat berulang kali menyerang Rumah Sakit Nasser. Naser, yang merupakan rumah sakit terbesar kedua di Jalur Gaza dan menjadi "tulang punggung" sistem kesehatan di Gaza Selatan, tidak dapat digunakan setelah serangan mematikan Israel pada Februari, saat di mana sekitar 10.000 orang berlindung di kompleks medis itu.
Serangan Israel Targetkan Rumah Sakit
Pada Maret 2024, BBCÂ merilis rekaman terverifikasi yang menunjukkan orang-orang ditahan dan berlutut di dalam kompleks setelah penggerebekan. Mereka juga memverifikasi rekaman yang mendokumentasikan 21 kejadian serangan yang menargetkan staf dan pasien selama pengepungan.
Pejabat kesehatan menuturkan tidak ada listrik dan tidak cukup staf di rumah sakit untuk merawat sekitar 200 pasien yang masih tinggal di sana setelah pengepungan. Menurut juru bicara otoritas kesehatan Jalur Gaza Ashraf al-Qudra, generator di rumah sakit mati, sehingga pasokan air terputus, sementara limbah membanjiri ruang gawat darurat, sehingga staf yang tersisa tidak mungkin merawat pasien dalam perawatan intensif.
Dia menambahkan, kurangnya pasokan oksigen, yang juga disebabkan oleh tidak adanya aliran listrik, menyebabkan kematian sedikitnya tujuh pasien. Israel mengklaim rumah sakit tersebut menampung anggota Hamas, klaim yang sering mereka gunakan ketika menyerang rumah sakit di Jalur Gaza meskipun tidak menghasilkan bukti yang dapat dipercaya.
Â
Advertisement