Sukses

ERHA Sebar Vending Machine untuk Tampung Sampah Kemasan Kosmetik dan Ditukar Poin

Saat ini, vending machine untuk menampung sampah kemasan kosmetik baru ada di Mal Kota Kasablanka, dan akan segera disebar ke berbagai titik di Jabodetabek.

Liputan6.com, Jakarta - Sampah plastik, terutama kemasan kosmetik bekas pakai, masih belum terkelola dengan baik. Banyak yang mencampurnya dengan sampah organik atau dibuang sembarangan hingga berujung mencemari laut dan sungai.

Sejumlah brand meluncurkan inisiatif untuk mengendalikan kemasan kosmetik bekas pakai mereka. Salah satu yang terbaru adalah ERHA Group yang baru saja meluncurkan Cosmetic Reverse Vending Machine atau mesin otomatis untuk menampung sampah kemasan, bertepatan dengan Hari Bumi pada 22 April 2024.

ERHA berkolaborasi dengan Plasticpay meluncurkan inovasi tersebut dengan memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence (AI). Teknologi itu diterapkan untuk mengenali berbagai bentuk kemasan yang dikembalikan. Sampah kosmetik yang disetorkan secara otomatis langsung dikonversi ke dalam bentuk reward points. Poin itu nantinya bisa dimanfaatkan oleh konsumen di erhstore.co.id.

"Ini adalah langkah preventif dari ERHA sebelum kondisi dan permasalahan akibat penumpukan sampah plastik semakin berkepanjangan dan mengkhawatirkan," kata Oemar Saputra, Head of Corporate Affairs Arya Noble, di Jakarta, dalam rilis yang diterima Tim Lifestyle Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

Vending machine itu saat ini dipasang di Mal Kota Kasablanka. Berikutnya, penyetor bisa menemukannya di AEON Mal BSD, Supermall Karawaci, dan lokasi lain di Jabodetabek.

Seluruh kemasan kosmetik bekas pakai yang terkumpul secara rutin akan didaur ulang kembali oleh Plasticpay. Mereka bekerja sama dengan mitra UMKM binaan yang hasilnya dapat dijual kembali dan menjadi bagian dari perputaran ekonomi antara pelaku usaha, pengguna produk, dan sampah plastik yang bisa kembali menjadi modal usaha.

 

2 dari 4 halaman

Terima Jenis Sampah Kosmetik Apapun

Langkah itu merupakan bagian dari program Start to Change yang dimulai sejak 2022. CEO Arya Noble, Alfons Sindupranata menyatakan bahwa program adalah upaya mewujudkan keselarasan antara bisnis dengan upaya menjaga kelestarian lingkungan. 

"Mesin ini hanyalah salah satu dari sekian program Start to Change yang harapannya bisa membawa perubahan dan berkontribusi  secara cukup signifikan terhadap pelestarian lingkungan," katanya seraya menyatakan bahwa sampah plastik kosmetik merek apapun bisa diterima.

Start to Change merupakan cara ERHA menerapkan salah satu pilar ESG, yaitu environment atau pelestarian lingkungan. Lewat program pengembalian sampah plastik kemasan kosmetik, pihaknya bersama Nara Kreatif berhasil memberikan beasiswa bagi 25 anak tidak mampu di Jakarta.

"Program ini telah berhasil mengumpulkan 623.521 kemasan kosmetik bekas pakai dan telah mengelola sebanyak 16 ton kemasan kosmetik bekas pakai ERHA serta mengajak 37.735 customer untuk berpartisipasi dalam program ini," kata Alfons lagi.

Sementara bagi konsumen, mereka berhak mendapat kompensasi atas sampah plastik yang dikembalikan. Kompensasinya mulai dari mendapatkan konsultasi gratis dengan dokter spesialis di Erha sampai treatment peeling atau deep pore cleansing therapy senilai Rp 600.000.

3 dari 4 halaman

Peningkatan Penjualan Kosmetik Belum Sebanding dengan Kesadaran Masyarakat Kelola Sampah

Jumlah sampah kemasan kosmetik meningkat seiring meningkatnya penjualan produk personal care dan kosmetik dalam beberapa tahun terakhir. Potensi market size secara nasional pada 2023 bisa mencapai 467.919 produk atau meningkat lebih dari 10 kali lipat dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Sementara, industri kosmetik Indonesia meningkat pesat selama beberapa tahun terakhir. Menurut data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, pertumbuhan jumlah industri kosmetik di Indonesia yang mencapai 21,9 persen, yakni dari 913 perusahaan pada 2022 menjadi 1.010 perusahaan pada pertengahan 2023.

Oemar menyatakan peningkatan itu belum sejalan dengan upaya pengurangan sampah plastik. Gaya hidup masyarakat serba instan ditambah kurangnya kesadaran dari berbagai pihak untuk mengendalikan jumlah sampah plastik mengakibatkan sampah semakin menumpuk.

Data terbaru dari Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) mencatat Indonesia sebagai negara penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia. Setiap tahun, sebanyak 3,2 juta ton sampah plastik tidak terkelola dengan baik. Lebih buruk lagi, sebanyak 1,29 juta ton dari sampah itu harus berakhir begitu saja di perairan laut.        

4 dari 4 halaman

Pencapaian Target Pengurangan Sampah Plastik ke Laut Meleset?

Hampir satu dasarwasa, berbagai usaha pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dilakukan untuk mengatasi persoalan sampah plastik, termasuk dengan menetapkan target pengurangan sampah plastik ke laut hingga 70 persen pada 2025. Menurut Direktur Pengelolaan Sampah KLHK, Novrizal Tahar, saat ini target baru tercapai sekitar 40 persen.

"Kalau menurut Jenna 3,2 juta ton per tahun (sampah yang dibuang ke laut), tapi karena kira punya riset kuat dari BRIN, pakai angka 600 ribu ton per tahun," ungkap Novrizal tentang data pengurangan sampah plastik ke laut, saat program Climate Talk Liputan6.com yang digelar daring pada Jumat, 26 April 2024.

Meski masih jauh dari target, pihaknya mengaku optimistis bisa mencapai 100 persen. Tantangan utama adalah karena Indonesia sangat luas dan memiliki banyak persoalan. "Tapi kita bergerak maju, terus growing dan udah on the track," tukas Novrizal.

Ia mengatakan untuk mengejar target tersebut perlu adanya akselerasi dan kolaborasi berbagai pihak. Ditanya mengenai persoalan sampah, solusinya harus dilihat dari hulu ke hilir dan tidak bisa sepotong-sepotong. Dari sisi kebijakan, pemerintah mengklaim sudah mengatur agar produsen dan industri FMCG juga ikut bertanggung jawab dengan minimal mengurangi penggunaan kemasan plastik hingga 30 persen.Â