Sukses

Jatiluwih Bali Jadi Destinasi Wisata Delegasi World Water Forum ke-10, Sajikan Pemandangan Sawah hingga Ngeteh Beras Merah

Desa Jatiluwih Bali diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia. Delegasi World Water Forum akan diajak menikmati pemandangan hingga melukat.

Liputan6.com, Jakarta - Delegasi World Water Forum ke-10 akan diajak untuk mengunjungi Desa Wisata Jatiluwih di Bali. Desa yang telah ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya dunia pada 2012 itu merupakan representasi dari pengembangan pariwisata Indonesia di masa depan, yaitu berbasis keberlanjutan lingkungan (sustainable tourism).

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan bahwa pihaknya akan terus mendukung upaya-upaya pengembangan pariwisata berkelanjutan di Jatiluwih. Forum air internasional terbesar di dunia itu akan diselenggarakan pada 18--25 Mei 2024.

"Kami sangat mendukung upaya pengembangan pariwisata berkelanjutan di Jatiluwih karena hal tersebut sejalan dengan kebijakan di Kemenparekraf yang beralih dari quantity tourism ke quality tourism," kata Sandiaga saat ditemui di Bali, Sabtu, 27 April 2024, dalam rilis yang diterima tim Lifestyle Liputan6.com.

Keistimewaan Desa Jatiluwih adalah menerapkan sistem subak dalam menghasilkan padi sebagai komoditas utama hasil pertaniannya. Menurut sumber lokal, beras merah yang dihasilkan di wilayah Jatiluwih merupakan beras merah yang terbaik di wilayah Bali. Subak merupakan organisasi tradisional yang mengatur sistem irigasi yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali.

Selain dijual, masyarakat lokal juga mengolah beras merah tersebut menjadi teh yang bermanfaat bagi kesehatan, di antaranya membantu menurunkan berat badan, menjaga keseimbangan gula darah, menurunkan kolesterol, dan sebagai sumber antioksidan. Teh beras ini telah diproduksi secara komersil dan dipasarkan di wilayah Bali.

 

2 dari 4 halaman

Terapkan Pariwisata Berkelanjutan

Ke depan, pengelolaan persawahan di Jatiluwih akan menerapkan sistem pertanian organik dengan 100 persen pupuk yang digunakan merupakan pupuk alami, misalnya seperti kotoran sapi milik penduduk lokal. Hal tersebut diharapkan semakin menambah manfaat ekonomi yang diterima oleh masyarakat setempat, serta menjadi contoh penerapan sustainable tourism karena lebih ramah lingkungan.

Hal ini juga merupakan suatu bentuk implementasi dari community-based tourism, yang melibatkan masyarakat setempat untuk saling bekerja sama dalam pengembangan pariwisata. Ketua DTW Desa Wisata Jatiluwih, Ketut Purna Jhon, menyampaikan bahwa Jatiluwih merupakan destinasi wisata yang dimiliki oleh personal. Daya tarik utamanya adalah persawahan yang dimiliki oleh banyak petani setempat.

"Jadi, kami berusaha untuk merangkul petani-petani setempat untuk bersama-sama mendukung program besar ini karena pengembangan pariwisata di Jatiluwih ini tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Perlu keterlibatan banyak pihak, terutama petani setempat, untuk akhirnya nanti menggerakkan ekonomi lokal," kata Purna.

Desa wisata Jatiluwih memiliki beberapa aktivitas wisata, di antaranya trekking sambil menikmati keindahan rice terrace atau teras ring, bersepeda, demo masak, serta berkunjung ke perkebunan kopi, alpukat, dan durian. Khusus untuk menyambut delegasi World Water Forum, pihak pengelola akan menghias desa dengan penjor.

3 dari 4 halaman

Delegasi Disambut Tarian dan Diajak Melukat

Purna juga menyatakan para delegasi akan disambut dengan tari tradisional Bali, yaitu Tari Rejang, yang diiringi dengan musik tumbuk lesung.

"Jika memungkinkan, kami juga akan menyuguhkan Jaje Laklak kepada delegasi World Water Forum. Jaje Laklak ini mirip seperti kue serabi, tetapi dibuat dengan bahan dari beras merah," katanya.

Selain berkunjung ke Jatiluwih, delegasi World Water Forum juga akan diajak untuk melakukan prosesi melukat, yang merupakan salah satu tradisi atau upacara yang biasa dilakukan oleh umat Hindu, khususnya di Bali. Melukat dimaksudkan untuk menyucikan jiwa dari hal-hal tidak baik dengan menggunakan media air yang bersumber dari mata air.

Istilah melukat sendiri datang dari kata ‘Sulukat’, yang mana ‘Su’ artinya baik, serta ‘lukat’ artinya ‘penyucian’. Secara sederhana, melukat dapat diartikan sebagai penyucian yang baik.

Pada dasarnya, melukat bertujuan untuk menyegarkan pikiran. Hal ini berkaitan dengan proses melukat yang dominan dilakukan di bagian area kepala. Selama proses melukat, para pengikut upacara melukat akan diguyurkan air suci yang diharapkan dapat membuat hati merasa lebih tenang dan menyegarkan jiwa.

4 dari 4 halaman

Indonesia Usung 3 Misi

Mengutip situs resmi World Water Forum pada Kamis, 25 April 2024, forum air itu diklaim lebih dari sekadar membahas tema 'Water for Shared Prosperity' (air untuk kemakmuran bersama). Bagi Indonesia, hal ini juga menjadi bukti bahwa kita siap berkontribusi signifikan terhadap upaya menjaga kelestarian sumber daya air dunia.

Wakil Ketua Komite Sekretariat Nasional World Water Forum ke-10 sekaligus Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan Hidup, Endra S. Atmawidjaja, menyatakan acara itu merupakan peluang emas agar Indonesia dapat berdampak signifikan terhadap arah kebijakan pengelolaan air.

"Sejak awal, Indonesia konsisten mendorong agar persoalan air dibahas pada tingkat tertinggi. Dorongan kuat dari pengambil kebijakan adalah suatu keharusan," kata Endra di Jakarta, Selasa, 23 April 2024.

Endra menyatakan bahwa Indonesia membawa tiga misi khusus yang akan disepakati dalam pertemuan di Bali. Ketiga misi tersebut adalah pusat keunggulan air dan ketahanan iklim, pengarusutamaan pengelolaan air terpadu di pulau-pulau kecil, dan kegiatan rutin Hari Danau Sedunia.

"Hal ini penting untuk dibahas karena danau merupakan salah satu sumber primer, sumber energi, bahkan berfungsi sebagai pengendali banjir," ujarnya.