Sukses

Universitas Brown di AS Penuhi Tuntutan Mahasiswa Pro-Palestina untuk Voting tentang Divestasi Israel

Keputusan mengadakan voting tentang divestasi Israel jadi kemenangan besar bagi mahasiswa pengunjuk rasa pro-Palestina yang telah mengambil alih puluhan kampus perguruan tinggi di penjuru AS.

Liputan6.com, Jakarta Universitas Brown di Rhode Island, Amerika Serikat (AS) akhirnya memenuhi tuntutan para mahasiswa pro-Palestina untuk menggelar voting tentang divestasi dari kepentingan Israel. Universitas tersebut mengumumkan langkah terbaru itu pada Selasa, 30 April 2024, setelah unjuk rasa pro-Palestina selama beberapa pekan.

Keputusan ini jadi kemenangan besar bagi mahasiswa yang telah mengambil alih puluhan kampus perguruan tinggi di penjuru AS. Para pengunjuk rasa melompat kegirangan setelah mendengar berita tentang kesepakatan tersebut dan meneriakkan, "Dengan cinta, bukan rasa takut, divestasi semakin dekat," sebelum mulai membongkar tenda mereka.

"Para pengunjuk rasa di Brown akan merobohkan perkemahan mereka di pusat kampus dan menghentikan demonstrasi sampai akhir tahun ajaran sebagai bagian dari kesepakatan yang dicapai pada Selasa," terang Rektor Universitas Brown, Christina Paxson, dilansir dari NY Times, Jumat (3/5/2024).

"Kehancuran dan korban jiwa di Timur Tengah telah mendorong banyak orang menyerukan perubahan yang berarti, sekaligus mengangkat isu-isu nyata tentang cara terbaik untuk mencapai hal ini," lanjutnya.

Ia menambahkan, Brown selalu bangga dalam menyelesaikan perbedaan melalui dialog, debat, dan mendengarkan satu sama lain. "Saya tidak bisa memaafkan perkemahan yang melanggar kebijakan universitas," ujarnya.

"Saya juga prihatin dengan meningkatnya retorika yang menghasut kita dan meningkatnya ketegangan di kampus-kampus di seluruh negeri. Saya menghargai upaya tulus dari mahasiswa kami untuk mengambil langkah-langkah guna mencegah eskalasi lebih lanjut," sambungnya.

Brown, yang merupakan salah satu perguruan tinggi bergengsi di Amerika Serikat, kabarnya jadi pihak pertama yang mencapai kesepakatan dengan pengunjuk rasa pro-Palestina. Perkemahan yang memprotes perang genosida Israel muncul di kampus-kampus nasional AS pekan lalu.

2 dari 4 halaman

Memutus Hubungan Keuangan dengan Israel

Para pengunjuk rasa Brown secara khusus menuntut agar pihak kampus melakukan divestasi finansial dari kepentingan Israel dengan menjual saham perusahaan-perusahaan Israel atau memutus hubungan keuangan. Para mahasiswa mengatakan, perusahaan-perusahaan yang melakukan bisnis di Israel atau dengan organisasi-organisasi Israel turut terlibat dalam serangan negara itu ke Gaza.

Perguruan tinggi yang berinvestasi di perusahaan tersebut, menurut mereka, ikut bertanggung jawab atas serangan itu. Dana abadi universitas membiayai segala urusan kampus, mulai dari penelitian berbasis laboratorium hingga beasiswa. Sebagian besar dana abadi itu berasal dari pengembalian investasi bernilai jutaan, bahkan miliaran dolar AS.

Para mahasiswa juga telah melobi pemerintahan Presiden AS Joe Biden untuk menghentikan bantuan militer ke Israel. Mereka mendorong gencatan senjata dalam perang tersebut, dengan alasan banyaknya korban sipil di Gaza.

Menurut Paxson, lima aktivis mahasiswa akan menyampaikan argumen mereka mengenai divestasi pada dewan universitas bulan depan. Pada September, dewan akan mendengar masukan dari komite penasihat dan akan melakukan pemungutan suara pada Oktober 2024.

Pengunjuk rasa mahasiswa tidak akan diskors atau diusir karena tindakan mereka. "Administrasi Brown telah menyetujui permintaan mahasiswa agar Korporasi menggelar voting soal divestasi setelah bertahun-tahun tekanan tak kenal lelah dari organisasi mahasiswa, 61 penangkapan mahasiswa, mogok makan selama delapan hari, dan tujuh hari berkemah," ungkap Koalisi Divestasi Brown di media sosial.

3 dari 4 halaman

Polisi Menangkan Pengunjuk Rasa di New York

"Kami mendukung para pengunjuk rasa mahasiswa saat mereka menghadapi penindasan di universitas dan kebrutalan polisi, dan rakyat Palestina saat mereka terus melawan pendudukan Israel, Kemenangan ini bukanlah akhir dari pekerjaan kami, melainkan bahan bakar untuk itu," tambahnya.

Di sisi lain, pendukung Israel menyerang kamp protes pro-Palestina di University of California (UCLA), Los Angeles, Rabu, 1 Mei 2024, beberapa jam setelah polisi New York City menangkap sekitar 300 pengunjuk rasa. Ini terjadi saat ketegangan meningkat di beberapa kampus AS.

Video saksi mata dari UCLA mengungkap orang-orang menggunakan tongkat atau tiang untuk membuat papan kayu yang digunakan sebagai barikade darurat untuk melindungi pengunjuk rasa pro-Palestina sebelum polisi dikerahkan ke kampus.

Melansir CNA, Kamis, 2 Mei 2024, polisi New York sebelumya telah menangkap demonstran protes pro-Palestina di Universitas Columbia. Mereka juga membubarkan kamp protes yang telah berlangsung dua minggu yang menginspirasi protes serupa di kampus-kampus di seluruh AS dan di luar negeri.

4 dari 4 halaman

Penolakan Perang Israel di Gaza

Penangkapan di Columbia dan City College of New York di dekatnya berjumlah sekitar 300 orang, kata Wali Kota Eric Adams. Banyak dari mereka didakwa melakukan pelanggaran dan kejahatan kriminal.

Bentrokan di UCLA dan New York adalah bagian dari aktivisme mahasiswa AS yang terbesar sejak demonstrasi anti-rasisme pada 2020. Protes tersebut dipicu serangan pada 7 Oktober 2023 di Israel selatan oleh militan Hamas.

Para pelajar telah berunjuk rasa atau mendirikan tenda di puluhan kampus di seluruh AS dalam beberapa hari terakhir, menyatakan penolakan mereka terhadap perang Israel di Gaza. Mereka menuntut kampus-kampus tersebut divestasi dari perusahaan-perusahaan yang mendukung pemerintah Israel. Banyak sekolah telah memanggil polisi untuk meredam protes.

Menjelang pemilihan presiden pada November 2024, anggota parlemen dari Partai Republik menuduh beberapa administrator universitas mengabaikan retorika dan pelecehan antisemit, dan beberapa di antaranya menuntut agar presiden Universitas Columbia mengundurkan diri. Banyak pengunjuk rasa, beberapa di antaranya adalah orang Yahudi, menolak tuduhan antisemitisme.