Liputan6.com, Jakarta - Guru merupakan profesi mulia. Dari seorang guru, maka akan tercetak sekian juta anak Indonesia penerus generasi berikutnya yang akan membangun bangsa.
Namun penghargaan terhadap profesi guru yang kerap dilabeli pahlawan tanpa tanda jasa, belumlah setimpal dengan pengabdiannya. Tak heran kalau lulusan dari pendidikan guru beralih mengadu nasibnya di bidang yang lebih menjanjikan.
Plt. Direktur Pendidikan Profesi Guru, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Adhika Ganendra mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir minat mahasiswa pendidikan yang ingin menjadi guru terbilang rendah. Namun data pada akhir 2023, sejak adanya program pengangkatan guru honorer menjadi ASN sudah mulai ada perubahan.Â
Advertisement
"Tentunya mahasiswa berpikir simpel. Jika punya kompetensi yang mumpuni, mereka lebih memilih bersaing untuk memperebutkan profesi yang lebih menjanjikan, termasuk mahasiswa lulusan ilmu pendidikan dari perguruan tinggi ternama," ungkap Adhika, saat wawancara daring dengan Tim Lifestyle Liputan6.com, Sabtu malam, 4 Mei 2024.
Permasalahan kesejahteraan guru, menurutnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya, terbitnya PP 48/2005, yang melarang pejabat pembina kepegawaian untuk mengangkat tenaga honorer menjadi ASN, kecuali ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Hal ini 'memaksa' kepala sekolah sebagai satuan pendidikan mengambil tindakan dengan merekrut pengganti guru honorer untuk mengganti guru yang pensiun.
Ini pun dilakukan agar proses belajar mengajar bisa terus berjalan. Sementara, kepala sekolah bukanlah pejabat pembina kepegawaian (tidak memiliki kewenangan merekrut pegawai). Dampaknya, status pengganti guru pensiun tersebut kurang legal, yang memengaruhi standar gaji dari pemerintah daerah dan juga legalitas untuk dapat mengikuti sertifikasi guru, agar guru bisa dapat tunjangan profesi.
Setidaknya kondisi ini dialami oleh 300 ribu sekolah di Indonesia, dengan banyak guru honorer di dalamnya. Adhika menyebut bahwa, gaji guru honorer dalam sebulan sekitar Rp300 ribu. Dana untuk gaji tersebut ada pula yang didapat pihak sekolah dengan Bantuan Operasional Sekolah (BOS).Â
"Jadi wajar jika masyarakat memandang bahwa profesi guru hanya akan dapat amal ibadah di akhirat saja," tukas Adhika lagi.
Banyak Lulusan S1 Pendidikan Melirik Profesi Lain
Lebih lanjut dia mengatakan, bahwa rata-rata sebanyak 70 ribu guru pensiun setiap tahunnya. Sementara mahasiswa lulusan pendidikan mencapai 230 ribu orang per tahun.
Namun sayangnya menurut dari data Kemendikbudristek, hanya sekitar 50 ribu lulusan ilmu pendidikan yang kemudian mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) dan berprofesi sebagai guru. Dengan fakta tersebut, pemerintah melalui Kemendikbudristek akhirnya membuat program beasiswa kepada mahasiswa lulusan pendidikan agar berminat mengambil PPG.
Dengan memiliki sertifikasi guru yang didapat setelah lulus PPG, guru bisa mendapatkan tunjangan sebesar Rp1,5 juta per bulan yang membuat banyak guru ikut terbantu. "Uang tunjangan profesi ini sangat dikejar oleh guru yang memiliki sertifikat," sambung dia.
Tunjangan profesi tersebut hanya bisa didapat jika bidang studi guru linier atau sama dengan jurusan PPG yang ia ikuti. Menurutnya hanya lima persen yang tidak mendapat tunjangan profesi, karena bidang studi dari PPG yang diikuti tidak linier atau sama dengan tugasnya mengajar di sekolah.
"Namun biasanya kalau tidak linier, guru berkoordinasi dengan kepala sekolah dan Pemda," jelasnya.
Di sisi lain, ternyata dari total 3 juta guru yang ada di Indonesia, kini baru 1,4 juta guru yang telah memiliki sertifikat pendidik. Artinya masih ada sekitar 50 persen guru yang tidak berkontribusi aktif dalam usaha mencapai titik kesetimbangan kebutuhan dan peminatan.
Â
Advertisement
Program Pengangkatan Guru Honorer Jadi ASN
Lebih jauh Adhika mengatakan, sejak 2019 pemerintah telah menggodok program pengangkatan guru honorer di sekolah negeri agar menjadi ASN untuk memenuhi kebutuhan guru. Ini dilakukan untuk mengapresiasi guru honorer yang telah berjasa menutup kekosongan kelas akibat ditinggalkan oleh guru yang pensiun.
Pengangkatan ini sudah bergulir hampir empat tahun yang menargetkan guru honorer 1 juta agar jadi guru ASN. Sejak itu, terjadi peningkatan kuantitas dan kualitas pada peserta pendaftar PPG.
Gejala peningkatan ini terlihat pada hasil seleksi lulusan mahasiswa yang akan mengikuti PPG PraJabatan. "Mudah-mudahan keberhasilan peningkatan kuantitas dan kualitas ini bisa terus konsisten dan berlanjut," harapnya.
Sementara itu, profesi guru yang dinilai belum menjanjikan masa depan tak lantas membuat lulusan ilmu pendidikan menyerah dengan harapan bahwa ke depan gaji guru akan lebih diperhatikan. Adzkia Marwa, mahasiswa jurusan Pendidikan Bisnis di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung angkatan 2020 adalah salah satunya.
Ia masih memiliki asa mengabdikan diri sebagai guru. Meski awalnya tidak begitu tertarik akan mengadu nasib dengan profesi itu, ia mengatakan hatinya terpanggil saat ikut praktik mengajar dalam program Kampus Mengajar yang diadakan oleh Kemendikbudristek. Â
"Mungkin akan dicoba dulu menjadi seorang guru, karena ingin mencari pengalaman juga sebagai guru," katanya dalam wawancara tertulis pada Jumat, 3 Mei 2024.Â
Namun, hatinya pun miris dengan nasib guru yang penghasilannya kurang layak. Menurutnya pemikiran tersebut juga dirasakan teman-teman seangkatannya yang merasa harus berpikir dua kali, jika memang ingin menjalani peran sebagai guru di tengah tuntutan ekonomi keluarga.
Â
Beralih Profesi dengan Gelar Sarjana Pendidikan
Kisah lainnya dibagikan oleh Devi Setya Lestari yang merupakan lulusan S1 Pendidikan Tata Boga dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Mulanya, ia masuk kampus tersebut setelah ikut Ujian Masuk Bersama (UMB) dengan memilih jurusan yang jarang peminatnya.
Niat awalnya, begitu bisa masuk ke universitas negeri bergengsi adalah pindah jurusan. Namun, Devi justru kini bergelar S.Pd dan memperoleh predikat akta 4 dengan lisensi mengajar.Â
"Lulus kuliah ada keinginan jadi guru, tapi tidak guru honorer. Ini prinsipku," katanya saat wawancara tertulis pada Jumat, 3 Mei 2024.
Ibu satu anak ini sempat beberapa kali ikut CPNS untuk posisi guru. Setidaknya empat kali, ia mengikuti tes CPNS di Jakarta maupun luar kota.
Namun dengan berbagai lika-likunya, wanita berjilbab ini bekerja sebagai wartawan di sebuah media online di Jakarta. "Dari masih SMA, aku emang pengen jadi wartawan. Jadi salah satu cita-citaku ya memang wartawan," sebutnya.
Namun bukan tanpa kesulitan, Devi sempat mengalami beberapa kali ditolak perusahaan karena bergelar S.Pd. Ia mengaku harus beradaptasi dengan profesi yang di luar dari bidang kuliahnya.Â
Setelah 11 tahun menjalani profesi sebagai wartawan, Devi mengaku tidak lagi memiliki minat menjadi guru. "Alasannya karena aku sudah menikmati peranku saat ini sebagai wartawan," tukas dia.
Ketika muncul keinginan mengajar, ia lebih tertarik untuk ikut kegiatan sosial sebagai guru relawan. Beberapa waktu lalu, ia pun pernah ditugaskan untuk menangani bagian rubrik kanal pendidikan. Menurutnya, dunia pendidikan sekarang sudah jauh lebih berkembang dan tidak kaku seperti 10--15 tahun lalu.
Advertisement