Sukses

Wisatawan Australia Keluhkan Ubud yang Tak Seperti Dulu, Dianggap Lebih Buruk dari Canggu

Ubud, sebagai salah satu hotspot liburan turis di Bali kini jadi 'mimpi buruk' bagi para wisatawan Australia yang senang mengunjungi wilayah tersebut. Hal ini disampaikan oleh beberapa orang lewat media sosial yang menganggap Bali sudah terlalu ramai dan macet.

Liputan6.com, Jakarta - Ubud, sebagai salah satu hotspot liburan turis di Bali kini jadi 'mimpi buruk' bagi para wisatawan Australia yang senang mengunjungi wilayah tersebut. Hal ini disampaikan oleh beberapa orang lewat media sosial yang menganggap Bali sudah terlalu ramai dan sibuk.

Dikutip dari Daily Mail, Minggu (5/5/2024), para wisatawan melampiaskan rasa frustrasi mereka terhadap Bali karena dianggap terlalu penuh dengan turis. Salah satu daerah yang dianggap paling berubah karena ramainya pendatang adalah Ubud.

Ubud terletak di antara perbukitan subur di tengah Bali dan terkenal dengan wisata budaya dan alam yang kental. Di sini, wisatawan bisa menemukan hutan hujan tropis, penginapan mewah, pasar tradisional, pura, dan sawah yang luas.

Namun, keindahan itu mengundang jutaan wisatawan untuk mencicipi pesona keindahan Bali hingga dianggap mengubah wajah daerah tersebut jadi 'kacau'. Para wisatawan mengeluh Bali kini jadi jauh dari kata mewah, bahkan dipenuhi dengan kemacetan.

"Apa yang terjadi dengan Ubud? Saya baru tiba sore ini dan sangat kecewa dengan banyaknya lalu lintas dan orang-orang di sini," tulis seorang wanita di Reddit.

Wanita tersebut mengaku bahwa terakhir kali ia mengunjungi Ubud adalah 14 tahun yang lalu dan tak mengingat kalau daerah tersebut pernah seramai itu. Dirinya yang datang pada April itu mengaku bahwa kondisi Ubud kini jauh lebih buruk dari pada Canggu yang terkenal berisik.

2 dari 4 halaman

Macet Sampai Mobil Susah Bergerak

Banyak wisatawan Australia lain yang sependapat dengan perempuan itu. Salah satunya mengaku mendapatkan pengalaman buruk ketika ke Ubud sebab tidak dapat menikmati atraksi budaya yang dinantikan karena terhalang oleh banyaknya gerombolan manusia.

Wisatawan lain mengatakan hotel mereka menawarkan antar-jemput pengunjung ke pusat kota tetapi harus menghentikan layanan tersebut pada bulan-bulan puncak perjalanan karena kemacetan.

"Kami pertama kali mengunjungi Ubud pada bulan Agustus 2017, jadi saat itu sedang musim ramai dan lalu lintas sangat buruk. Kami kemudian berkunjung pada bulan Februari tahun ini (2024) dan lalu lintas lebih buruk di musim sepi dibandingkan pada bulan Agustus 2017!" tulis wisatawan tersebut.

Wisatawan yang tidak diketahui namanya itu mengatakan bahwa sopir hotel tidak bisa mengantarkan tamu-tamu ke pusat Ubud di bulan-bulan liburan seperti Juni, Juli, dan Agustus akibat lalu lintas yang padat. "Ini benar-benar gila," ujarnya. 

Banyak yang berkomentar bahwa turis-turis ini perlu pergi menjauh dari daerah selatan Bali yang padat. Beberapa memberi masukan untuk pergi ke arah utara untuk menemukan 'Ubud terpendam' yang bisa memberikan sensasi yang sama dengan kawasan wisata terkenal tersebut.

3 dari 4 halaman

Disbubpar Bali Kerahkan Strategi Atasi Overtourism

"Coba naik taksi 20 menit ke utara menuju daerah sekitar Tegallalang dan ini seperti Ubud 20 tahun lalu," saran seseorang.

"Saya berada di luar sejauh 3 kilometer dan hanya masuk ke tengah (kawasan pusat kota) ketika saya perlu," kata seorang yang lain, membagikan triknya.

Bali sedang digempur isu overtourism yang dianggap telah merugikan banyak wisatawan dan pelaku wisata di Pulau Dewata tersebut. Kasus overtourism ini dianggap mencapai puncaknya pascapandemi di mana arus wisatawan baik mancanegara maupun lokal sedang ramai-ramainya berkunjung ke Bali.

Menanggapi isu overtourism tersebut, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Tjok Bagus Pemayun berkilah bahwa kesan overtourism yang terjadi di Bali kemungkinan adalah karena tidak meratanya penyebaran wisatawan mancanegara. Ia mengaku timnya telah menyusun travel pattern bagi wisatawan yang hendak berkunjung ke pulau tetangga Jawa itu. 

"Mungkin karena ada konsentrasi wisman (wisatawan mancanegara) di selatan Bali," sebutnya dalam acara The Weekly Brief with Sandi Uno, Senin, 29 April 2024, secara hybrid. Daerah Bali selatan, seperti Denpasar, Tabanan, dan Badung, selama ini menjadi pusat wisata bagi wisman karena punya pantai-pantai populer dan berbagai atraksi khas.

4 dari 4 halaman

Pendapat Berbeda Kemenparekraf soal Overtourism Bali

Tjok mengatakan bahwa selain soal travel pattern, Dinas Pariwisata Bali juga sedang merevitalisasi dan membangun infrastruktur ke beberapa kawasan wisata di wilayah utara, barat, dan timur Bali. Infrastruktur penunjang pariwisata, seperti jalan, juga tengah diupayakan olehnya.

"Kami di Pura Besakih sudah ada pembenahan destinasi dan akses. Kami juga sudah kerja sama dengan Paramount di Bali barat, di Jembrana khususnya," tutur Tjok.

Selain di Jembrana, beberapa daerah lain juga dibenahi dan ditambah aksesnya. Contohnya, pembangunan tower Suryapada di Bali Utara, akses jalan pintas ke Singaraja yang mulai rampung, dan jalan tol dari Bali barat ke Mengwi yang sedang dibangun.

"Mudah-mudahan dengan atraksi wisata yang dibuat dan pembenahan, overtourism ini bisa kita minimalisir," sebut Tjok.

Meski begitu, Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Ahli Utama Nia Niscaya punya pendapat berbeda. Ia menilai bahwa agak tidak mungkin jika Bali mengalami overtourism karena terlalu banyaknya kunjungan.

"Kita lihat jumlah kunjungan wisman ke Indonesia pada 2019, itu ada 16,11 juta sedangkan pada 2023 ada 11,68 juta yang artinya kita secara nasional belum kembali ke masa pra-pandemi," jelasnya.

Video Terkini