Liputan6.com, Jakarta - Beberapa hari lalu beredar kabar ada enam orang pelajar yang mendaki Gunung Lompobattang du Sulawesi Selatan (Sulsel) untuk merayakan kelulusan SMA. Namun sejak pergi pada Senin, 6 Mei 2024, mereka dikabarkan tersesat dan kelelaham.
Tim Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (Basarnas) bergerak cepat saat mendapatkan informasi hilangnya enam orang pendaki itu pada Rabu, 8 Mei 2024. Dilansir dari Antara, Kamis (9/5/2024), mereka akhirnya berhasil menemukan dan menyelamatkan enam pelajar yang terjebak saat melakukan pendakian ke puncak Gunung Lompobattang di Bantaeng, Sulsel itu..
Direktur Operasi Basarnas Edy Prakoso di Jakarta, Kamis, mengatakan, keenam orang pelajar yang mendaki Gunung Lompobattang pada Senin itu adalah Arfan Rifai, Muhammad Dayat, Andi Ahmad, Dimas Surya Pratama, Syafiq Abdi Madani, dan Wahyu Eka Darma Putra. Dalam perjalanannya, mereka terjebak setelah salah satu orang dari rombongan atas nama Syafiq (18), kaki sebelah kanannya terkilir saat turun dari pos sembilan.
Advertisement
Petugas piket di pusat komando informasi Kantor SAR Makassar pada Rabu malam menerima laporan dari keluarga para pendaki yang membutuhkan pertolongan dengan segera karena tidak sanggup lagi melangkah. Petugas siaga dari Pos SAR Bantaeng dikerahkan untuk memberikan pertolongan dan penyelamatan terhadap para pendaki tersebut.
Mereka akhirnya berhasil dijemput oleh petugas SAR di pos empat Gunung Lompobattang dan kemudian dilakukan penanganan medis darurat. Penanganan medis berlangsung selama lima jam, kemudian para rombongan pendaki dikawal sampai dengan selamat pada Kamis dini hari di kaki Gunung Lompobattang.
Gunung Lompobattang termasuk gunung api tidak aktif tipe stratovolcano atau kerucut. Kerucut Gunung Lompobattang ini tersusun oleh batuan gunung api berumur Plistosen. Seperti Gunung Bawakaraweng, gunung ini juga menjadi objek pendakian melalui Dusun Lembang Bune di Kelurahan Cikoro, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Gowa.
Â
Pelajar Mendaki Lompobattang Tiap Pekan
Gunung ini juga menjadi sasaran penganut singkritisme yang melakukan ibadah haji di puncak gunung ini pada musim haji bulan Zulhijjah. Gunung Lampobattang memiliki ketinggian 2.874 mdpl dan suhu minimum adalah sekitar 14° Celcius hingga maksimum 16° Celcius.
Mengutip dari laman Gunung Bagging, Selasa, 7 Mei 2024, Gununmg Lompobattang merupakan puncak paling menonjol kedua di Sulawesi, setelah Rantemario milik Latimojong. Gunung ini pertama kali didaki pada 1840 oleh James Brooke, seorang Inggris yang kemudian menjadi Raja Sarawak.
Pastinya pendakian ini merupakan ekspedisi besar untuk mencapai puncak puncak pada masa itu. Sekarang gunung ini menjadi gunung yang populer dan sering didaki yang bahkan secara teori dapat dilakukan sebagai pendakian sepanjang hari.
Pegunungan ini sebenarnya terdiri dari dua gunung besar Lompobatang (2.886 mdpl) dan Bawakaraeng yang lebih utara dan sedikit lebih rendah (2.840 mdpl). Karena kedekatan pegunungan dengan kota Makassar yang ramai, kedua puncak tersebut didaki oleh para pelajar pendaki hampir setiap akhir pekan.
Beberapa pendaki yang sangat suka berpetualang sebenarnya mendaki keduanya dalam satu perjalanan, meskipun hal ini memerlukan waktu minimal empat hari dan biasanya lima hari. Menurut legenda setempat, Lompobatang mempunyai ciri-ciri perempuan dan Bawakaraeng mempunyai ciri-ciri laki-laki, dan Bawakaraeng lebih kejam dibandingkan Bawakaraeng dalam hal berapa banyak pendaki yang tewas di lerengnya.
Advertisement
Akses ke Gunung Lompobattang
Ada dua rute akses utama ke kawasan Gunung Lompobattang. Pendekatan selatan yang digunakan untuk Lompobatang dimulai dari desa Lembang Bu'ne dekat Malakaji ke arah barat daya gunung.
Akses lain dari Lembanna dekat kota perbukitan Malino yang populer, yang terletak di sebelah utara gunung dan digunakan oleh para pendaki yang ingin mendaki Bawakaraeng. Karena Malino hanya berjarak 2 jam dari Makassar, gunung ini jauh lebih populer daripada Lompobatang, namun kedua gunung tersebut sangat menakjubkan.
Jika Anda punya cukup waktu, melintasi pegunungan tersebut akan memberikan pengalaman yang benar-benar mengesankan. Titik awal untuk kedua gunung tersebut relatif tinggi namun kedua jalur tersebut cukup besar dan terkadang melibatkan medan yang sulit.
Sangat jarang bagi pendaki untuk mendaki dan menuruni kedua gunung tersebut dalam satu hari. Misalnya, Lompobatang memerlukan waktu 11 atau 12 jam dari pendaki yang cukup kuat untuk perjalanan pulang pergi.
Untuk mencapai Malakaji dari Makassar, kini ada dua pilihan. Dulu, mengikuti jalan utama ke selatan menuju Jeneponto dekat pantai selatan merupakan hal yang standar. Ini membutuhkan sekitar 4 jam. Dari Jeneponto belok kiri ke jalan sempit yang berkelok-kelok sejauh 40 km melewati desa-desa di barat daya gunung. Akhirnya Anda akan mencapai Malakaji.
Sungai Kecil di Pegunungan
Dari basecamp yang juga merupakan tempat memarkirkan kendaraan, ikuti jalan berbatu ke atas bukit sejauh beberapa ratus meter sebelum mengikuti jalan kecil ke kiri (1.660 mdpl). Jalan setapak mengarah ke beberapa dinding batu yang memisahkan lahan pertanian.
Pos 1 (1.657 mdpl) ditandai dengan sungai dan banyak tenda. Ini adalah sumber air paling andal sebelum sampai ke Pos 9.Dari Pos 1 dibutuhkan waktu sekitar 30 menit menyusuri jalan setapak yang agak banyak ditumbuhi pohon menuju Pos 2 (1.847 mdpl) yang melewati aliran sungai kecil di pegunungan. Setelah Pos 2, ada lagi penyeberangan sungai kecil (1862 mdpl) jalur memasuki hutan lebat.
Dibutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk mencapai Pos 3 (2.018 mdpl) dan 30 menit lagi untuk mencapai Pos 4 (2.251 mdpl) yang merupakan bukaan bagus yang cukup besar untuk 2 atau 3 tenda. Pos 5 (2.398 mdpl) merupakan tempat terbaik untuk berkemah di dalam hutan.
Lalu Pos 6 (2.531 mdpl) merupakan pos hutan terakhir dan juga bisa dijadikan tempat berkemah dengan beberapa pemandangan yang bagus juga. Pos 7 (2.679 mdpl) merupakan puncak kecil (Moncong Assumpolong menurut Open Street Map) dan juga merupakan tempat perkemahan yang masuk akal.
Tepat setelah Pos 7, jalur menurun cukup terjal sebelum naik lagi ke Pos 8 (2.727 mdpl). Pos 9 (2.754 mdpl) yang merupakan sebuah batu besar dengan beberapa emperan yang menjadi tempat berteduh.
Â
Advertisement