Liputan6.com, Jakarta - Thailand jadi salah satu surga liburan bagi para turis mancanegara, termasuk seorang turis Inggris. Alih-alih pengalaman menyenangkan yang didapat, turis pria berusia 21 tahun yang diidentifikasi bernama Alexander itu malah ditangkap polisi setelah memberi ulasan buruk untuk sebuah restoran di Phuket.
Pihak restoran menudingnya memberikan ulasan palsu dengan memberi bintang satu pada restoran tersebut. Menurut keterangan polisi, Alexander diyakini memberi ulasan buruk karena pemilik restoran melarangnya masuk ke tempatnya. Alex diduga hanya menjadikan restoran sebagai jalan pintas untuk masuk ke penginapannya, tidak benar-benar makan di sana.
Baca Juga
Mengutip Metro, Kamis, 15 Mei 2024, untuk membalas dendam, Alexander dikatakan telah meminta bantuan kepada teman-temannya untuk membanjiri restoran tersebut dengan ulasan jelek. Peringkat restoran pun menurun dari 4,8 menjadi 3,1 bintang saja.
Advertisement
Surat perintah penangkapan dikeluarkan untuk Alexander pada Agustus 2023 karena 'memasukkan data komputer palsu yang kemungkinan besar menyebabkan kerugian pada masyarakat umum'. Biro Investigasi Pusat menangkap Alexander di apartemen barunya di Bangkok pada 9 Mei 2024, setelah pemilik restoran melapor ke Kantor Polisi Sakhu dengan menyatakan bahwa ulasan palsu tersebut telah menyebabkan kerusakan pada keuangan dan reputasi restorannya.
Mayor Polisi Jomparit Kaewreung dari Divisi Pemberantasan Kejahatan mengatakan, "Tersangka diserahkan kepada petugas penyelidikan di Kantor Polisi Sakhu untuk tindakan hukum lebih lanjut. Selama interogasi, dia membantah tuduhan tersebut."
Alexander dibawa kembali ke Kantor Polisi Sakhu di Phuket untuk diadili. Ia terancam menghadapi hukuman penjara hingga lima tahun dan denda hingga 100.000 baht atau Rp43 juta berdasarkan hukum Thailand.
Bukan Pertama Kali
Hal yang dialami Alexander bukan kasus pertama di Thailand. Pada Oktober 2020, seorang turis asal Amerika Serikat dipenjara setelah memberikan ulasan buruk di laman TripAdvisor tentang sebuah resor di Phuket. Ia dijerat dengan UU Anti-pencemaran Nama Baik.
Dilansir dari The New York Post, Wesley Barnes, yang bekerja di Thailand, ditangkap karena diduga merusak reputasi Sea View Resort di Pulau Koh Chang, Phuket. Barnes diduga menulis ulasan di beberapa situs dengan klaim bahwa dia berurusan dengan 'staf yang tidak ramah' selama kunjungannya resor populer tersebut.
Setidaknya satu ulasan TripAdvisor yang menuduh resor tersebut melakukan 'perbudakan modern' telah dihapus karena melanggar pedoman situs. "Pemilik Sea View Resort mengajukan keluhan bahwa terdakwa telah mengunggah ulasan tidak adil tentang bisnisnya di situs TripAdvisor," sebut Kolonel Polisi Koh Chang Thanapon Taemsara kepada media.
Pihak hotel mengatakan telah mengambil tindakan hukum terhadap mantan tamu tersebut untuk mencegah lebih banyak ulasan diunggah. "Kami memilih untuk melapor sebagai tindakan pencegahan karena kami merasa bahwa dia mungkin akan terus menulis ulasan negatif dari minggu ke minggu di masa mendatang," kata pihak hotel.
Advertisement
Cegah Overtourism, Thailand Pertimbangkan Terapkan Pajak Turis Senilai Rp131 Ribu
Dikutip dari kanal Global Liputan6.com, dengan fenomena overtourism atau pariwisata berlebih di sejumlah wilayah, operator pariwisata Thailand mendesak pemerintah untuk menangani isu tersebut secara serius, termasuk dengan kemungkinan memungut pajak turis sebesar 300 baht atau sekitar Rp131 ribu.
Ketika Perdana Menteri Srettha Thavisin berjanji menjadikan 2025 sebagai tahun penting bagi pariwisata, Sekretaris Jenderal Federasi Asosiasi Pariwisata Thailand (Fetta) Adith Chairattananon, mengatakan bahwa rencana yang akan disampaikan pihaknya kepada pemerintah akan mencakup solusi untuk mencegah overtourism, seperti yang pernah terjadi di Thailand sebelum pandemi.
"Dengan perkiraan kedatangan 40 juta turis, destinasi seperti Phuket, Samui dan Pattaya berada di ambang overtourism," kata Adith dilaporkan oleh Bangkok Post. Adith menyebut bahwa pada musim liburan, Phuket telah mengalami macet berlebih dan kekurangan air, bahkan bandara internasional juga kekurangan tempat untuk mendaratnya pesawat.
Upaya serupa juga dilakukan oleh negara-negara lain, termasuk pemerintah daerah Amsterdam yang mengumumkan pelarangan pembangunan hotel baru. Sementara, penduduk Kepulauan Canary di Spanyol menyerukan pembatasan kedatangan wisatawan yang membuat mereka terdampak kenaikan biaya perumahan.
Thailand Pertimbangkan Buka Kasino untuk Tarik Kedatangan Wisatawan
Pemerintah Thailand sedang mempertimbangkan untuk menyusun rancangan undang-undang kasino. Jika disahkan oleh parlemen, undang-undang tersebut akan menghasilkan lebih banyak lapangan kerja dan pendapatan negara. Tak hanya itu, hal ini dianggap memungkinkan terciptanya proyek hiburan besar, kata Perdana Menteri Srettha Thavisin.
Kasino merupakan tindakan ilegal di Thailand dan satu-satunya perjudian yang diperbolehkan adalah pada pacuan kuda dan lotere. Negara dengan perekonomian terbesar kedua di Asia Tenggara ini sedang mempertimbangkan untuk mengizinkan kasino sebagai sarana lain untuk menarik investasi dan pariwisata.
Banyak orang di industri ini percaya bahwa pasar kasino legal di Thailand akan sukses besar dalam menarik pengunjung dari luar negeri, memberikan persaingan yang kuat bagi pusat perjudian terbesar di dunia, Macau, satu-satunya tempat di Tiongkok yang warganya dapat berjudi secara legal di kasino.
"Kami dapat mengatur ekonomi abu-abu dan memungut pajak. Kami tidak ingin mempromosikan perjudian, namun lebih memilih mengawasinya dan menggunakan investasi tersebut untuk menciptakan lapangan kerja," kata Srettha dalam sebuah unggahan di X.
Advertisement