Liputan6.com, Jakarta - Singapura tengah menghadapi gelombang baru infeksi COVID-19 yang mengkhawatirkan. Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung telah menganjurkan masyarakat, termasuk wisatawan, untuk kembali memakai masker sebagai langkah pencegahan tambahan.
Melansir Straits Times, Sabtu, 18 Mei 2024, pihak berwenang mencatat lebih dari 25.900 kasus tertanggal 5 hingga 11 Mei 2024, naik dari sekitar 13.700 kasus di pekan sebelumnya. Ong berkata, "Kita berada di awal gelombang yang terus meningkat."
"Menurut saya," imbuhnya. "Gelombang (infeksi COVID-19) ini akan mencapai puncaknya dalam dua hingga empat minggu ke depan, yang berarti antara pertengahan dan akhir Juni (2024)."
Advertisement
Disebutkan pula bahwa rata-rata rawat inap harian akibat COVID-19 meningkat jadi sekitar 250 dari 181 pada minggu sebelumnya. Ong mengatakan, jika jumlah kasus COVID-19 meningkat dua kali lipat, Singapura akan memiliki 500 pasien dalam sistem layanan kesehatannya.
Jumlah tersebut, menurut dia, dapat ditangani Negeri Singa. Namun, jika jumlah kasus meningkat dua kali lipat untuk kedua kalinya, dengan perkiraan seribu pasien, "itu akan jadi beban besar bagi sistem rumah sakit," sebut dia.
"Seribu tempat tidur setara dengan satu rumah sakit daerah," ujar Ong. "Jadi, menurut saya, sistem layanan kesehatan harus mempersiapkan diri menghadapi apa yang akan terjadi."
Saat artikel ini ditulis, belum ada rencana melakukan pembatasan sosial dalam bentuk apapun atau tindakan wajib lain. Pasalnya, COVID-19 dianggap sebagai penyakit endemik di Singapura, kata Ong, seraya menambahkan bahwa penerapan aturan tambahan akan jadi pilihan terakhir.
Â
Â
Alami Gelombang COVID-19 Lebih Awal
Ong mengatakan, dengan Singapura sebagai pusat transportasi dan komunikasi, negara ini akan jadi salah satu wilayah yang mengalami gelombang COVID-19 lebih awal dibandingkan kota lain. "COVID-19 hanyalah sesuatu yang harus kita jalani. Setiap tahun, kita akan menghadapi satu atau dua gelombang," sebut dia.
Kendati demikian, Kementerian Kesehatan Singapura (MOH) mengatakan, pihaknya akan melindungi kapasitas tempat tidur di rumah sakit sebagai tindakan pencegahan. Karena itu, rumah sakit umum telah diminta mengurangi kasus operasi elektif yang tidak mendesak dan memindahkan pasien yang sesuai ke fasilitas, seperti fasilitas perawatan transisi atau kembali ke rumah melalui Mobile Inpatient Care@Home.
Ong juga mendesak mereka yang paling berisiko terkena penyakit parah, termasuk individu berusia 60 tahun ke atas, individu yang rentan secara medis, dan penghuni fasilitas perawatan lansia, untuk menerima dosis tambahan vaksin COVID-19. Dorongan ini khususnya ditujukan pada mereka belum divaksin COVID-19 dalam 12 bulan terakhir.
Advertisement
Jalankan Tanggung Jawab Pribadi dan Sosial
Menurut Mothership, MOH mendesak masyarakat Singapura menjalankan tanggung jawab pribadi dan sosial. Hal ini termasuk menjaga kebersihan diri, mengurangi interaksi sosial ketika merasa tidak enak badan, dan memakai masker jika rentan secara medis di tempat ramai atau saat menunjukkan gejala COVID-19.
Menjelang liburan bulan Juni, mereka yang bepergian ke luar negeri diingatkan waspada dan mengambil tindakan pencegahan perjalanan yang relevan. Pihaknya juga mengingatkan publik untuk memesan perawatan medis di Unit Gawat Darurat rumah sakit jika terjadi keadaan darurat yang serius atau mengancam jiwa.
Hal ini akan menjaga kapasitas rumah sakit dalam memberikan perawatan akut dan memungkinkan pasien dengan penyakit parah menerima perawatan tepat waktu. Selama beberapa bulan ke depan, MOH akan secara bertahap memperluas jaringan klinik SG Sehat.
Ini dilakukan guna menawarkan vaksinasi COVID-19 untuk memastikannya mudah diakses masyarakat. Tim Vaksinasi Keliling tambahan juga akan dikerahkan ke lokasi-lokasi pusat terpilih dalam beberapa minggu mendatang.
Varian COVID-19
Secara global, varian COVID-19 yang dominan masih JN.1 dan sub-silsilahnya, termasuk KP.1 dan KP.2. Saat ini, KP.1 dan KP.2 mencakup lebih dari dua pertiga kasus di Singapura.
Pada 3 Mei 2024, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengklasifikasikan KP.2 sebagai varian yang sedang dipantau. Saat ini, tidak ada indikasi bahwa KP.1 dan KP.2 lebih mudah menular atau menyebabkan penyakit lebih parah dibandingkan varian lain yang beredar, kata MOH.
Kedua varian tersebut termasuk dalam kelompok varian COVID-19 yang oleh para ilmuwan dijuluki "FLiRT," sesuai nama teknis mutasinya. Seluruhnya merupakan keturunan varian JN.1, yang menyebar dengan cepat ke seluruh dunia, beberapa bulan lalu.
Selama puncak gelombang JN.1 pada Desember 2023 di Negeri Singa, tingkat rawat jalan dan rawat inap akibat COVID-19 di kalangan lansia berusia 60 tahun ke atas tercatat sekitar 25 persen. Angkanya justru lebih tinggi pada mereka yang tidak divaksin, setidaknya dalam 12 bulan terakhir.
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence
Advertisement