Liputan6.com, Jakarta - Anak-anak merupakan penentu masa depan bangsa, terutama mewujudkan cita-cita Generasi Emas 2045. Upayanya tentu tak bisa sekadarnya. Ada hak dan kewajiban yang harus dipenuh, salah satunya adalah hak bermain anak.
Faktanya, ruang bermain anak, terutama di luar ruangan, makin menyempit. Itu indikasi bahwa bermain masih dianggap kebutuhan anak yang sepele. Padahal, lewat bermain, anak-anak bisa belajar banyak hal, termasuk etika dan perilaku.
"Sesuai dengan Konvensi Hak Anak oleh PBB, bermain itu hak anak. Ini yang penting sekali, bagaimana kita bermain dan mengembangkan potensi yang ada pada anak kita," sebut Woro Srihastuti Sulistyaningrum, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pengembangan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) RI dalam acara LEGO Program CSR dengan SOS Children’s Village di Jakarta Timur, Senin, 20 Mei 2024.
Advertisement
Selain sebagai bentuk kegiatan yang mengasyikkan dan melatih daya pikir, sambung Woro, bermain bagi anak juga jadi salah satu cara membangun social capital atau modal sosial. Modal sosial ini serangkaian nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu kelompok masyarakat atau jaringan sosial.
Dengan membuat tempat yang nyaman untuk bermain anak, keterikatan anak dengan komunitasnya akan semakin erat. Selain itu, tempat bermain perlu ditunjang fasilitas lain sebagai bentuk fasilitasi proses berpikir kritis, bersosialisasi, dan berkembang.
Perlu Kerja Bareng Banyak Pihak
Ia juga mengatakan bahwa berkurangnya lahan bermain publik bagi anak-anak harus jadi perhatian. "(Sayangnya), ruang bermain untuk anak semakin terbatas," ucapnya mengakui.
Selain berbicara soal pentingnya bermain, Woro juga mengingatkan bahwa dibutuhkan peran berbagai pihak dalam membesarkan. Berbagai pihak di sini artinya tidak terbatas pada orangtua saja. Ada pemangku kepentingan lain yang turut memberikan warna dan nilai pada kehidupan seorang anak, seperti guru, pemuka agama, pihak-pihak lain yang terkait dengan anak-anak.
"It takes a village to raise a child. Butuh partisipasi semua pihak dalam membangun anak-anak Indonesia," tegas Woro.
Pemerintah juga dituntut berperan dalam masalah pengembangan sumber daya anak-anak Indonesia juga masuk sebagai partisipasi dalam "membesarkan" seorang anak. Mereka perlu diberi kesempatan untuk memiliki kehidupan yang layak.
Woro mengatakan bahwa perkembangan teknologi adalah hal yang tidak dapat dihindari. Hal tersebut tidak jadi alasan untuk orangtua membiarkan gadget untuk membesarkan anak mereka. Anak-anak tetapi butuh sosialisasi secara langsung, sebut Woro.
Dalam acara tersebut, SOS Children's Villages Indonesia mengumumkan kerja sama dengan The LEGO Group dalam kegiatan bertajuk "Learning through Play". Kegiatan tersebut bertujuan untuk menyoroti pentingnya bermain dalam perkembangan anak dengan dua kegiatan yang berkelanjutan untuk para pembina dan anak-anak, yakni lokakarya dan praktik.
Advertisement
Mengenal Konvensi Hak Anak PBB
Pada 1989, para pemimpin dunia membuat komitmen historis untuk anak-anak di dunia dengan mengadopsi Konvensi Hak Anak atau United Nations Convention on the Rights of the Child (UNCRC) yang menjadi sebuah perjanjian internasional untuk anak-anak. Hingga hari ini, dokumen ini menjadi dokumen yang paling banyak diratifikasi dalam sejarah dan telah membantu mengubah hidup anak-anak di seluruh dunia.
Mengutip dari laman organisasi nirlaba untuk anak-anak, savethechildren.org.uk, UNCRC terdiri dari 54 pasal yang mengatur hak-hak anak dan bagaimana pemerintah harus bekerja sama agar hak-hak tersebut tersedia bagi semua anak. Berdasarkan ketentuan konvensi, pemerintah dari negara yang sudah meratifikasi konvensi ini, termasuk Indonesia, diharuskan memenuhi kebutuhan dasar anak-anak dan membantu mereka mencapai potensi mereka sepenuhnya.
Inti dari hal ini adalah pengakuan bahwa setiap anak mempunyai hak-hak dasar yang mendasar. Ini termasuk hak untuk kehidupan, kelangsungan hidup dan perkembangan; hak atas perlindungan dari kekerasan, pelecehan atau penelantaran; hak atas pendidikan yang memungkinkan anak untuk memenuhi potensinya; hak untuk dibesarkan oleh, atau memiliki hubungan dengan, orangtuanya; dan hak untuk mengekspresikan pendapat mereka dan didengarkan.
Permainan Tradisional Bisa Tingkatkan Kemampuan Kognitif Anak
Bermain adalah suatu kegiatan yang sangat penting bagi perkembangan anak. Selain sebagai sarana untuk bersenang-senang, permainan juga bisa menjadi ajang untuk mendidik anak-anak. Dilansir dari kanal Hot Liputan6.com, berbagai macam permainan anak yang seru, menyenangkan, dan mendidik sangat penting untuk membantu anak dalam mengembangkan keterampilan motorik, kognitif, dan sosial mereka.
Salah satu permainan anak yang seru, menyenangkan, dan mendidik adalah permainan teka-teki atau puzzle. Permainan ini dapat membantu anak-anak dalam mengembangkan kemampuan logika dan pemecahan masalah. Dengan bermain teka-teki, anak-anak juga dapat belajar tentang kesabaran dan ketelitian dalam menyelesaikan suatu masalah. Ada banyak jenis teka-teki yang bisa dimainkan, mulai dari teka-teki jigsaw hingga teka-teki matematika yang bisa membantu meningkatkan keterampilan kognitif anak.
Permainan tradisional seperti congklak, egrang, dan petak umpet sangat baik untuk melatih keterampilan motorik dan sosial anak. Tidak hanya seru dan menyenangkan, permainan ini juga mengajarkan nilai-nilai kebersamaan, kerja sama, dan kejujuran kepada anak-anak. Dengan bermain permainan tradisional, anak-anak dapat belajar tentang pentingnya bersosialisasi dan bekerja sama dengan orang lain.
Â
Advertisement