Liputan6.com, Jakarta - Banua Wuhu merupakan gunung api bawah laut yang terletak di sebelah barat pulau Mahengetang, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Indonesia. Gunung Banua Wuhu memiliki ketinggian 400 meter dari dasar laut dan puncaknya berada di kedalaman 5 meter di bawah permukaan air.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa beberapa pulau sementara terbentuk dan kemudian menghilang. Pulau setinggi 90 meter terbentuk tahun 1835, tetapi kemudian menjadi hanya beberapa batu pada 1848.
Baca Juga
Gunung ini tidak memiliki pos pengamatan, pulau terdekat dari lokasi adalah Pulau Tagulandang. Disebutkan bahwa sebutan gunung ini memiliki nama lain yaitu Gunung Banua Buaya.Â
Advertisement
Masih banyak hal mengenai Gunung Banua Wuhu selain lokasi maupun ketinggiannya. Berikut enam fakta menarik Gunung Banua Wuhu yang dirangkum Tim Lifestyle Liputan6.com pada Selasa, 21 Mei 2024.
1. Ketinggian Gunung Berubah
Mengutip dari laman resmi ESDM, pada 1835 setinggi 90 meter dan Nopember 1919 setinggi 12 meter di atas permukaan laut (mdpl), tetapi pada Mei 1935 di bawah laut. Tinggi di dasar laut lebih dari 400 m
2. Sejarah Letusannya
Letusan pada September 1889 membentuk sebuah pulau baru yang mencapai ketinggian 50 meter pada 1894. Sementara letusan pada April dan Agustus 1904 membentuk 5 buah kawah.
Pulau baru lainnya terbentuk pada Juli 1918 hingga Desember 1919, dan menghilang sepenuhnya pada 1935. Letusan kembali terjadi pada April 1919, batu-batu besar dan abu melanda Pulau Mahengetang. Rumah-rumah banyak yang terbakar sehigga banyak penghuni yang meninggalkan Pulau Mahengetang.
Â
3. Penduduk Sekitar Gunung Banua Wuhu
Gunung Banua Wuhu terdapat sebelah baratdaya Pulau Mahengetang yang mempunyai luas kira-kira 1 km persegi. Penduduk yang tinggal di pulau ini tidak tercatat dengan pasti, umumnya hanya para nelayan dan pengelola kebun kelapa.
Para penduduk hanya menempati daerah yang agak datar, bahkan bekas kawah tua yang agak datar dipergunakan sebagai tempat pemukiman. Pulau Mahengetang yang berada di sebelah timurnya merupakan sebuah kampung kecil yang berpenduduk 200 jiwa yang setiap saat dapat berpindah ke tempat lain.
Tetapi setelah 81 tahun lamanya apakah kampung tersebut pada saat ini merupakan perkampungan yang lebih padat lagi penduduknya tidak ada data penduduk yang dapat dibuat sebagai acuan. Saat ini obyek wisata yang dapat dikembangkan di gunung api ini tidak ada. Bila memungkinan obyek wisata erupsi gunung api dapat dilihat dari Pulau Mahengetang yang berada di sebelah timur gunung api bawah laut Banua Wuhu.
Advertisement
4. Gunung Api Terkadang Muncul ke Permukaan
Karena gunung ini merupakan gunung api bawah laut yang bila terjadi erupsi eksplosif akan merusakan daerah puncaknya. Itu sebabnya, gunung api ini kadang-kadang muncul di permukaan dan kadang-kadang tidak nampak di permukaan laut.
Sumbe rdaya gunung api yang terdapat di gunungapi ini dapat dikatakan tidak ada. Bila gunung api ini muncul di permukaan laut yang tersusun oleh aliran-aliran lava yang menjulur ke laut, maka sumberdaya gunung api ini berupa bahan bangunan dari batuan beku.
5. Cara Mencapai Puncak Gunung Banua Wuhu
Hanya dapat dilakukan dengan perahu atau sekoci dari kapal induk atau dari Tagulandang. Tentu sebaiknya, meminta bantuan warga setempat untuk mencapainya.Â
Banyak penyelam yang sengaja datang ke pulau dekat gunung api tersebut sambil menjelajahi keindahan bawah lautnya. Dari berbagai video yang terekam, tampak bahwa terdapat aktivitas di bawah gunung api tersebut dengan buihan gelembung udara.
6. Belanda Mengungsikan Penduduk karena Letusan Dahsyat
Masyarakat di Pulau Mahangetang, tempat yang sangat dekat dengan Gunung Banua Wuhu berbicara tentang masa lampau gunung tersebut. Keberadaan gunung api Banua Wuhu (benua baru) di bawah laut, yang kadang mengeluarkan belerang dan api cukup menakutkan.
Hal itu membuat masyarakat Mahangetang selalu mehengetang (berbicara) kepada Tuhan untuk menenangkan rasa takut mereka. Desa ini memiliki tiga lokasi pemukiman, yaitu Matiang, Soa dan Ngihade.
Pemerintah kolonial Belanda telah dua kali mengungsikan penduduk Mahangetang ke desa Bentenan-Minahasa Tenggara (Mitra). Pengungsian pertama dilakukan akibat erupsi gunung api bawah laut Banua Wuhu pada 17--18 April 1904 dan 27 Agustus di tahun yang sama.
Pengungsian kedua dilakukan akibat erupsi 2 Februari pada 1919 dan erupsi 2--3 April di tahun yang sama. Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2016) mencatat bahwa gunung api bawah laut Banua Wuhu Mahengetang telah enam kali mengalami erupsi.Â
Tercatat erupsi terjadi pada 23--26 April 1835, lalu pada 6--9 September 1839 dan Juli sampai akhir tahun akhir tahun 1895. Lalu terjadi lagi erupsi pada 17-18 dan 27 Agustus 1904, 18 Juli 1918, serta 12 Pebruari dan 2-3 April tahun 1919.
Â
Advertisement