Liputan6.com, Jakarta - Lauterbrunnen, desa di Swiss dengan pegunungan yang terletak di tengah kemegahan pemandangan alam Pegunungan Alpen kabarnya akan mengadopsi pajak wisata melalui tiket masuk harian seperti yang sudah diterapkan oleh Venesia di Italia. Kebijakan ini menyusul overtourism yang sedang melanda desa tersebut.
Mengutip laman Euronews, Sabtu, 25 Mei 2024, desa dengan lembah hijau beludru, tebing-tebing yang menjulang tinggi, dan Air Terjun Staubbach setinggi 300 meter, kawasan ini merupakan tempat yang sangat indah dan Intagrammable. Pengunjung kini berbondong-bondong datang, dan dusun berpenduduk 2.400 jiwa ini kesulitan untuk mengatasinya.
Baca Juga
Semuanya karena desa ini menjadi viral media sosial. Tidak ada keraguan bahwa pemandangan Lauterbrunnen menjadi foto menarik karena Air Terjun Staubbach yang bergemuruh telah dijepret ribuan kali.
Advertisement
Namun, kesibukan untuk mendapatkan konten Instagrammable berupa pemandangan sensasional memusingkan warga. Tempat parkir mobil dan angkutan umum dipenuhi pengunjung, sementara jalanan dipenuhi sampah. Harga sewa juga meningkat karena tuan tanah mengambil keuntungan dari wisatawan yang membayar lebih tinggi.
"Kami merasa seperti pegawai di taman hiburan," kata pendeta desa Markus Tschanz kepada radio publik Swiss SRF tahun lalu.
Pemerintah setempat telah membentuk kelompok kerja untuk menetapkan cara mengelola masuknya wisatawan. Salah satu usulannya adalah mengikuti Venesia dan membebankan biaya masuk sebesar CHF5 (€5) hingga CHF10 (€10) kepada pelancong harian, situs berita Swiss Berner Zeitung melaporkan minggu lalu. Â
Aturan Pajak Wisata yang Akan Berlaku
Seperti halnya di Venesia, pengunjung yang menghabiskan harinya di Lauterbrunnen harus membayar menggunakan aplikasi ponsel pintar. Namun, biaya tersebut hanya berlaku bagi mereka yang datang dengan mobil. Jika Anda tiba dengan transportasi umum, Anda tidak perlu membayar.
Tamu yang telah memesan akomodasi semalam juga akan dikecualikan. Jika peraturan tersebut mendapat lampu hijau, maka peraturan tersebut tidak akan berlaku pada musim panas ini.
Ada beberapa detail yang harus diselesaikan terlebih dahulu termasuk cara memperkenalkan biaya untuk kawasan alami dan cara melakukan pemeriksaan. Kritikus telah memperingatkan bahwa biaya masuk tidak banyak membantu mengatasi masalah jumlah pengunjung.
Minggu ini, data baru yang dirilis menunjukkan bahwa pajak pengunjung harian Venesia, yang saat ini berlaku dalam masa percobaan, tidak mengurangi arus wisatawan. Untuk diketahui, Venesia jadi kota pertama di dunia yang membebankan tiket masuk harian pada wisatawan. Aturan ini mulai berlaku pada Kamis, 25 April 2024 dan mengundang gelombang protes warga lokal.
Advertisement
Aturan Sempat Diprotes Warga
Melansir CNN, Jumat, 26 April 2024, penduduk setempat mengibarkan spanduk dan mengacungkan paspor mereka sebagai bentuk kemarahan karena kota tersebut ditempatkan di balik penghalang bergaya taman hiburan atau museum. Foto menunjukkan polisi bentrok dengan beberapa pengunjuk rasa.
Ratusan penduduk setempat berpartisipasi dalam protes di Piazzale Roma, pintu masuk jalan darat menuju kota, meski jumlah pastinya masih diperdebatkan. Para demonstran mengatakan bahwa kelompok mereka berjumlah seribu orang, sementara pihak berwenang mengatakan hanya 300 orang yang hadir.
Protes massal yang lebih kecil terjadi di dekat stasiun kereta utama di mana warga Venesia berhadapan dengan wali kota yang sedang memberikan wawancara pada berbagai kru televisi. Ruggero Tallon, salah satu penyelenggara protes utama dan juru bicara kelompok kampanye anti-kapal pesiar No Grandi Navi, mengatakan pada CNN bahwa kelompok tersebut berencana memasang spanduk bertuliskan "Selamat datang di Veniceland."Â
Pihaknya juga membagikan "tiket" palsu pada orang yang lewat, tapi dihentikan polisi. Mereka kemudian berjalan menuju Campo Santa Margherita, salah satu alun-alun utama kota. "Kami menentang gagasan wali kota tentang kota tertutup, kota museum," kata Tallo.
Â
Percuma Menerapkan Tiket Masuk Harian
"Tiket (masuk harian) tidak menghasilkan apa-apa. Hal ini tidak menghentikan monokultur pariwisata. Hal ini tidak mengurangi tekanan terhadap Venesia. Ini adalah pajak abad pertengahan dan bertentangan dengan kebebasan bergerak," ia menambahkan.
Tallo mengungkap kekhawatiran proyek itu dikelola sebuah perusahaan swasta yang akan menerima data masyarakat. Ia juga menyatakan bahwa langkah-langkah lain yang diambil pihak berwenang, termasuk meminta kembalinya kapal pesiar dan belum membatasi penggunaan Airbnb, semakin menambah dampak buruk pada proyek tersebut.
"Di satu sisi, mereka melakukan hal ini, di sisi lain, mereka melakukan segalanya untuk meningkatkan jumlah wisatawan," kata Tallon, yang menyebut pariwisata massal sebagai "masalah global." "Satu-satunya cara yaitu mengisi kembali kota ini.
"Kami mempunyai 49 ribu penduduk dan terdapat lebih banyak tempat tidur untuk wisatawan dibandingkan jumlah penduduk," sebut dia. "Mari kita coba membuat orang agar bisa tinggal di sini. Tiap rumah yang ditinggali adalah rumah yang diambil dari pariwisata."
Advertisement