Liputan6.com, Jakarta - Bertujuan meningkatkan minat baca di kalangan masyarakat, terutama anak-anak dan remaja, Hari Buku Nasional dirayakan setiap tahun pada 17 Mei. Membangun budaya literasi memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, terlebih ada sejumlah tantangan di industri buku lokal.
Direktur Utama Mizan Productions, sekaligus GM New Media and Digital Initiatives PT Mizan Publika Irfan Bagir mengungkap bahwa salah satu pekerjaan rumah yang belum terpecahkan hingga sekarang adalah pembajakan buku. "Penerbit bersama pihak-pihak lain harus bekerja sama untuk menyelesaikan masalah ini," sebutnya melalui pesan pada Lifestyle Liputan6.com, Sabtu, 25 Mei 2024.
Baca Juga
Ia mengatakan bahwa Mizan terus bekerja sama dengan semua pihak terkait, baik toko buku offline maupun online, dalam menekan angka buku bajakan. Selain, mereka secara rutin melaporkan pembajak-pembajak buku yang berjualan di marketplace besar.
Advertisement
Menyambung itu, pengajar dan pendiri komunitas Nulis Aja Dulu (NAD) Irma Susanti Irsyadi menjabarkan, setidaknya ada tiga masalah di industri buku lokal. "Pertama, minimnya ketersediaan buku di banyak tempat penting, seperti perpustakaan sekolah maupun ruang publik," ujar dia melalui pesan, Sabtu.
"Kedua," Irma menyambung. "Kurangnya jumlah buku bacaan yang dicetak setiap tahun dibandingkan jumlah pembaca buku. Ketiga, harga buku relatif masih mahal untuk kalangan menengah ke bawah."
"Masalah pertama dan ketiga sepertinya perlu dukungan penuh pemerintah. Kemudian untuk masalah kedua, perlu digalakan program-program menulis, dan komunitas bisa jadi salah satu pendorongnya," imbuhnya.
Tantangan Industri Buku Masa Kini
Menurut Irma, tantangan penulis masa kini adalah menulis dengan ide segar yang menarik pembaca. "Platform penulisan sekarang sangat banyak, sehingga penulis buku cetak harus lebih keras lagi berstrategi supaya tulisannya menarik," ucappnya.
"Penulis sebaiknya terus update dengan isu-isu kekinian yang bisa dimasukkan ke dalam tulisan mereka sebagai bingkai cerita, bahkan fokus cerita. Masih minim penulis yang berkisah tentang lingkungan, sejarah, maupun hak-hak perempuan," ia menambahkan.
Terkait tantangan bagi penerbit buku, Irfan mengatakan, setiap zaman punya tantangan masing-masing, tapi mungkin sekarang jadi "salah satu masa tersulit untuk industri buku." Pasalnya, disrupsi datang dari teknologi dan industri-industri lain.
"Kami di Mizan selalu optimis terhadap industri buku lokal," ujarnya. "Kami mencatat adanya pergeseran topik-topik yang orang sukai (untuk dibaca) sejak digitalisasi (meluas)."
Irfan menambahkan, digitalisasi memang sudah tidak terhindarkan saat ini. "Mizan juga tentu ikut dengan beberapa inisatif digital kami," sebutnya.
Advertisement
Membiasakan Membaca
Ditanya soal kriteria buku yang lolos kurasi Mizan, Irfan menjawab, "Kami adalah penerbit yang sangat terbuka dengan apa yang kami terbitkan selama sesuai dengan nilai moral dan nilai-nilai Mizan sebagai perusahaaan."
Sementara itu, Irma mengungkap, minat publik terhadap menulis sebetulnya tinggi, tapi sering kali tidak dibarengi upaya menyiapkan amunisi bahan tulisan, di antaranya dengan banyak membaca. "Karena itu, NAD selalu berusaha mengingatkan para penulis untuk selalu mengisi kesiapan mereka dengan banyak membaca sebelum menulis," katanya.
Dalam rangka perayaan Hari Buku Nasional, pihaknya berharap akan lebih banyak lagi orang-orang yang menjadikan membaca sebagai kebiasaan, dan pada akhirnya kebutuhan. "Harga buku yang kurang terjangkau bisa disiasati dengan membaca buku di iPusnas (aplikasi perpustakaan digital milik Perpustakaan Nasional) atau hunting buku-buku bekas," menurutnya.
"Semoga para penulis tidak lelah untuk terus menghasilkan tulisan-tulisan berkualitas sehingga masyarakat tidak akan kekurangan bahan bacaan," ia menambahkan.
Minat Baca Orang Indonesia
Irfan berkata, "Secara general, saya pikir kesadaran pentingnya membaca buku naik terus (di kalangan masyarakat). Banyak gerakan-gerakan membaca yang dimulai dari komunitas-komunitas onilne."
Meningkatkan minat baca memang sudah jadi tantangan menahun di Indonesia. Menurut laman Kemendikbud, dikutip Minggu (26/5/2025), berdasarkan data UNESCO, Indonesia menempati posisi ke-71 dari 77 negara dalam hal minat baca.
Pada 2023, indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya, hanya satu banding seribu orang yang gemar membaca. Kendati demikian, menurut data Perpustakaan Nasional (Perpusnas), tingkat kegemaran membaca orang Indonesia sebenarnya naik tahun lalu.
Secara nasional, tingkat kegemaran membaca pada 2023 tercatat sebesar 66,67 atau masuk kategori sedang. Angka itu naik 2,77 poin dibanding 63,9 pada 2022.
Maka itu, di peringatan Hari Buku Nasional, Mizan berharap semangat dalam menulis dan membaca terus bertumbuh. Irma menutup, "Buku adalah sarana untuk mengenal banyak hal, pintu menuju banyak dunia, dan gerbang pengetahuan. Kehadirannya barang kali telah dimodifikasi jadi berbagai macam bentuk, tapi esensinya sama: gudang ilmu."
Advertisement