Sukses

Beda Budaya Minum Kopi di Kafe di Jakarta dan di Melbourne Menurut Barista Mikael Jasin

Melbourne ternyata sudah lebih dahulu mengadopsi budaya ngopi di kafe dibandingkan Jakarta. Perubahan budaya minum kopi di Jakarta dipandang Mikael Jasin dipengaruhi dua hal.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia masuk ke dalam salah satu negara penghasil kopi tertinggi di dunia. Negara itu menempati peringkat tiga dalam hal tingkat produksi berdasarkan data yang dirilis oleh United States Departments of Agriculture (USDA) tahun 2022/2023.

Meski secara kualitas jenis kopi Indonesia dalam rata-rata belum sama dengan yang ada di Australia, Mikael merasa bahwa pasar kopi Indonesia masih sangat besar dan bebas. Hal itu juga yang mendorong menjamurnya coffee shop lokal belakangan ini.

"Secara kualitas dan akses, malah di Jakarta lebih tinggi daripada di Melbourne karena kita ini negara produsen. Indonesia sebagai produsen lumayan relax untuk importing requirementsnya jadi exposure Indonesia terhadap kopi itu tinggi. Tapi, secara rata-rata, di Melbourne lebih terstandarisasi karena orang dan kafenya lebih sedikit," tutur Mikael Jasin, pemenang World Barista Championship 2024 saat ditemui di acara Plaza Indonesia Next Gen Festival 2024, Senin, 27 Mei 2024.

Mikael yang pernah menghabiskan waktunya di Melbourne, Australia melihat bahwa revolusi budaya ngopi Jakarta dan Indonesia terjadi karena dua sebab. Pertama, masuknya Starbucks ke Indonesia, kedua, hadirnya kafe-kafe waralaba yang menjual es kopi dengan harga terjangkau.

Awalnya, minum kopi lebih dikenal dengan seduhan kopi tubruk. Setelah masuknya Starbucks ke Indonesia, orang-orang mulai mencoba untuk menghabiskan waktu di luar rumah untuk minum kopi. Namun, Starbucks bukan barang murah ketika baru sampai di Indonesia, kata Mikael.

Karena itu, saat kafe-kafe waralaba mulai mengeluarkan produk kopi terjangkau, budaya minum kopi di kafe jadi hal yang besar dan masif di Indonesia. Sedangkan, di Melbourne sendiri, karena akses masyarakat yang besar terhadap kopi sedari awal, budaya minum kopi di kafe sudah ada sejak awal.

 

2 dari 4 halaman

Perubahan Cara Minum Kopi Pascapandemi

Meski begitu, ia tak mengelak bahwa ada perubahan luar biasa dalam industri kopi Indonesia karena pandemi. Ia menerangkan bahwa budaya ngopi di kedai kopi yang tinggi saat sebelum COVID mulai beralih ke manual brew di rumah saat pandemi karena berbagai pembatasan. Setelah kita kembali lagi ke keadaan normal, budaya ngopi di coffee shop bergeser ke coffee tasting yang lebih intim.

"Setelah COVID, orang jadi buat kopi yang sangat personalized, tapi yang kita kehilangan adalah experience dengan barista. Tren yang muncul adalah intimate coffee tasting karena orang mulai paham soal jenis kopi," sebut Mikael.

Dirinya menilai ini sebagai perkembangan industri kopi yang positif. Industri kopi meminjam konsep ala fine dining dari industri makanan sehingga menciptakan suatu tren baru di dunia kopi sendiri. Pria itu mengatakan dengan, "Kita melihat apa yang belum ada di industri kopi, bisa kita pinjam dari industri lain yang lebih mature. Ini hal bagus karena inovasinya gak dari dalam industri kopi aja," tutup Mikael.

 

3 dari 4 halaman

Alasan Mikael Jasin Tidak Gunakan Biji Kopi Indonesia di World Barista Championship 2024

Barista Indonesia, Mikael Jasin baru saja keluar sebagai pemenang ajang World Barista Championship 2024 yang dilaksanakan pada 1--4 Mei 2024 di Busan, Korea Selatan. Ia menggunakan dua jenis biji kopi asal Amerika Selatan dalam penyajian karyanya, yaitu Aji, biji kopi asal Kolombia, dan Gesha, yang ditanam di Panama. Keduanya, kata dia, selalu dipilih dalam lomba-lomba kejuaraan kopi, terutama Gesha dari Kolombia. Mengapa Mikael tidak memilih biji kopi asli Indonesia sebagai bahan presentasinya?

"Sudah pernah dan di World Barista Championship itu memang bawa sendiri. Sebagai negara penghasil kopi, kita gak dipaksa sama asosiasi untuk harus pakai biji kopi dari Indonesia karena goal kita sendiri adalah untuk menang kejuaraan ini. Jadi agak berbeda ya, asosiasi ingin barista menang di kejuaraan barista dan petani kopi menang di kejuaraan petani kopi," tutur Mikael.

Mikael yang mewakili Indonesia di ajang ini menjelaskan kedua biji kopi itu punya keunggulan lebih dalam soal presentasi rasa, terutama untuk kegiatan kejuaraan seperti ini. "Secara realistis, kita butuh biji kopi terbaik di dunia untuk menangin kejuaraan ini dan memang paling banyak dipakai dari Panama dan Kolombia," sebut Mikael.

Ia menyatakan kualitas kopi Indonesia sudah layak masuk sebagai salah satu finalis, tapi belum cukup bisa dikatakan sebagai pemenangnya. Karena itu, ia memilih Gesha dari Panama yang cita rasanya elegan dan cocok untuk disajikan sebagai kopi kejuaraan.

4 dari 4 halaman

Indonesia Bakal Jadi Tuan Rumah Kejuaraan Kopi Dunia 2024

Mikael juga membawa kabar gembira bahwa tahun depan, di 15--17 Mei 2025, Indonesia terpilih jadi tuan rumah untuk salah satu cabang kejuaraan kopi dunia yang digelar oleh Specialty Coffee Association. "Acaranya di Senayan dan kita punya satu tahun untuk mempersiapkan itu," sebut Mikael.

Ia mengatakan bahwa satu dari tujuh kejuaraan yang akan diadakan di JCC Senayan tersebut bukan World Barista Championship, namun cabang lain karena WBC 2025 sudah diumumkan akan diadakan di Milan, Italia. Mikael merasa positif soal hal tersebut melihat perkembangan industri kopi Indonesia yang masih sangat mungkin untuk meningkat ke depannya.

Sebagai pemenang WBC 2024, Mikael merasa bahwa ia bisa menggunakan platformnya tersebut untuk mengadvokasikan isu dalam industri kopi. Ia juga menyampaikan bahwa rantai industri kopi itu tidak terbatas pada petani kopi-barita-konsumen. Ada rantai panjang yang perlu dilewati satu biji kopi untuk akhirnya bisa dinikmati oleh konsumen.

"Industri kopi dari hulu sampai hilir itu luas banget. Saya pribadi lebih suka di supply chain, di kebun kopi, dan di proses pasca-panen," sebutnya.