Liputan6.com, Jakarta - Anak muda di Jepang beberapa tahun belakangan ini semakin sedikit yang berkeinginan untuk menikah dan berkeluarga. Namun saat justru muncul tren pernikahan yang agak lain yaitu friendship marriage.
Melansir dari Hindustan Times, Kamis, 30 Mei 2024, fenomena friendship marriage ini ramai dipilih generasi muda, dengan rata-rata usia 32,5 tahun dengan penghasilani kelas menengah.
Baca Juga
Lewat friendship marriage tersebut, memungkinkan seseorang menjalin hubungan pernikahan tanpa cinta atau bahkan berhubungan seks. Jadi, konsep pernikahan ini mengedepankan nilai dan kepentingan bersama.
Advertisement
"Tren ini dianggap sebagai alternatif dari pernikahan konvensional. Pasangan yang menganut konsep ini menjalin pernikahan berdasarkan nilai dan kepentingan bersama," tulis laporan South China Morning Post. Lantas, apa yang terjadi di dalam pernikahan dengan konsep friendship marriage ini?
Pada dasarnya, mereka yang menikah dengan konsep ini adalah pasangan sah namun memang tidak ada hubungan badan atau intim di dalamnya. Jika memutuskan nantinya mau punya anak, mereka akan menempuh cara inseminasi buatan.
Konsep ini umumnya diminati kelompok aseksual, homoseksual, dan heteroseksual yang menghindari pernikahan tradisional. Pasangan suami istri ini pun tak harus saling jatuh cinta.
Mereka menghabiskan waktu bersama hanya atas dasar memiliki minat yang sama. Di dalam hubungan friendship marriage, pasangan menjadi rekan sekamar dan menjalani hidup bersama. Namun, mereka juga dapat menjalin hubungan asmara dengan orang lain.
"Saya tidak cocok menjadi pacar seseorang, tapi saya bisa menjadi teman yang baik. Saya hanya ingin seseorang yang selera yang sama untuk bisa lakukan hobi yang sama bersama," kata salah seorang pemuda yang menganut konsep ini. Â
Â
Bukan Pernikahan Sepasang Sahabat
Meski terkesan kasual dan santai, tapi beberapa pasangan friendship marriage tetap mengaplikasikan ada pembagian pekerjaan rumah tangga, pengaturan pengeluaran, hingga mengatur tata letak rumah sehari-hari. Tapi sekali lagi, mereka bersama bukan atas dasar jatuh cinta, melainkan minat yang sama.
Melansir dari Livemint, lebih dari 70 persen pasangan friendship marriage memilih menjalani hubungan ini untuk memiliki anak. Alasannya, seperti negara dengan kultur ketimuran lainnya, masih sulit bagi wanita lajang di Jepang untuk menjadi seorang ibu.
Tren ini lebih populer di kalangan orang-orang yang aseksual dan homoseksual, serta di antara anak muda dengan pendapatan di atas rata-rata nasional. Colorus, lembaga yang banyak menangani friendship marriage, mencatat bahwa sebanyak 500 orang di Jepang telah mencoba menerapkan konsep hubungan ini, bahkan sejak tahun 2015 lalu.
Jika mengacu pada sebutannya, friendship marriage bisa saja dianggap pernikahan yang dijalani oleh sepasang sahabat atau teman baik. Namun, pernikahan ini bisa juga dilakukan dua orang yang sebelumnya tidak saling kenal. Bagi orang yang baru bertemu, mereka akan meluangkan waktu untuk saling mengenal satu sama lain terlebih dulu sebelum memutuskan untuk menikah.
Jepang sedang menghadapi banyak persoalan sosial, termasuk di antaranya soal meningkatnya kaum jomblo akibat mereka yang menikah terlambat atau bahkan tidak menikah sama sekali. Maka itu, pemerintah mencoba mengatasinya dengan memanfaatkan kecerdasan buatan (AI).
Pemerintah di berbagai daerah sebenarnya sudah menggelar acara perjodohan tradisional dengan memanfaatkan AI untuk membantu mencari kecocokan antara calon pasangan. Mereka mengatakan ketidakcocokan itu terkadang menyebabkan orang-orang yang tidak pernah membayangkan bisa bersama untuk menikah.
Advertisement
Layanan Perjodohan AI di Jepang
Belum lama ini pemerintah pusat ikut turun tangan dengan memberikan dukungannya pada langkah-langkah yang bisa mengatasi laju depopulasi di seluruh negeri. Subsidi untuk acara pencomblangan AI yang diselenggarakan publik telah diperluas sejak tahun fiskal 2021.
Mengutip Kyodo, Minggu, 16 Februari 2024, menurut Badan Anak dan Keluarga, 31 dari 47 prefektur di Jepang menawarkan layanan perjodohan AI untuk membantu menemukan pasangan menikah pada akhir Maret tahun lalu, dan Pemerintah Metropolitan Tokyo bergabung dengan mereka pada Desember 2023.
Khawatir dengan menurunnya angka kelahiran dan populasi menua, Prefektur Ehime di Jepang bagian barat telah menggunakan data besar untuk mencocokkan orang-orang dengan calon yang potensial. Sistem prefektur merekomendasikan pasangan berdasarkan informasi pribadi yang terdaftar di pusat dukungan pernikahan dan riwayat penelusuran internet dari orang yang mencari pasangan.
"Tujuan dari program ini adalah untuk memperluas wawasan masyarakat sehingga mereka tidak hanya melihat faktor institusi akademik mana yang dimasuki atau usia mereka," kata Hirotake Iwamaru, seorang konselor di pusat tersebut. Sekitar 90 pasangan menikah setiap tahun dengan dukungan dari pusat tersebut.
Meminta Big Data untuk Merekomendasikan Pasangan
Prefektur Tochigi, sebelah utara Tokyo, menggunakan sistem yang sama. Katsuji Katayanagi dari pusat dukungan pernikahannya mengatakan, "Kaum muda cenderung menyerahkan urusannya kepada orang lain, jadi menurut saya kita perlu, sesekali, meminta big data untuk merekomendasikan pasangan."
Di sistem lain, pengguna menjawab lebih dari 100 pertanyaan. AI kemudian menganalisis kualitas yang dicari dari calon pasangan berdasarkan informasi yang terkumpul dan sebaliknya sebelum saling memperkenalkan kedua belah pihak.
Di Prefektur Saitama, dekat Tokyo, tempat sistem ini diperkenalkan pada 2018, terdapat 139 pasangan yang menikah pada akhir November tahun lalu. Beberapa dari mereka mengaku bertemu dengan seseorang yang tidak mungkin mereka pilih sendiri, dan seorang pejabat prefektur mengatakan bahwa sistem tersebut "menyediakan berbagai pertemuan."
Prefektur Shiga meluncurkan pusat dukungan pernikahan online pada 2022, dipicu oleh pandemi Covid-19. Mereka menggunakan sistem yang serupa dengan yang diadopsi oleh Saitama. Hingga akhir Januari, 13 pasangan sudah memutuskan untuk menikah melalui support center. Enam di antaranya bekerja sama dengan mitra yang diperkenalkan oleh AI.
Â
Advertisement