Sukses

Inovasi Wisata Ramah Lingkungan yang Manfaatkan Potensi Desa dan Hotel Minim Jejak Karbon

Berbagai inovasi untuk wisata ramah lingkungan membuktikan bahwa pariwisata bisa seiring dengan peningkatan kesadaran orang akan pentingnya menjaga lingkungan.

Liputan6.com, Jakarta - Berbagai inovasi untuk wisata ramah lingkungan membuktikan bahwa pariwisata bisa seiring dengan peningkatan kesadaran orang akan pentingnya menjaga lingkungan. Saling sinergis antara pemerintah, stakeholder, dan individu akan membuat tujuan Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 41 persen pada 2030 bisa lebih mudah tercapai.

Dari sisi pariwisata, pengelola bisa mengedukasi pengunjung lewat inovasi sebuah destinasi yang lebih ramah lingkungan dengan mengembangkan energi terbarukan, efisiensi energi, menggunakan bahan bakar rendah karbon, dan teknologi batubara bersih. Seperti destinasi wisata Umbul Ponggok di Klaten Yogyakarta, yang telah mengusung wisata ramah lingkungan sejak 2006 dengan memanfaatkan potensi desanya.

"Pertama kali gagasan muncul, karena kawasan Umbul Ponggok memiliki potensi sumber mata air sehingga lewat penataan agar menjadi nilai ekonomis yang lebih tinggi," ungkap Sri Mulyono, Manajer Operasional Umbul Ponggok melalui wawancara telepon dengan Tim Lifestyle Liputan6.com, Jumat, 31 Mei 2024.

Diimbangi Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengelolanya, Umbul Ponggok yang sepenuhnya dikelola oleh masyarakat desa setempat ini mendapatkan mentoring dari akademisi Universitas Gajah Mada (UGM). Mulyono mengatakan, dalam masa awal penyusunan kawasan Umbul Ponggok menjadi tempat wisata, pihaknya juga mengadakan survei hingga ke Bali sebagai inspirasi dalam membuat wisata taman bermain air seperti yang ada sekarang.

Umbul Ponggok yang sempat viral dan kini masih mempertahankan konsep wisata taman bawah laut buatan dengan memanfaatkan potensi mata air desa juga bekerja sama dengan Jogja Selam. Dari kajian dan sistem yang dibangun sejak 2006, akhirnya pada 2009 Umbul Ponggok mendirikan badan usaha milik desa. 

2 dari 4 halaman

Pemasukan Desa Rp4 Miliar per Tahun

Telah beroperasi selama 15 tahun pada 2024 ini, kawasan wisata Umbul Ponggok masih eksis. Inovasi dan kreativitas lewat musyawarah oleh masyarakat desa untuk membuat wahana diving dan snorkling, hingga underwater walking tour tetap eksis dan diminati wisatawan.

Menurut Mulyono, Umbul Ponggok bisa dikatakan sebagai satu-satunya tempat wisata air tawar yang menyediakan fasilitas tersebut. "Istilahnya kita buat brand, produk yang belum ada," cetusnya.

Luasan kolam di Umbul Ponggok memiliki lebar 50 x 25 meter, dengan kedalaman yang disesuaikan sekitar 1,5 meter, 2,8 meter, hingga 5 meter. "Tak kalah penting sebenarnya kualitas airnya yang jernih, mata air di desa kami 800 liter per detik debitnya, jadi sesuai untuk menjadi tempat wisata seperti ini berapa pun pengunjungnya," jelasnya lagi.

Menurutnya tak begitu ada kendala dalam pengelolaan kawasan yang memanfaatkan potensi air sebagai wisata, bahkan pihaknya juga dibantu Kementerian Desa dengan kemudahan perizinan. Pengunjung juga terus-menerus ada, tapi memang belum pulih seratus persen sejak pandemi Covid-19. 

"Memang pasca pandemi baru kembali 40 persennya dari sebelum pandemi. Pendapatan kita 4 miliar (rupiah) per tahun, sebelumnya di atas 8 miliar hingga 10 miliar (bruto)," beber Mulyono.  

 

3 dari 4 halaman

Hotel Berkonsep Eco-Conscious

Selain destinasi wisata, akomodasi sebagai tempat tinggal seperti hotel berkonsep ramah lingkungan juga ikut mendukung upaya mengurangi Gas Rumah Kaca (GRK), meminimalisir jejak karbon dan jadi sarana edukasi bagi tamunya. Seperti Greenhost Boutique Hotel yang berlokasi di Prawirotaman, Yogyakarta.

Dita Retno selaku Marketing Communications, Greenhost Boutique Hotel mengatakan, hotel yang ada di bawah manajemen Ayom Group ini menerapkan eco-conscious, kesadaran yang tidak hanya mengacu pada lingkungan tempat hidup tapi juga sekitarnya, seperti komunitas lokal.

"Dari pendiri ingin supaya industri hotel yang kita dirikan sedikit mungkin meninggalkan dampak ekologis dengan melakukan upaya keberlanjutkan agar tidak menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan, mencakup sistem operasi, bahan bangunan, kebijakan pembelian, penggunaan (kembali) air, konservasi energi, dan daur ulang limbah," ungkap Dita saat wawancara melalui telepon dengan Tim Lifestyle Liputan6.com, Jumat, 31 Mei 2024.

Inspirasi hotel ini, kata Dita berasal dari legacy para pendirinya yang juga memiliki property lain dengan konsep mirip. Untuk inovasi keberlanjutan dalam hal pilah sampah dan daur ulang, pihak hotel bekerja sama dengan E-waste RJ untuk pengolahan limbah elektronik dan bank sampah Lestari Bumiku RW 08.

"Ini untuk yang daur ulang sampah kertas dan sejenisnya kardus, yang mengambil orang lingkungan sekitar Greenhost," jelasnya. 

Inovasi lain dalam hal penerapan hidup berkelanjutan adalah pengadaan produk dengan kerja sama UMKM lokal yang sebisa mungkin penyediaannya berasal dari lingkungan sekitar pasar tradisional dan vendor lokal. Begitu juga penggunaan furnitur untuk kamar yang menggunakan bahan-bahan daur ulang seperti lampu, perabot lemari dan meja adalah hasil upcycling. 

"Memang didaur ulang tapi fungsinya di-upgrade agar sesuai dengan kebutuhan. Setiap interior memiliki desain yang berbeda karena merupajan hasil rempah (remukan sampah)," jelas Dita lagi.

4 dari 4 halaman

Konsep Eco-Consious Ikut Menghemat Listrik dan Air

Terdapat empat tipe kamar di Greenhost Boutique Hotel yang desain interiornya sangat personal. Lalu dari sisi penggunaan energi hotel ini sengaja hanya menyediakan 400 watt di setiap kamar, sehingga hanya memakai lampu LED yang remang. Hotel sengaja tidak menyediakan hairdryer dan safe deposit box untuk tipe kamar superior, tapi di jenis kamar lainnya disediakan dengan daya listrik rendah.

"Intinya kita memberi encorage (mendorong) tamu, karena listrik memiliki konsekuensi logis terhadap lingkungan, kalau untuk menyediakan listrik berlebihan kan harus ada PLTA atau PLTU," cetusnya.

Bangunan juga dirancang selayaknya open space, sehingga di lorong hotel pun sudah sejuk dengan pepohonan dan tidak lagi diperlukan AC. Namun ada kipas angin di bagian lobby fuction, dengan bukaan jendela agar tidak ada penggunaan daya listrik yang besar.

Material bangunan pun tidak dicat sepenuhnya, hanya 80 persen saja dengan menggunakan cat waterbased. Gedungnya  juga tidak banyak menggunakan kaca, menghindari efek rumah kaca yang memengaruhi global warming.

"Water manajemen, kita juga punya sistem mendaur ulang air yang sudah digunakan tamu. Tapi tidak dikonsumsi lagi, hanya untuk penyiraman tanaman, jadi menyiram tanaman tidak menggunakan air baru," sambungnya.

Dan yang menjadi highlight tamu, hotel ini mempunyai kebun hidroponik, di mana hanya ada dua hotel di Jogja yang memiliki fasilitas tersebut. Dinamakan creative farming, terdapat 20 variasi tanaman yang diproduksi dan biasanya 95 persennya dipakai untuk membuat salad.

Menurut Dita, tamu hotel akan mendapat pengalaman yang berbeda setiap kali kembali menginap. Karena pihak hotel juga kerap mengadakan pameran di gedung hotel untuk memamerkan karya seni seniman lokal di Indonesia. Pihaknya menjadi wadah para seniman dan UMKM dengan penyelenggaraan Green Art Galery.Â