Liputan6.com, Jakarta - Sudah seharusnya praktik pariwisata berbanding lurus dengan kesadaran pelancong menjaga keasrian destinasi. Namun sayangnya, ada saja pengunjung yang jadi sorotan dari waktu ke waktu karena mendadak mengambil peran sebagai perusak lingkungan, terutama di destinasi wisata alam.
Kepala Sub Bagian (Kasubdit) Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam pada Kawasan Konservasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agung Nugroho mengatakan bahwa tindakan itu menandakan tidak semua wisatawan yang berkunjung ke destinasi wisata tahu dan memahami aturan yang berlaku.
Baca Juga
Ini, menurutnya, terutama di destinasi wisata alam di kawasan konservasi, seperti Taman Nasional (TN), Taman Wisata Alam (TWA), dan Taman Hutan Raya (Tahura). "Bahkan, sebagian dari mereka memang abai terhadap imbauan yang sudah disampaikan pengelola TN/TWA/Tahura," sebut dia melalui pesan pada Lifestyle Liputan6.com, Sabtu, 1 Juni 2024.
Advertisement
"Upaya terus dilakukan dalam mengedukasi wisatawan untuk jadi pengunjung yang bertanggung jawab," kata Agung. "Jadilah pengunjung cerdas dengan tidak melakukan berbagai bentuk perusakan." Edukasi, ia menyambung, telah disampaikan melalui berbagai media, kegiatan kampanye dan sosialisasi, pemasangan rambu-rambu, papan imbauan, serta pemberian sanksi.
Tindakan pelancong abai pada kelestarian lingkungan pun disayangkan Wakil Ketua Pokdarwis Sumping Nusa Pulau Derawan Yudha Muhammad. "Orang yang berlibur tentu maunya tempat yang mereka tuju indah, aman, dan nyaman. Karena itu, miris melihat masih saja ada pengunjung yang tidak mengikuti aturan," ungkapnya melalui pesan, Sabtu.
Sanksi bagi Pelanggar
Ketika ditanya alasan kejadian perusakan alam terjadi berulang di destinasi wisata, Yudha berpendapat bahwa sanksi kurang tegas yang diatur kelompok wisata, pengelola usaha, maupun pemerintah setempat bisa jadi salah satu penyebabnya. "Kemudian, kurangnya sosialisasi terhadap wisatawan," imbuhnya. "Sosialisasi dapat disampaikan melalui pemandu wisata, papan imbauan, serta pelaku usaha di wilayah tersebut."
Agung menambahkan, minimnya edukasi tentang etika dalam berwisata dan etika berhubungan dengan alam membuat wisatawan tidak punya cukup pemahaman untuk berlaku positif terhadap alam saat berwisata. "Etika berwisata alam dapat ditumbuhkan sejak dini melalui jalur pendidikan formal maupun informal," menurut dia.
Pemberian sanksi, ia melanjutkan, jadi salah satu upaya memberi efek jera. "Namun, yang sangat penting adalah memberi edukasi maupun penanaman etika, terutama di sekolah, dalam keluarga, di kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler sekolah maupun kampus, serta penegasan aturan saat pengunjung masuk ke kawasan konservasi untuk berwisata," tegasnya.
Terkait pemberian sanksi, Agung menyebut, itu dijatuhkan sesuai pelanggaran perusakan lingkungan yang dilakukan. Pertama, bisa berupa larangan kunjungan alias blacklist.
"Wisatawan yang melakukan pelanggaran serius dapat dilarang mengunjungi destinasi wisata tersebut selama jangka waktu tertentu atau secara permanen. Dalam kasus tertentu, blacklist dapat diterapkan tidak hanya di tempat terjadinya pelanggaran, tapi secara nasional," bebernya.
Kemudian, bisa juga melalui kompensasi kerusakan. Artinya, wisatawan dapat diwajibkan membayar kompensasi atas kerusakan yang mereka sebabkan. Ketiga, sanksi bisa berupa tuntutan hukum. "Tindakan perusakan lingkungan yang berat dapat dibawa ke ranah hukum untuk proses pidana," kata Agung.
Advertisement
Pihak-Pihak yang Harus Terlibat dalam Penerapan Sanksi
Pihak-pihak yang perlu terlibat dalam penerapan sanksi, Agung menyebut, pertama, KLHK. Mereka berperan dalam merumuskan kebijakan, regulasi, dan standar sanksi untuk pelanggaran lingkungan di destinasi wisata alam pada kawasan konservasi dengan dukungan kementerian/lembaga terkait.
"Lalu, penegak hukum, dalam hal ini polisi kehutanan dan polri, dalam melakukan penegakan hukum terhadap pelanggar. Pengelola kawasan juga terlibat dengan menyediakan fasilitas untuk laporan pelanggaran, memasang papan informasi tentang aturan, dan melatih staf untuk mengelola insiden pelanggaran," bebernya.
Masyarakat dan komunitas lokal pun berperan aktif dalam mengawasi perilaku wisatawan dan melaporkan pelanggaran. "Tentu, wisatawan sendiri harus mematuhi aturan yang ada, melaporkan tindakan perusakan yang dilakukan wisatawan lain, mengikuti edukasi lingkungan yang disediakan, dan berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan."
Terkait upaya mengurangi wisatawan perusak lingkungan, Agung mengatakan, pihaknya telah mengedukasi masyarakat melalui berbagai media, pameran dan event serupa, bahkan menggandeng influencer pegiat outdoor untuk membuat konten edukasi. "(Kami) juga menggandeng guru dan tokoh agama untuk menyosialisasikan materi etika hubungan manusia dan alam," ujarnya.
"Di beberapa tempat, " ia menyambung. "(Kami) memasukkan materi ke dalam muatan lokal di sekolah formal, serta mengupayakan proses law enforcement bagi wisatawan yang melakukan pelanggaran."
Perlu Pendekatan Komprehensif
Narasi serupa dijabarkan Yudha. Ia menambahkan, penting untuk bekerja sama dengan komunitas lokal, LSM, dan organisasi lingkungan untuk memperkuat upaya pelestarian di destinasi wisata. "Dengan pendekatan yang komprehensif, wisatawan diharapkan lebih sadar dan bertanggung jawab dalam menjaga kelestarian lingkungan," harapnya.
Soal kasus wisatawan perusak lingkungan, ia bercerita, pihaknya acap kali mendapati tindakan itu terkait sampah dan terumbu karang. "Ada beberapa wisatawan yang masih membuang sampah tidak pada tempatnya," kata dia. "Sampai-sampai pernah kami temukan wisatawan masih membuang sampah plastik di laut."
"Ada beberapa wisatawan saat snorkeling, entah sengaja atau tidak, mereka menginjak karang-karang yang ada di spot tersebut," ia menambahkan. Yudha berharap adanya kesadaran dari berbagai pihak dalam menjaga kelestarian lingkungan agar wisata Pulau Derawan bisa terus eksis dan berkembang.
Sebagai penutup, Agung menyebut bahwa Indonesia dianugerahi keindahan alam luar biasa, termasuk di dalamnya berbagai jenis tumbuhan dan satwa. "Ini merupakan aset yang harus dijaga, mengingat kegiatan wisata alam yang berkelanjutan membutuhkan kelestarian alam yang baik," katanya.
"Pada para wisatawan, jadilah pengunjung yang cerdas dan bertanggungjawab dengan mematuhi aturan dan rambu-rambu, tidak melakukan kerusakan, termasuk tidak meninggalkan sampah sembarangan," tandasnya.
Advertisement