Liputan6.com, Jakarta - Museum seni kontemporer akan dibuka di kawasan Nuanu, Tabanan, Bali, pada awal 2026. Museum yang diprakarsai oleh seniman Jepang-Amerika, Eugene Kangawa tersebut akan berisikan berbagai instalasi seni dan ruang lain yang dapat menjadi destinasi baru untuk wisatawan yang pergi ke Bali.
Berdiri di atas tanah seluas satu hektare, Eugene Museum in Bali bertujuan untuk mengintegrasikan gaya hidup, seni, pendidikan, dan kesadaran lingkungan dengan lanskap laut dan hutan. Konstruksi bangunannya dirancang oleh arsitek Indonesia Andra Matin yang akan membangun gedung seluas 3.000 meter persegi.
"Merupakan suatu kehormatan bahwa karya tersebut telah melampaui kerangka pameran keliling dan menjadi museum permanen," sebut Eugene dalam rilis pers yang diterima oleh Tim Lifestyle Liputan6.com, beberapa waktu lalu.
Advertisement
Museum yang akan menampilkan lebih dari 15 instalasi seni permanen milik Eugene ini juga akan menyediakan layanan lain seperti, perpustakaan, program menginap di museum pada malam hari, dan kafe. Sejauh ini, Eugene Museum in Bali baru akan diluncurkan untuk masyarakat sekitar pada akhir 2025 dan akan dibuka untuk publik di tahun berikutnya.
Museum ini diperkirakan akan menarik lebih dari 1 juta pengunjung setiap tahunnya. Terkoneksi di kawasan seluas 44 hektare, lokasi sekitar museum akan dibuka untuk publik pada akhir 2024 sebagai upaya integrasi yang universal sesuai dengan konsep seni yang dibawa oleh Eugene. Seniman kelahiran 1989 itu dikenal menciptakan lukisan abstrak dan berskala besar.
Pertahankan Pepohonan yang Ada
Eugene Museum in Bali berusaha untuk tetap memperhatikan lingkungan di sekitar kawasan museum dan tidak mengembangkan upaya gated community yang memisahkan ruang antara lokasi wisata ini dengan warga lokal. Hal tersebut terlihat dari konsep ruang yang diupayakan timnya.
Museum rancangan Andra tersebut menafsirkan konsep museum karya Eugene dan menyatukannya dengan filosofi tradisional desa Bali kuno. Arsitektur dan lanskap dirancang menimbulkan gangguan seminimal mungkin terhadap alam dengan kegiatan yang tanpa sedikit pun merusak pohon-pohon dengan mempertahankan lingkungan alam yang sudah ada di lokasi.
"Ada kesamaan antara karya Eugene dan karya saya yang mencakup kekaguman kami terhadap matahari, angin sepoi-sepoi, dan bayangan," sebut Andra, arsitek kelahiran Bandung yang pernah merancang creative space Dia.Lo.Gue di Jakarta Selatan dan Gedung Komunitas Salihara.
Eugene berharap museum ini bisa jadi ruang yang mudah diakses oleh semua generasi dan melampaui batas-batas negara. Di luar perannya sebagai lembaga seni permanen, museum ini siap untuk terlibat aktif dalam inisiatif sosial, termasuk kegiatan workshop yang bekerja sama dengan lembaga pendidikan sekitar dan komunitas lokal.
Advertisement
Akan Jadi Lokasi Program Sosial Bagi Warga Lokal
Seperti yang dicita-citakan Eugene, kawasan ini juga akan didedikasikan untuk konservasi lingkungan dan berbagai program berbasis masyarakat. Konservasi lingkungan yang direncanakan mencakup perlindungan spesies kupu-kupu lokal, pengadaan laboratorium daur ulang, pengenalan kereta listrik, dan penerapan program pelestarian terhadap anjing lokal.
Selaras dengan hal tersebut, telah berdiri sekolah dasar internasional di dekat kawasan museum dan selanjutnya pihak sekolah akan membangun tingkat menengah pertama dan atas. Hal ini diharapkan bisa menjadi integrasi yang bermanfaat bagi siswa sekolah. Selain itu, museum itu juga akan mengadakan program bersama komunitas lokal dengan membentuk Program Sosial Eugene.
Program ini berupaya untuk berkolaborasi dengan komunitas lokal dan institusi pendidikan terdekat dengan menyelenggarakan workshop keterampilan dan mengundang sejumlah mahasiswa dari perguruan tinggi lokal dan peserta internasional. Program workshop ini direncanakan melibatkan beragam kelompok individu, termasuk para profesional seni dan pengusaha.
Mengenal Sosok Eugene Kangawa Sang Pendiri Museum
Eugene Kangawa (35) adalah seniman kontemporer Jepang kelahiran Amerika yang dikenal karena pendekatannya yang canggih dan menakjubkan dalam lukisan, instalasi berskala besar, dan berbagai proyek seni yang ditujukan untuk advokasi anak-anak dan kegiatan sosial. Ia disorot sebagai salah satu dari empat artis Jepang terkemuka, bersama dengan Team Lab dan lainnya, dalam buku terbitan 2017 karya Daisuke Miyatsu.
Eugene sangat terkenal karena pameran tunggalnya di Museum Seni Kontemporer Tokyo, salah satu museum seni kontemporer paling bergengsi di Jepang. Ia mencetak rekor sebagai seniman termuda yang mengadakan pameran tunggal di museum tersebut. Pameran ini menjadi fenomena sosial dan menimbulkan antrean panjang. Karya-karya khasnya, seperti 'Sea Garden', 'Goldrain', dan 'Everything Shines', selaras dengan kemanusiaan universal yang selalu dibawanya.
Sifat universal dan kontemporer dari karya seni Eugene telah diakui secara global dengan dukungan dari beragam komunitas dan kolektor dari seluruh dunia. Mengapa Bali yang dipilih sebagai lokasi museum permanennya?
Ia mengatakan bahwa Bali yang saat ini sudah bagaikan episentrum Asia menarik perhatiannya, apalagi ketika mengetahui Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan.
"Percakapan dengan teman-teman saya dari Indonesia selalu sangat menyenangkan. Beberapa tahun lalu, saya menemukan kata 'Archipelago”' yang berarti kepulauan. Kemunculan kebersamaan, meski ada kontradiksi, merupakan simbiosis sejati. Tampaknya inilah idenya. Faktanya, dunia juga merupakan negara kepulauan. Saya akan meluangkan waktu untuk memahami lebih dalam kata ini di kemudian hari," tutur Eugene.
Pria tersebut juga mengatakan bahwa dirinya siap untuk terlibat dalam inisiatif pengembangan kawasan Nuanu. Ia akan berkolaborasi dengan para pemikir kreatif dari berbagai negara sebagai mitra Jepang dan menjadi satu-satunya penyedia fasilitas tunggal dalam pembangunan kawasan museum ini.
Advertisement