Liputan6.com, Jakarta - Bertajuk "Lestarikan Budaya dengan Bangga Berkebaya," Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) siap menggelar perayaan perdana Hari Kebaya Nasional yang puncaknya akan berlangsung pada Rabu, 24 Juli 2024. Ketua Umum KOWANI Giwo Rubianto Woyogo menyebut perwujudannya merupakan bagian dari tanggung jawab pihaknya sebagai ibu bangsa.
"Penetapan Hari Kebaya Nasional (setiap 24 Juli) itu merujuk pada tanggal diselenggarakannnya Kongres Wanita Indonesia X yang saat itu dihadiri presiden pertama RI, Ir. Soekarno," katanya saat jumpa pers di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024). "Saat itu, Presiden Soekarno menyampaikan peran perempuan sangat penting dalam pembangunan."
Membangkitkan semangat itu, Giwo menyebut bahwa rangkaian peringatan Hari Kebaya Nasional, yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2023, tidak semata mengajak berkebaya. Sederet agendanya bermaksud membahas makna mendalam busana tradisional tersebut.
Advertisement
Sebelum perayaan puncak yang dijadwalkan berlangsung di Istora Senayan Jakarta, bulan depan, KOWANI telah memulai berbagai side event dalam rangkaian peringatan Hari Kebaya Nasional. Pada 10 Mei 2024, mereka sudah menyelenggarakan webinar "Aku dan Kebaya." "Talkshow dan parade kebaya juga sudah diselenggarakan pada 28 Mei 2024," imbuh Giwo.
"Pada 10 Juli (2024), kami akan mengundang salah satu narasumber dari Global Peace Awareness sebagai speaker (untuk memaparkan) bagaimana kebaya bisa jadi salah satu simbol kolaborasi dan alat perdamaian bagi seluruh perempuan, bukan hanya di Indonesia atau ASEAN, tapi dunia," ia menambahkan.
Apa Saja Perayaan Hari Kebaya Nasional?
Di puncak perayaan Hari Kebaya Nasional, Giwo mengatakan, akan ada pameran budaya hasil kreasi para perempuan. "Di antaranya ada pelukis dan perempuan difabel pembuat kebaya. Segala aktivasinya akan berhubungan dengan kebaya," sebutnya.
Di samping, ada KOWANI Expo yang mememerkan ragam karya UMKM yang telah dikurasi secara cermat. "Kami juga akan melibatkan organisasi wanita, komunitas pecinta kebaya, para anggota KOWANI tentunya, serta para mahasiswa," sebut Giwo, menambahkan bahwa total peserta perayaan Hari Kebaya Nasional mencapai tujuh ribu perempuan lintas usia.
"Di hari peringatan (kebaya), kami juga ingin menggaungkan kembali nilai histori dan semangat perjuangan perempuan Indonesia," imbuhnya. Ia berharap, para perempuan Indonesia di hari itu juga akan menunjukkan solidaritas dengan berkegiatan menggunakan kebaya.
"Karena salah satu pesan yang mau kami bawa adalah kebaya itu bisa dipakai saat berkegiatan sehari-hari. Padu-padan dan kreasinya juga bisa disesuaikan asal desain kebaya masih sesuai pakem," ia menyebutkan.
Advertisement
Kebaya Menuju Pengakuan UNESCO
Hari Kebaya Nasional juga jadi salah satu upaya mendorong pengakuan UNESCO akan kebaya. Tahun lalu, Indonesia bergabung dengan empat negara Asia Tenggara: Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, dan Thailand, dalam pengajuan joint nomination kebaya sebagai Warisan Budaya Takbenda ke UNESCO.
Kendati demikian, Indonesia juga mengajukan kebaya labuh dan kebaya kerancang dalam single nomination. Terkait itu, Giwo menyebut pihaknya fokus pada inisiasi joint nomination kebaya di peringatan bulan depan.
"Waktu kami hadir di (sidang) UNESCO dua tahun lalu, sudah disampaikan bahwa target kita untuk joint nomination dulu," ungkapnya pada Lifestyle Liputan6.com usai jumpa pers. "Kita hilangkanlah egoisme dengan adanya joint nomination. Bersama-sama, kita sinergi, berkolaborasi untuk mewujudkan perdamaian."
Dalam upaya jangka panjang, supaya semangat berkebaya tidak semata jadi peringatan anual, KOWANI menyebut tengah mengadvokasi terwujudnya "Selasa Berkebaya." Terkait itu, mereka hanya meneruskan gerakan sudah dilakukan berbagai organisasi dan komunitas, termasuk Perempuan Berkebaya.
Gen Z Suka Pakai Kebaya?
Memastikan keterlibatan generasi muda yang akan jad penerus perjuangan di masa depan, Giwo menyebut, pihaknya melakukan edukasi ke sejumlah kampus untuk mengenalkan kebiasaan berkebaya. "Kami sebagai orang tua juga harus jadi panutan (dalam berkebaya)," ia menambahkan.
Giwo bercerita, "Kami sudah lakukan (edukasi perihal kebaya) di salah satu universitas swasta di Jakarta Utara." Sebagai langkah awal, mereka akan melanjutkan gerakan ini di sejumah kampus swasta nasional maupun universitas negeri di Jakarta.
"Anak muda sekarang juga sebenarnya sudah sadar dengan (kebiasaan memakai) kebaya," ucapnya. "Itu benar-benar mereka pakai sehari-hari, bahkan waktu nonton konser. Dua minggu lalu, saya lihat di GBK, ada sekelompok anak muda mau nonton konser K-pop (NCT Dream), dan mereka pakai kebaya."
Maka itu, Giwo menyarankan untuk tidak memberi banyak larangan, supaya anak muda bisa mengeksklorasi budaya. "Jangan langsung tidak boleh nonton K-pop, tidak bisa begitu. Metodenya harus persuasif, makanya kami menggelar edukasi ke kampus-kampus," tandasnya.
Advertisement