Liputan6.com, Jakarta - Setiap tahun, Pekan Raya Jakarta (PRJ) menjadi magnet bagi ribuan pengunjung yang ingin merasakan kemeriahan dan ragam budaya khas Betawi. Di antara berbagai atraksi dan sajian kuliner yang tersedia, ada satu makanan yang selalu menjadi primadona dan identik dengan PRJ, yaitu kerak telor.
Makanan bercita rasa gurih itu menjadi salah satu makanan khas betawi, suku asli Jakarta yang makin terpinggirkan. Para penjualnya kini bertindak sebagai penjaga tradisi yang setia dengan resep dan cara memasak yang sudah turun-temurun.
Baca Juga
Di PRJ, mereka mulai berjualan dari pukul 10.00–23.00 WIB (weekend) dan 16.00–22.00 (weekday). Seporsi kerak telor dibanderol Rp30 ribu untuk telur ayam dan Rp35 ribu untuk telur bebek dengan rata-rata 20 porsi laku terjual setiap hari.
Advertisement
Banyak di antara mereka yang telah berjualan di PRJ selama bertahun-tahun, bahkan ada yang sudah belasan tahun melakoni profesi ini. Salah satu penjual kerak telor veteran di PRJ adalah Adi (48).
Dengan mengenakan pakaian motif batik berwarna abu-abu kehitam-hitaman ditambah peci merah khas Betawi, ia duduk di belakang pikulannya yang sederhana sambil sesekali memanggil pengunjung PRJ agar membeli dagangannya, "Kak, kerak telornya silakan!".
Adi sangat sigap melayani pelanggan yang memesan ditambah dengan senyumannya yang ramah. Ia sudah berjualan kerak telor sejak 2009. Keahliannya dalam membuat kerak telor sudah tidak diragukan lagi.Â
"Saya sudah 15 tahun jualan kerak telor, dari saudara juga sih awalnya, dari kakek," ujar Adi kepada Tim Lifestyle Liputan6.com pada Kamis, 13 Juni 2024. "Saya sekarang gabung sama tim (kerak telor) sudah tiga tahun dan tiap tahun ikut dagang di PRJ," tambahnya.
Diminati Kalangan Atas dan Bawah
Adi mengaku kerak telornya masih diminati pembeli. "Alhamdulillah peminat kerak telor di Jakarta mah banyak, sekitar 80 persen iya karena jadi ciri khasnya Betawi kan. Itu dari kelas menengah ke atas pun masih pada beli, dari kelas bawah sampai atas jajan kerak telor," ungkap Adi.
Meski begitu, perjalanan Adi dalam jualan kerak telor tidak sepenuhnya mulus. Dia menceritakan bahwa jualannya tidak setiap saat ramai pembeli, ada juga saat-saat sepi.
"Suka duka jualan kerak telor selama 15 tahun ini kalau lagi hujan enggak dapat duit. Kalau lagi ramai ya Alhamdulillah, tapi ya itulah risiko kita kan," tutur Adi.
Ketika pandemi Covid-19 melanda beberapa tahun yang lalu, Adi sempat berhenti berjualan kerak telor dan beralih pekerjaan. "Pas Covid karena enggak ada PRJ ini, saya jualan bunga buat dekorasi sama dijual online," katanya sambil sibuk memasak pesanan kerak telor.
Ia bersyukur sekarang sudah bergabung dengan tim penjual kerak telor karena akan digaji. Dia mengaku tak ada target tertentu selama menjual kerak telor sepanjang PRJ 2024.
Advertisement
Sewa Tempat yang Mahal
Selain Adi, ada juga Khairullah (26). Ia mengaku sudah menjual kerak telor sejak 2016. Sama seperti Adi, ia secara rutin ikut acara PRJ sejak mulai berjualan.
Tidak pernah absennya ia dari acara PRJ, membuatnya merasakan adanya perbedaan suasana PRJ dari tahun ke tahun. "Perbedaannya adalah dari suasana dan booth-booth, dan mungkin tahun kemarin agak kurang pengunjungnya, mungkin karena habis Covid-19 juga ya. Mudah-mudahan tahun ini ramai kayak tahun-tahun sebelumnya," harapnya.
Para penjual kerak telor terlihat berjejer di area PRJ. Menurut Khairullah, di sekitar tempatnya berjualan, ada sekitar 11 penjual kerak telor yang merupakan satu tim dengannya.
Pikulan itu bukan miliknya, melainkan dipinjamkan pemilik. Per pikulan, pemiliknya harus membayar sekitar Rp30--40 juta agar bisa berjualan di PRJ. "Prosesnya kan ada owner juga ya, karena kemarin ada pengemasan pengurangan gitu, nah itu sulitnya. Jadi gimana kita berani aja, berani sewa, berani bayar tempat yang lumayan gitu," jelasnya.
Asal Mula Kerak Telor
Kerak telor terbuat dari beras ketan dan telur yang kemudian disajikan bersama serundeng, ebi, dan cabai bagi yang suka pedas. Makanan itu umumnya dimasak menggunakan wajan yang dibakar di atas arang dan dinikmati saat masih hangat agar rasa gurihnya semakin menggugah selera.
Mengutip Kanal Regional Liputan6.com pada Kamis, 13 Juni 2024, makanan itu sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Kerak telortercipta dari hasil percobaan sekelompok masyarakat Betawi yang tinggal di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Mereka mulanya mencoba membuat omelet mi dengan menggunakan bahan baku khas Indonesia, yakni kelapa.Â
Pada zaman penjajahan Belanda, kerak telor menjadi makanan bergengsi yang mahal dan hanya bisa disantap oleh masyarakat kalangan atas. Seiring berjalannya waktu, masyarakat Betawi mulai memberanikan diri untuk menjajakan kerak telor dengan harga terjangkau, sehingga dapat dinikmati semua kalangan.Â
Pada saat Jakarta dipimpin oleh Gubernur Ali Sadikin, makanan khas Betawi ini mulai dipromosikan. Pada 1970-an, masyarakat Betawi mulai menjajakan kudapan ini di sekitar tugu Monumen Nasional.
Advertisement