Sukses

Bertandang ke Rumah Panjang Suku Iban di Sibu Sarawak yang Miliki 28 Pintu, Disuguhi Tuak dan Ulat Sagu

Suku Dayak Iban tak hanya menempati wilayah Indonesia, tetapi juga Sarawak, Malaysia. Mereka biasa menempati rumah panjang bersama keluarga besar.

Liputan6.com, Jakarta - Belum lengkap berwisata ke Kota Sibu, Sarawak, Malaysia, tanpa bertandang ke Rumah Panjang Iban di Bawang Assan. Tempat itu bisa ditempuh sekitar satu jam perjalanan dari dari pusat kota.

Rumah Panjang Iban merupakan ruang komunal bagi kelompok Etnis Iban di Desa Bawang Assan. Terdapat sembilan rumah panjang di kawasan itu, tetapi yang saya singgahi atas undangan Scoot dan Sarawak Tourism Board pada awal Juni 2024 adalah milik keluarga RH. Micheal Ancho.

Sesuai namanya, rumah kayu itu panjang dengan 28 pintu dan dihuni 42 keluarga kecil. Rumah itu terbagi dua bagian utama, yakni bagian luar dan bilik dalam.

Bilik menjadi tempat tinggal satu keluarga yang dibatasi dengan sekat-sekat. Semakin berkembang suatu keluarga, semakin panjang ukuran rumah. Di sanalah mereka berkegiatan sehari-hari hingga melaksanakan perayaan besar, seperti upacara perkawinan, kematian, dan Hari Gawai Dayak.

Wisatawan yang ingin mencicipi pengalaman berinteraksi dengan masyarakat Iban bisa berkunjung ke sana. Mereka menyediakan pilihan paket wisata satu hari dan paket menginap.

Saat rombongan kami tiba, tuan rumah menyambut kami dengan Tari Ngajat, yakni tarian pergaulan khas Sarawak yang dipertunjukkan di berbagai kesempatan, termasuk menyambut tamu. Penari beraksi dengan diiringi alunan gong.

“Tarian Ngajat, tarian tradisional Iban, biasa untuk menyambut tetamu yang datang ke Rumah Panjang, cara sambutan. Salah satu untuk memanggil Tuhan supaya memberi rezeki kepada tetamu yang datang," kata Lydia Kandau, perempuan suku Iban yang tinggal di salah satu bilik.

 

 

2 dari 4 halaman

Wisatawan Disuguhi Tuak Sebagai Minuman Selamat Datang

Selanjutnya, para tamu akan diajak menari bersama mengelilingi tiang yang dihiasi dedaunan seperti pohon dan digantungi berbagai macam makanan ringan. Tamu yang ikut menari diberikan Podang Iban untuk memotong sampai habis semua makanan ringan yang menggantung di pohon tersebut.

Lydia menjelaskan, "Pokok (pohon) yang di tengah itu salah satu sembolek (simbol) untuk kita, doa rezeki yang berlimpah. Sambil menari mengelilingi dan potong semua kueh-kueh dan makan itu sampai habis dan katakan ‘Ooooohaa’ lepas rebahkan (runtuhkan) pokok (pohon) dan doa untuk kesejahteraan kita semua."

Dalam penyambutan tersebut, para wisatawan akan dibagikan tuak sebagai minuman selamat datang. Tuak berbahan dasar ketan yang difermentasi selama berminggu-minggu sehingga menghasilkan zat alkohol di dalamnya. Tuak khas Iban dibuat secara tradisional dengan resep turun-temurun.

"Tuak itu kami buat sendiri ada yang untuk dijual dan untuk sendiri. Kami, Iban, itu wajib ada Tuak karena ketika Hari Gawai itu harus ada paling tidak satu botol Tuak. Walaupun keluarga bercampur dengan Melayu, mereka tidak minum, mereka bisa sentuh atau buang sedikit isi gelasnya," ujar Lydia.

Selain tuak, warga Iban juga memiliki langkau, sejenis minuman beralkohol. Bedanya, langkau berbahan biji jagung.

 

3 dari 4 halaman

Camilan Iban Mirip Kuliner Indonesia

 

Saya juga berkesempatan untuk mencicipi camilan khas suku Iban. Sebagian besar menunya mengingatkan pada camilan-camilan di Indonesia. Tak mengherankan mengingat kita masih serumpun dan bertetangga dekat.

Misalnya, cuan-cuan atau kue bunga ros. Camilan itu memiliki rasa dan bentuk yang sama dengan kue kembang goyang di Indoensia.  Camilan renyah dengan cita rasa manis ini terbuat dari campuran tepung beras, tepung jagung, santan, telur ayam, dan gula yang dimasak dengan cara digoreng. Kue ini juga menjadi salah satu penganan yang disajikan saat perayaan Hari Gawai Dayak.

Ada pula Penyaram yang merupakan kue cucur versi Iban. Memiliki tampilan dan rasa persis sama dengan yang kita temui di Indonesia, kue penyaram juga terbuat dari tepung terigu, tepung beras, garam, air, dan gula aren yang menambah cita rasa manis pada kue ini.

Tapi, kue sarang semut khas Iban berbeda dengan kue sarang semut yang dikenal di Indonesia. Bila kue versi Indonesia berwujud seperti kue bolu yang bertekstur seperti sarang semut, kue sarang semut khas Iban lebih renyah, mengingatkan pada kue kremes yang terbuat dari ubi.

Camilan itu terbuat dari adonan tepung beras, tepung jagung, gula, dan garam yang diaduk hingga kental. Adonan ini kemudian digoreng di minyak panas dengan cara disaring melalui tempurung kelapa atau wadah plastik yang telah dilubangi kecil-kecil.

4 dari 4 halaman

Ragam Masakan Iban yang Dominan Asam

Saya juga sempat menyicipi masakan khas Iban yang sebagian besar bercita rasa asam. Salah satunya terung asam tumis balacan. Masakan berbahan terung asam alias terung dayak itu adalah salah satu jenis terung yang banyak ditemui di daratan Borneo.

Tekstur terung ini hampir mirip dengan tomat dan memiliki rasa yang asam. Terung Asam biasa diolah dengan cara ditumis menggunakan balacan dan ikan teri. Rasanya segar dan gurih.

Ada pula kasam tubu atau rebung asam. Masakan itu menggunakan tunas bambu yang masih muda. Sebelum dimasak, rebung direndam air dan disimpan dalam jangka waktu sekitar dua minggu di dalam wadah pada suhu ruang hingga mengeluarkan rasa asam. Setelah menjadi kasam tubu, rebung siap diolah dengan cara ditumis maupun dicampur dengan masakan lainnya.

Tersedia pula Manok Pansoh, yaitu masakan berbahan ayam yang dimasak di dalam bambu dengan berbagai bumbu rempah. Ayam yang telah dipotong-potong dimasukkan ke dalam rongga bambu bersama dengan bumbu rempah dan air, lalu dipanggang hingga matang. 

Terakhir adalah yang paling menantang, yakni ulat sagu. Makanan eksotis ini kaya akan kandungan protein. Semakin tua usia ulat sagu, teksturnya akan semakin kenyal dan alot. Ulat sagu dapat dikonsumsi secara langsung sebagai camilan maupun diolah menjadi masakan, misalnya ditumis menggunakan daun kucai atau dimasak dengan bumbu rempah di dalam bambu.

Penulis: Annisa