Sukses

Menghidupkan Kembali Seni Kaligrafi Kampung Lengkong Ulama Pagedangan yang Pernah Berjaya hingga Tingkat Asia Tenggara

Para seniman kaligrafi Kampung Lengkong Ulama di Kecamatan Pagedangan, Serpong, Tangerang, Banten, adalah yang menghasilkan sederet karya mushaf ikonis, seperti Mushaf Istiqlal dan Mushaf Wakaf Berwajah Palembang.

Liputan6.com, Jakarta - Seni kaligrafi menjadi nadi utama penduduk Kampung Lengkong Ulama selama bertahun-tahun. Kampung itu terletak di Desa Lengkong Kulon, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, Banten, yang dikenal sebagai Desa Lengkong Kejepit. Desa seluas 198 hektare itu juga dikenal sebagai salah satu lokasi penyebaran Islam di Tangerang, khususnya pengembangan seni kaligrafi.

Sejarahnya panjang, dirintis oleh KH. Mukhtar atau lebih akrab disapa Ki Utang sejak 1949. Dalam rilis yang diterima Tim Lifestyle Liputan6.com, beberapa waktu lalu, Ki Utang adalah ulama keturunan KH. Mustaqim yang menimba ilmu di Tanah Suci. Setelah pulang kampung, ia mengajarkan berbagai macam ilmu agama, seperti ilmu nahu, ilmu syariat, ilmu hakikat, hingga seni tulis indah alias kaligrafi, kepada para santri.

Penyebaran ilmu kaligrafi diteruskan oleh para muridnya, termasuk KH. Abd. Razzaq atau dikenal sebagai Ki Ajak, KH. Ma'mun Asnawi, Ust. Alwi Mukhsin Al-Atas, Ust. Muhammad Sadeli, hingga Ust. Ishaq Saad. Masing-masing punya caranya sendiri untuk berkontribusi pada pengembangan seni kaligrafi di Pagedangan hingga berjaya di era 80an hingga 90an.

Ki Ajak, misalnya, berinisiatif untuk memasukkan seni kaligrafi sebagai salah satu cabang yang dipertandingkan pada Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ), baik tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional. Ia bertindak sebagai juri dalam perlombaan tersebut, bahkan sampai ke tingkat ASEAN.

Sementara, Ustaz Sadeli menyebarkan seni kaligrafi dengan menulis mushaf Alquran. Rekannya, Ustaz Ishaq lebih banyak menulis surat pendek, seperti Surat Yasin. 

Cara berbeda ditempuh KH. Ma'mun Asnawi dan Ust. Alwi Mukhsin Al-Atas untuk melestarikan seni kaligrafi di Pagedangan, yakni mengajarkannya di madrasah ibtidaiyah dan tsanawiyah. Bahkan, seni kaligrafi dijadikan pelajaran wajib yang harus diikuti anak didiknya.

 

 

2 dari 4 halaman

Generasi Pencetak Mushaf-Mushaf Ikonis

Perjuangan para guru kemudian diteruskan generasi selanjutnya. Sebuah kelompok dibentuk oleh para murid, di antaranya Mahmud Arham, HM. Faiz Abd Razzaq, M.Abd Wasi, Baequni Yasin, Islahudin Yasin, Ali Yasin, Ahmad Zawawi, dan Bustanul Arifin. 

Kelompok itu produktif dalam menghasilkan mushaf, termasuk mushaf ikonis seperti Mushaf Istiqlal (1990--1995), Mushaf Sundawi Jawa Barat (1996--1997), Mushaf Alm Hj. Siti HartinahSoehato/Mushaf Ibu Tien (1997-1999), Mushaf Jakarta/DKI (1999-2002), Mushaf Kalimantan Barat (2001-2002), dan Juz Amma PNRI (1999-2002). 

Keindahan Mushaf Istiqlal bahkan menarik perhatian seorang profesor dari Harvard University. Prof. Dr. Seyyed Hossein Nasr yang mengunjungi Indonesia pada 1993 lalu mengaku terharu dan gembira karena mushaf seindah di Timur Tengah, juga dibuat di Indonesia.

Usaha kelompok Mahmud cs masih berlanjut dengan menciptakan Mushaf Wakaf Berwajah Palembang alm. H. Syaiful Bahri B pada 2002. Namun setelah itu, pamor kaligrafer dari Kampung Lengkong Ulama menurun. Bahkan pada MTQ ke-38 Tingkat Kabupaten Tangerang pada Maret 2006, Kecamatan Pagedangan tidak memperoleh satu piala pun, khususnya di cabang kaligrafi.

Banyak faktor yang menjadi penyebab menurunnya seni kaligrafi di Pagedangan. Salah satunya anak-anak yang terdistraksi gawai dan main di mal. Belum lagi kurangnya lomba kaligrafi untuk merangsang minat anak-anak.

3 dari 4 halaman

Dirikan Sanggar Kaligrafi

Usaha memulihkan pamor Kampung Lengkong Ulama dilakukan sejumlah pihak, termasuk pihak madrasah. Ahmad Zawawi yang masih berkerabat dengan Ki Utang, perintis seni kaligrafi di kampung itu, menjadi salah satu penerusnya. Selain menjadi kaligrafer profesional, ia juga mengajar kaligrafi di Mts. Raudatul Irfan Pagedangan dan Mts. Annajah Bogor. 

"Anak-anak di Pagedangan memiliki bakat yang lebih baik dibandingkan dengan daerah lain. Selain karena memiliki gen kaligrafer dari orangtua, mereka pun diberikan pelajaran kaligrafi di sekolah," katanya.

Selain pihak sekolah, Zawawi menyebutkan butuh dukungan pemerintah setempat. Ia menilai pemerintah bisa memfasilitasi pengembangan seni kaligrafi dengan membuat aturan agar sekolah di setiap jenjang pendidikan mengharuskan anak didiknya belajar seni kaligrafi sebagai muatan lokal.

Pemerintah juga bisa membuat banyak lomba seni kaligrafi agar para siswa bisa mengukur kemampuan mereka. "Di ajang perlombangan, mereka juga akan berbagi pengalaman dan ilmu dengan peserta-peserta lain," katanya.

Ia juga menilai camat dan kades harus lebih merakyat agar lebih tahu kondisi rakyatnya. "Kurangnya dukungan, terutama dana dari para pemegang kebijakan tingkat desa dan kecamatan, membuat seni kaligrafi Pagedangan semakin terpuruk," ia menambahkan.

4 dari 4 halaman

Bangun Sanggar Kaligrafi

Tak ketinggalan dengan pendirian sanggar kaligrafi. Didukung Pemda setempat, sanggar itu akhirnya beroperasi sebagai tempat penggemblengan para kaligrafer muda.

Pada 2020, Polsek Pagedangan membantu mendirikan workshop dan galeri yang ditujukan untuk umum. Lokasi galeri berada di sekitar Taman Makam Pahlawan Raden Aria Wangsakara. Pengelolanya adalah pengurus sekolah MA. Raudhatul Irfan. Anda yang tertarik bilang langsung datang ke sanggar untuk mengikuti kursus kaligrafi atau mengikuti ekstrakurikuler bagi siswa yang bersekolah di sana.

"Penulisan mushaf, penulisan di tembok masjid, pencampuran warna, dan iluminasi," kata M. Nasir, pengurus Yayasan MA. Raudhatul Irfan, seraya menyebut biayanya ditentukan kerelaan peserta.

Di galeri itu, mereka juga menjual karya kaligrafi buatan guru. Harganya mulai dari Rp500 ribu ke atas, tergantung pada bahan yang digunakan, kerumitan teknik penulisan, dan iluminasi.

"Saat ini masih sedikit karena kekurangan biaya produksi," ucap Nasir.

Mantan Kapolsek Pagedangan AKP Seala Syah Alam berharap di galeri itu akan banyak seniman kaligrafi lahir, selain menghimpun para seniman dari berbagai kalangan untuk berbagi pengetahuan dan menghasilkan karya indah yang bisa menembus pasar global.

"Inisiatif ini bukan hanya tentang seni, tetapi juga pemberdayaan ekonomi dan sosial. Jika kembali kepada tugas kepolisian, suatu wilayah atau daerah bisa terjaga situasi keamanan ketertiban masyarakatnya jika ekonominya tercukupi," kata Seala.