Liputan6.com, Jakarta - Lahan sempit bukan alasan untuk tidak bercocok tanam. Istilah petani urban pun muncul untuk mendefinisikan mereka yang membudidayakan tanaman di perkotaan.Â
Dari sekian jenis tanaman, ada sejumlah rekomendasi yang dinilai cocok untuk para petani urban pemula. Kriteria utamanya adalah mudah dirawat, bukan bergantung pada tren tanaman populer.Â
"Kita sarankan adalah tanaman yang kita sukai. Ketika nanam kan yang konsumsi adalah kita juga, jadi secara otomatis harus yang kita suka," begitu penjelasan Habib Tabrani, pendiri usaha produk pertanian dan bibit tanaman Tanduria, ditemui di Malang atas undangan Tokopedia, beberapa waktu.
Advertisement
Kangkung adalah tanaman yang paling sering ditanam para pemula. Bila ditanam dengan benar, kita bisa memanennya dalam dua minggu. Berikutnya adalah bayam yang sekitar tiga minggu bisa dipanen.
Caisim juga bisa dicoba. Sayuran yang biasa jadi campuran mi goreng itu, kata Bon, nama panggilannya, bisa dipanen dalam jangka waktu sebulan. Sementara, selada membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dipanen, sekitar 42--45 hari.
Selain sayuran, petani urban pemula juga bisa mencoba menanam rosemary. Tanaman herbal itu cukup mudah ditanam dan bisa tambah lebat setiap kali dipotong daunnya. "Rosemary bisa kita bikin untuk campuran teh. Ini juga bisa dijual dengan harga tinggi," sambungnya.Â
Daun mint juga bisa dibudidayakan dengan mudah. Menurut Bon, tanaman berbau khas itu tidak memerlukan sinar matahari sepanjang hari dan lahan yang besar untuk dibudidayakan. Fungsinya juga beragam, terutama sebagai campuran minuman.
Tanamkan Pola Pikir yang Benar
Bon juga merekomendasikan microgreen untuk dicoba oleh petani urban pemula. Tanaman mini itu tidak memerlukan tempat yang besar, cukup disiapkan wadah untuk meletakkan media tanam, seperti rock wool, vermikulit, arang sekam, dan cocopeat.
Selanjutnya, benih ditaruh di sana dan diberi nutrisi sesuai petunjuk. "Dua minggu ini bisa dipanen. Teksturnya lebih renyah, nutrisinya lebih banyak," ucapnya.
Terlepas dari itu, yang terpenting menurut Bon adalah meluruskan pola pikir para petani urban, yakni tujuan utama bukanlah memanen, melainkan menanam dengan ceria. Hal itu pula yang mencerminkan arti nama bisnisnya.
"Bikin berkecambah itu sulitnya minta ampun. Kalau ada etiolasi (tanamannya kurus), enggak bagus buat nanam. Ketika udah bisa sprout (berkecambah), itu pencapaian pertama," tuturnya.
Lewat bercocok tanam pula, kita diajarkan untuk belajar bersabar dan menghargai proses. Bon mengingatkan bahwa tidak selalu usaha yang dilakukan langsung membuahkan hasil yang memuaskan. Seringkali petani, termasuk tim Tanduria, mencoba berulang kali untuk sampai ke titik optimal.
Â
Advertisement
Memulai Bisnis Saat Pandemi Covid-19
Bon bersama kawan-kawannya mendirikan Tanduria pada 2021, saat pandemi Covid-19. Pada masa itu, hobi bercocok tanam di rumah menjadi populer karena situasi pandemi. Kesempatan tersebut diambil Bon dan kawan-kawan dengan merantau ke Malang seusai menyelesaikan kuliah.
Selama berbulan-bulan, timnya menyiapkan produk dari bibit hingga pupuk dan suplemen tanaman untuk memenuhi permintaan. Saat itu, jenis tanaman yang paling diminati adalah tanaman-tanaman herbal. Pihaknya sengaja menyiapkan jenis tanaman organik lantaran percaya bahwa jenis itu lebih sehat dibandingkan yang memakai pestisida.
"Kita arahnya bukan petani besar, tapi orang nanam di rumah. Secara otomatis bukan untuk dijual, tapi dikonsumsi sendiri, maka harus sehat," tuturnya.
Selain bibit yang bagus, pihaknya juga menyediakan pupuk cair organik. Tanduria menggandeng guru besar pertanian dari Universitas Muhammadiyah Malang untuk membuat formulasi pupuk sesuai kebutuhan berdasarkan hasil riset bertahun-tahun. Ada pula turbolizer yang diformulasikan untuk merangsang pertumbuhan tunas agar lebih cepat.
Setelah berjalan tiga tahun, Tanduria kini menyediakan beragam produk yang dibutuhkan para petani urban. "Dari pupuk, semua alat berkebun, media tanam lengkap, bibit-bibit, tanaman herbal dan tanaman hias, juga ada e-course untuk orang belajar," ia menerangkan.
Â
Gencarkan Produksi Konten soal Pertanian Urban
Seiring waktu, pihaknya juga menjamah TikTok dan Shop Tokopedia untuk memperluas pangsa pasar. Sejak itu, timnya rajin memproduksi konten yang bisa menjawab pertanyaan kebanyakan para petani urban.
"Perubahan dilakukan berkali-kali... Coba ini, coba itu, akhirnya menemukan formula bahwa bukan kualitas videonya, bukan estetika penggambilan gambar, tapi (yang terpenting) pesannya bisa tersampaikan," ujar Bon.
Konten tersebut disesuaikan dengan target pasar yang dituju, yakni keluarga baru yang berusia 25--35 tahun. Bahasa pun disesuaikan dengan pengetahuan masyarakat awam. Tujuannya lagi-lagi agar mudah dicerna.
Di samping itu, mereka juga membuat komunitas untuk mewadahi para petani urban saling berbagi dan belajar tentang pertanian. Saat ini sekitar 4.000 orang sudah bergabung dari seluruh Indonesia, dengan 10--20 persen berasal dari Jabodetabek. Bahkan, dari yang awalnya hanya menargetkan petani urban, kini banyak petani skala besar yang ikut serta.
"Ada petani wortel di Berastagi pakai produk kita. Wortel yang harusnya segini, enggak bisa dijual karena kebesaran (ukurannya)," ucapnya menyebutkan contoh.
Ia dan tim bertekad bisa menguasai pasar nasional lewat produk-produk pertanian yang dijual. Ke depan, Tanduria juga ingin dikenal di Asia Tenggara. "Makanya, konten-konten lama mulai digeser jadi Bahasa Inggris. Itu sedang diprogramkan," kata Bon.
Advertisement