Sukses

Studi: Invasi Rusia ke Ukraina Hasilkan Kerusakan Iklim Senilai Rp525 Triliun

Kerusakan iklim karena perang Rusia-Ukraina ini tidak hanya dirasakan di negara itu dan wilayah sekitar mereka, namun secara global.

Liputan6.com, Jakarta - Kerusakan iklim yang ditimbulkan dua tahun pertama invasi Rusia ke Ukraina lebih besar dibandingkan emisi gas rumah kaca tahunan yang dihasilkan 175 negara, menurut sebuah studi baru. Perang ini telah mencatat dampak iklim senilai 32 miliar dolar AS (sekitar Rp525 triliun).

Hal ini menambah darurat perubahan iklim global, selain meningkatkan jumlah korban jiwa dan kehancuran yang meluas, ungkap penelitian, dikutip dari Guardian, Selasa, 18 Juni 2024. Invasi Rusia menghasilkan setidaknya 175 juta ton karbon dioksida di tengah emisi akibat perang, kebakaran lahan, perubahan rute penerbangan, migrasi paksa, dan kebocoran yang disebabkan serangan militer terhadap infrastruktur bahan bakar fosil, menurut analisis komprehensif mengenai dampak iklim akibat konflik.

Sebanyak 175 juta ton tersebut mencakup karbon dioksida, dinitrogen oksida, dan sulfur heksafluorida (SF6), yang merupakan gas rumah kaca paling berbahaya. Angka ini setara dengan menjalankan mobil berbahan bakar bensin sepanjang 90 juta meter selama satu tahun.

Jumlah tersebut lebih besar dari total emisi yang dihasilkan masing-masing negara, seperti Belanda, Venezuela, dan Kuwait pada 2022. Secara historis, sejumlah negara telah memperhitungkan dampak buruk perang terhadap iklim, dan industri militer kompleks secara lebih luas.

Data resmi sangat tidak merata atau tidak merepresentasi realita karena kerahasiaan militer, dan akses garis depan bagi para peneliti terbatas. Dampak ekonomi dari gas rumah kaca, yang akhirnya berdampak secara global, masih belum dipahami.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Rusia Bakal Dituntut Ganti Rugi

Menurut laporan baru oleh Initiative on Greenhouse Gas Accounting of War (IGGAW), sebuah penelitian kolektif yang sebagian didanai pemerintah Jerman dan Swedia, serta European Climate Foundation, Federasi Rusia berisiko kena ganti rugi iklim senilai 32 miliar dolar AS.

Majelis Umum PBB mengatakan, Rusia harus memberi kompensasi pada Ukraina atas perang tersebut, sehingga Dewan Eropa membuat daftar kerusakan, yang mencakup emisi iklim. Aset Rusia yang dibekukan dapat digunakan untuk melunasi tagihan tersebut.

Perkiraan reparasi ini mengacu pada studi peer-review baru-baru ini yang menghitung biaya sosial karbon sebesar 185 dolar AS (sekitar Rp3 juta) untuk setiap ton emisi gas rumah kaca. Penulis utama IGGAW, Lennard de Klerk, mengatakan, "Rusia merugikan Ukraina dan iklim kita."

"'Karbon konflik' ini cukup besar dan akan dirasakan secara global. Federasi Rusia harus menanggung beban ini, utang yang harus dibayarkan pada Ukraina dan negara-negara di wilayah selatan yang paling menderita akibat kerusakan iklim," ia menambahkan.

3 dari 4 halaman

Temuan Laporan Kerugian Iklim karena Perang Rusia-Ukraina

Laporan ini merupakan analisis paling komprehensif mengenai dampak iklim akibat konflik apapun. Ini juga merupakan kali pertama perhitungan reparasi untuk dampak iklim terkait perang. Laporan tersebut menemukan:

  • Sepertiga emisi peperangan berasal langsung dari aktivitas militer, dengan bahan bakar yang digunakan pasukan Rusia mencapai 35 juta tCO2e, satu-satunya sumber gas rumah kaca terbesar. Sumber lain termasuk pembuatan bahan peledak intensif karbon, amunisi, dan tembok pertahanan di sepanjang garis depan oleh kedua negara, serta bahan bakar yang digunakan sekutu untuk mengirimkan peralatan militer.
  • Sepertiga lainnya disebabkan banyaknya baja dan beton yang dibutuhkan untuk membangun kembali sekolah, rumah, jembatan, pabrik, serta pabrik air yang rusak dan hancur. Beberapa rekonstruksi telah dilakukan dan dalam beberapa kasus, bangunan yang telah dihancurkan mulai dibangun. Skala dampak karbon, dalam jangka panjang, akan bergantung pada apakah teknik dan bahan yang digunakan untuk membangun kembali adalah teknik tradisional, padat karbon, atau modern, yang lebih berkelanjutan, menurut Neta Crawford, penulis The Pentagon, Climate Change and War.
  • Sepertiga terakhir diakibatkan kebakaran, perubahan rute pesawat komersial, serangan terhadap infrastruktur energi, dan pada tingkat lebih rendah, perpindahan hampir 7 juta warga Ukraina dan Rusia.
4 dari 4 halaman

Meningkatkan Karhutla karena Aktivitas Militer

Kebakaran lahan telah meningkat dalam ukuran dan intensitas di kedua sisi perbatasan sejak invasi. Dalam analisis pertama, satu juta hektare lahan dan hutan hangus terkait aksi militer, dan menyumbang 13 persen dari total kerugian karbon.

Sebagian besar kebakaran terjadi di dekat garis depan, namun kobaran api kecil jadi tidak terkendali di seluruh negeri karena adanya pemindahan petugas kehutanan, petugas pemadam kebakaran, dan peralatan. Hampir 40 persen dari 4.216 truk pemadam kebakaran di Ukraina rusak.

Rusia dengan sengaja menargetkan infrastruktur energi, terutama pada bulan-bulan pertama perang, sehingga menimbulkan kebocoran gas rumah kaca yang besar. Metana yang keluar ke laut setelah rusaknya jaringan pipa Nord Stream 2 menghasilkan sekitar 14 juta tCO2e.

Sebanyak 40 ton SF6 diperkirakan bocor ke atmosfer akibat serangan Rusia terhadap fasilitas jaringan tegangan tinggi Ukraina. SF6 digunakan untuk mengisolasi switchgear listrik dan memiliki potensi pemanasan hampir 23 ribu kali lebih besar daripada karbon dioksida.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.