Liputan6.com, Jakarta - Migrain jadi salah satu penyakit yang sering disalahartikan oleh masyarakat. Banyak orang yang mengira bahwa penyakit neurologis ini sama saja dengan sakit kepala biasa. Nyatanya, itu hanyalah salah satu mitos terkait penyakit tersebut.
"Adalah mitos jika migrain hanyalah sakit kepala berat," ujar dr. RA. Dwi Pujiastuti dari Persatuan Dokter Neurologi Indonesia (PERDOSNI) dalam acara webinar "Bebas Migrain di Dunia Kerja" pada Rabu, 19 Juni 2024, bersamaan dengan peringatan Bulan Kesadaran Migrain dan Sakit Kepala 2024.
Baca Juga
dr. Dwi menjelaskan bahwa faktanya, migrain ini bisa menyerang kapan saja dan pada usia berapa saja, bahkan ketika seseorang memasuki masa puncak kehidupannya, antara usia 30 dan 49 tahun. Selain itu, dr. Dwi juga mengatakan bahwa tidak semua migrain itu sama.
Advertisement
"Setiap orang dapat mengalami spektrum pengalaman migrain yang berbeda," sebutnya.
Migrain bisa berbeda di tiap orangnya. Ada yang tetap mungkin menjalankan aktivitasnya selama terkena serangan penyakit ini, ada juga yang sampai tidak bisa beraktivitas. Migrain dengan intensitas sedang hingga berat bisa membuat seseorang muntah dan mengalami sensitivitas terhadap cahaya dan suara.
dr. Dwi juga meluruskan bahwa adalah mitos jika migrain bisa disembuhkan dengan obat pereda nyeri yang biasa dibeli di warung. Faktanya, obat pereda nyeri seperti Paracetamol dan Ibuprofen yang biasa dipakai untuk mengatasi reda migrain hanya bisa meredakan gejalanya, tapi tidak menyembuhkan. Hal ini membuat seseorang terus-terusan mengonsumsi obat yang sama secara konstan yang bisa berakibat fatal di kemudian hari, sebut dr. Dwi.
dr. Dwi mengatakan, "Pekerja yang terserang migrain sangat berdampak pada produktivitas kerjanya, oleh sebab itu diagnosis dini migrain menjadi sangat penting agar perawatan yang tepat dapat diberikan untuk membantu menghentikan gejala migrain."
Tidak Semua Sakit Kepala adalah Migrain
Namun, banyak dari orang mengira bahwa semua jenis sakit kepala merupakan migrain. Padahal, penyakit ini memiliki beberapa gejala spesifik.
"Beberapa gejala tersebut adalah minimal ada lima serangan sakit kepala, durasi serangan nyerinya bisa antara 4--72 jam yang artinya bisa sampai tiga hari," sebut dr. Pepi Budianto, dari PERDOSNI selaku narasumber dalam webinar yang sama.
Selain itu, dr. Pepi menyampaikan beberapa gejala lain yaitu, rasa nyeri yang berdenyut, di satu sisi kepala, dan menjadi semakin parah dengan adanya aktivitas rutin. Migrain juga ditandai dengan salah satu ciri seperti, mual dan/atau muntah atau meningkatnya sensitivitas terhadap cahaya terang dan kebisingan.'
Pada dasarnya, migrain jadi salah satu penyakit neurologis yang banyak diderita oleh pekerja. Pada paparannya, dr. Pepi mengatakan bahwa 1 dari 7 orang di dunia menderita migrain. Menurut penelitian yang pernah dilakukan, penderita migrain paling banyak di Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa dan di kawasan Asia Tenggara secara keseluruhan.
Advertisement
Akibat Migrain Pada Produktivitas Pekerja dan Perusahaan
Migrain tidak bisa diabaikan sebagai penyakit biasa. Nyatanya, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh IQVIA pada 2023 dengan beberapa sumber, termasuk wanita dari kalangan pekerja, wanita aktif, dan ibu pekerja, mereka memberikan respons yang berbeda. Pada ibu pekerja, efek terparah migrain hingga menyebabkan rasa frustrasi.
Hal ini sejalan dengan temuan bahwa sekitar 90 persen pekerja tidak bisa bekerja secara total ketika terserang migrain dan rata-rata responden pekerja bisa tidak masuk hingga 10 hari dalam 1 tahun yang menurunkan produktivitas mereka. Akhirnya, ini berimplikasi pada perusahaan yang harus berganti-ganti pegawai karena kurangnya kesadaran terhadap penyakit ini.
Penelitian ini juga menunjukkan pekerja yang menderita migrain biasanya juga mengalami permasalahan kesehatan lain, seperti depresi, kecemasan, nyeri kronik, sakit jantung, gangguan tidur, dan obesitas. Sayangnya, migrain kurang mendapat perhatian jarang menjadi keluhan di dunia kerja dan menimbulkan stigma bahwa penyakit ini tidak cukup serius.
"Kita harus melawan stigma soal migrain, jadi jangan takut untuk cerita soal hal ini," sebut dr. Pepi.
Pencetus Migrain di Dunia Kerja dan Penanganannya
Ada beberapa penyebab migrain di lingkungan kerja yang dapat kita cegah sedini mungkin. Pertama, penyakit ini bisa muncul atau kambuh akibat penggunaan layar yang berlebihan. Ini bisa terjadi terutama pada pekerja kantoran yang memang seharian berkutat dengan layar.
Pemicu migrain yang kedua adalah jam kerja yang berlebihan. Hal ini bisa meningkatkan stres karyawan yang akan mengakibatkan atau memperparah migrain yang sudah ada.
Ketiga, pola dan jenis makanan yang kurang baik. Keempat adalah cahaya yang terlalu terang dan aroma menyengat dan terakhir, beban kerja yang berat dan beruntun. Migrain juga jadi momok bagi para pekerja shift yang punya waktu tidur tidak teratur.
Kualitas tidur yang buruk akan mengganggu irama sirkadian atau insting alami tubuh manusia yang mengatur waktu istirahat. Terganggunya jam alami ini berpotensi bisa memberikan migrain ke pada pekerja shift.
"Tempat kerja yang ramah terhadap migrain memudahkan adaptasi penderita migrain terhadap lingkungan dan suasana kerja, tuntutan pekerjaan, emosional, dan sosial, sehingga dapat membantu mengurangi hilangnya produktivitas terkait migrain," sebut dr. Pepi.
Advertisement