Liputan6.com, Jakarta - Pernikahan adalah momen sakral bagi pasangan pengantin. Mereka biasanya merayakannya dengan berpesta, baik besar-besaran maupun secara intim.Â
Tidak jarang, acara pernikahan meninggalkan jejak yang melukai bumi, mulai dari  dekorasi yang berlebihan hingga makanan yang terbuang. Seiring berkembangnya penerapan prinsip sustainability dalam berbagai aspek, konsep pernikahan pun mulai mengikuti.
Sustainability wedding alias pernikahan berkelanjutan bukan sekadar tren sesaat, melainkan komitmen jangka panjang untuk mengadakan pernikahan yang tidak merusak lingkungan. Itu pula yang melatari Hilton Garden Inn Jakarta Taman Palem mengangkat tema tersebut dalam acara showcase mereka.
Advertisement
"Kita mengangkat tema the promise for evermore sendiri karena kita ingin tidak hanya couple yang punya promise, tapi juga komitmen untuk menjaga dan melestarikan lingkungan," ujar Nisya, perwakilan Hilton Garden Inn, dalam acara konferensi pers "Wedding Showcase: The Promise For Evermore" Kamis, 20 Juni 2024, di Jakarta.
Vendor pernikahan membagikan cara agar pesta meriah yang digelar tidak sampai merusak lingkungan. Founder Serenity Wedding Planner & Organizer, Debbie Puspitasari menyebutkan dimulai dari konsep dekorasi.
"Mulai dari konsep dekor, seperti contohnya membuat aksesori anting dari sampah plastik. Terus mungkin untuk kemasan suvenir tidak usah menggunakan plastik lagi tapi lebih ke barang recycle, contohnya sekarang seperti totebag yang mengurangi plastik sampah. Terus yang terakhir sampah sisa makanan, jadi mungkin itu ada vendor yang bisa mengolah," jelasnya.
Daur Ulang Sampah Plastik Jadi Aksesori Pengantin
Salah satu penyedia aksesori pengantin berbahan daur ulang sampah plastik adalah NOMA. CEOnya, Anita Pangestan, mengeluarkan rangkaian aksesori berbahan plastik daur ulang, mulai dari cincin, konde, anting-anting, bando, hingga bros.
Sampah plastik tersebut didapat dari didapat dari bank-bank sampah yang kemudian mereka olah menjadi produk layak pakai. Selain bisa dibeli, pengantin juga bisa memakai produk aksesori mereka dengan sistem sewa.
"Untuk barang yang tidak terlalu dipakai atau barang yang hanya dipakai sekali, itu bisa dilakukan penyewaan, sehingga harapannya tidak ada sampah yang dihasilkan dari pembelian barang yang dipakai sekali," ujarnya.
Berbeda dari produk fast fashion yang cepat rusak dan berakhir jadi sampah, katanya, mereka berkomitmen untuk membuat produk-produk dengan material yang berkualitas tinggi sehingga umur pakainya akan tahan lama dan mengurangi produk tersebut menjadi sampah.
"Kami bahkan eksplor lebih jauh lagi dengan menggunakan bahan-bahan recycle, kita ubah menjadi sesuatu yang cantik," imbuhnya.
Advertisement
Praktikkan Konsep Zero Waste
Produk-produk hasil daur ulang sampah plastik tentunya akan rusak juga setelah lama dipakai. Lalu, akan dikemanakan produk yang sudah tidak layak pakai tersebut? Anita menjelaskan bahwa akhirnya mereka mempunyai solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
Untuk barang-barang yang kondisinya masih baik tapi sudah last season, katanya, mereka akan fungsikan barang tersebut menjadi sample sale atau diberikan ke orang lain sebagai hadiah. "Tapi di luar sample sale, untuk beberapa produk lainnya, rata-rata kita bongkar. Jadi untuk material yang masih bisa kita manfaatkan seperti pearl, payet, biasanya kita simpan untuk kita produksi kembali," jelas Anita.
"Jadi sebenarnya dari seluruh operasional dan produksi NOMA sendiri itu almost zero waste. Apapun itu, bahan yang sisa atau bahan yang bekas, pasti akan nanti akhirnya kita manfaatkan menjadi produk baru lagi atau mungkin di mix and match untuk barang-barang lain lagi," imbuhnya kepada Tim Lifestyle Liputan6.com.
Pendistribusian Sisa Makanan Pesta
Selain urusan aksesori dan dekorasi, makanan yang bersisa juga jadi masalah utama di acara pernikahan. Itu biasa terjadi bila menerapkan konsep prasmanan dengan tamu mengambil sendiri lauk pauknya. Jadi pemandangan umum melihat tamu yang mengambil sebanyak mungkin tapi tidak dihabiskan, atau sebaliknya, makanan yang dihidangkan tersisa banyak.
Agar sampah makanan tersebut tidak terbuang sia-siang, Nisya mengatakan bahwa mereka berkolaborasi dengan SOS (food rescue organization)Â untuk membantu mendistribusikan makanan yang layak konsumsi ke komunitas-komunitas yang membutuhkan.
"Jadi tidak ada yang terbuang. Kita sudah berkomitmen, itu sekitar seminggu sekali akan ada staf dari sana yang akan mengambil untuk mendeveloper ke komunitas-komunitas yang membutuhkan," jelas Nisya.
"Bahkan ada beberapa menu yang bisa didaur ulang kembali. Misalkan ada menu kita yaitu olahan lobak dan tauge, nah, kulit lobaknya sendiri bisa diolah lagi dengan proses pengeringan sehingga bisa dijadikan powder sebagai side dish tanpa harus dibuang."
Dalam hal makanan, mereka juga menyediakan makanan dengan menyajikan menu-menu vegan dan plant-based. Namun, menu ini tidak selalu mereka keluarkan dalam setiap acara pernikahan, tergantung keinginan pengantin.
Advertisement