Sukses

Tingkatkan Kesejahteraan Petani Lewat Ekspor Bahan Segar

Menurut Presiden Jokowi peningkatan ekspor komoditas pertanian turut berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai tukar petani yang terus membaik. Lalu, bagaimana kondisi para petani Indonesia saat ini dan kaitannya dengan ekspor bahan segar?

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2021 lalu mengatakan bahwa sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mampu bertahan dari hantaman Pandemi COVID-19. Hal itu di antaranya tampak dari terus meningkatnya nilai ekspor pertanian pada 2019 dan 2020.

Dikutip dari laman Indonesia.go.id, menurut Presiden Jokowi, peningkatan ekspor komoditas pertanian tersebut turut berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani. Hal tersebut, antara lain, ditunjukkan dengan nilai tukar petani yang terus membaik.

Presiden juga meminta agar para petani disambungkan dengan rantai pasok baik nasional maupun global. Dengan demikian, para petani dan pelaku-pelaku usaha pertanian dapat dengan mudah mengekspor produknya, sehingga bisa berkembang menjadi sentra-sentra produksi pertanian yang berorientasi ekspor.

Lalu, bagaimana kondisi para petani Indonesia saat ini dan kaitannya dengan ekspor bahan segar seperti buah dan sayuran? Menurut pengamat ekonomi pertanian Bustanul Arifin ada orang yang mengaitkan kesejahteraan petani dengan NTP dan NTN (Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Nelayan).

Pemerintah dan DPR juga menggunakan ukuran itu. "Tapi, saya tidak terlalu convenience tentang hal tersebut, karena NTP dan NTN lebih berupa refleksi harga-harga komoditas pertanian serta input yang menyertainya.Ukuran kesejahteraan yang lebih mudah diterima dan agak universal adalah angka kemiskinan dan ketimpangan pendapatan," terangnya pada Liputan6.com, Jumat, 21 Juni 2024.

"Mengenai data ekspor bahan segar terus terang saya belum mendalami itu. Tapi, kemarin saya baca berita pidato Mendag, terjadi peningkatan ekspor produksi pertanian. Beliau tidak merinci sumbernya. Tapi, saya menduga, ekspor itu pasti dari kelapa sawit dan produk turunannya," tambahnya.

 

2 dari 4 halaman

Tingkat Kesejahteraan Petani

Bustanul menambahkan, ekonomi Indonesia 2023 tumbuh 5,05 persen (c-to-c), cukup baik dibanding negara di kawasan. Sektor pertanian 2023 tumbuh rendah 1,30 persen (c-to-c) pernah menjadi bantalan resesi selama Pandemi Covid-19, tapi bukan andalan pengentasan kemiskinan dan pembangunan manusia.

Angka kemiskinan Maret 2023 turun menjadi 25,90 juta jiwa (9,36 persen). Mayoritas kaum miskin tinggal di perdesaan (12,22 persen). Mereka adalah petani, buruh tani, dan pekerja tidak tetap dan lain-lain. Bisa dibilang tingkat kesejahteraan petani masih perlu dijadikan fokus pembangunan.

Menurut Bustanul, sebenarnya komoditas ekspor andalan bahan segar belum banyak berubah yaitu, Kelapa Sawit, Karet, Kopi, Kakao, Udang, Tuna dan Cakalang.

"Tapi komoditas-komoditas strategis tersebut sekarang sedang "diganggu" oleh Uni Eropa, khususnya tentang EUDR (European Union Deforestation Regulation). Pemerintah sudah menyatakan "not comply" terhadap kebijakan tersebut, walaupun sebenarnya para pelaku dan stakeholders terus melakukan diplomasi dan perundingan yang diperlukan,” ungkapnya.

Di sisi lain, Bustanul juga menyoroti jumlah petani yang semakin bertamnbah meski jumlah petani generasi milenial menurun pada 2023 lalu. 

3 dari 4 halaman

Ekspor Bahan Segar

Jumlah petani terbanyak di kelompok usia 45-54 tahun dan 35-44 tahun. Setelah itu menyusul usia 55-64 tahun.

"Dari hasil Sensus Pertanian Terakhir di 2023, jumlah petani milenial turun, tapi jumlah petani secara umum naik. Kalau menurut saya, pemerintah perlu memberikan fasilitas dan askes yang memadai seperti akses teknologi, pembiayaan, dan akses pasar agar lebi menarik minat anak muda uttuk jadi petani,” terangnya.

Dari sisi lain, seorang petani muda mengemukakan pendapatnya tentang kesejahteraan petani dan pertambahan ekspor bahan segar Indonesia. salah satunya datang dari Reza Mulyana, petani milenial sekaligus penangkar bibit tanaman asal Garut, Jawa Barat yang sukses menghasilkan bibit tanaman dari metode persilangan micro cloning pertama di Tanah Air.

Menurut Reza, kebijakan para elit setingkat Menteri keberpihakannya masih mensejahterakan para pengusaha atau pembisnis ketimbang kesejahteraan petani.

Kalau untuk ekspor bahan segar, kebutuhan dalam negeri harus lebih diutamakan karena masih belum swasembada dan baru beberapa komoditi saja yang sudah mencukupi kebutuhan dalam negeri.

4 dari 4 halaman

Minat Anak Muda Jadi Petani

Bisa dibilang, masih banyak persentase impor ketimbang ekspor.Jadi bisa disimpulkan kalau petani Indonesia secara umum masih belum sejahtera.

"Untuk ekspor bahan segar sebenarnya potensinya akan selalu terbuka lebar tergantung bagaimana kebijakan keberpihakannya, apakah lebih memihak ke petani atau tidak. Beberapa contoh komoditi bahan segar yang punya potensi besar untuk diekspor adalah manggis, dukuh, kesemek dan avokad," terangnya pada Liputan6.com, Jumat, 21 Juni 2024.

Reza juga mengakui minat anak muda untuk menekuni profesi petani semakin menurun. Ada beberapa faktor penyebabnya, seperti faktor internal antara lain, mindset, mental, daya juang, moral, dan etika seputar petani yang masih terkesan kurang memuaskan. Belum lagi faktor eksternal seperti soal kebijakan, keberpihakan, harga pasar tidak menjamin, iklim dan masih banyak lagi.

"Kalau soal dukungan tiap tahun pasti ada dukungan dan program dari pemerintah. Tapi ini kan satu rangkaian gerbong, kalau hanya di program di hulu/hilir tanpa ditindak lanjuti ya gitu gitu aja dari dulu permasalahannya gak selesai," pungkasnya.