Sukses

Tersandung Kasus Eksploitasi Pekerja, Dior Disebut Jual Tas Rp45 Jutaan padahal Modalnya Tak Sampai Rp1 Juta

Dior dikenal menjual barang-barang mewah, termasuk tas berharga puluhan juta hingga ratusan juta rupiah. Hasil investigasi menunjukkan modal untuk membuat tas tersebut tak sampai Rp1 juta.

Liputan6.com, Jakarta - Citra Dior sebagai label fesyen mewah sedang dipertaruhkan setelah upaya hukum di pengadilan mengungkapkan dugaan label tersebut terkait dalam kasus eksploitasi pekerja. Anak perusahaan Italia dari raksasa brand mewah Prancis LVMH yang membuat tas tangan merek Dior dikabarkan ditempatkan di bawah administrasi pengadilan selama setahun sejak 10 Juni 2024.

Mengutip Kbizoom, Sabtu, 22 Juni 2024, pengadilan di Milan, Italia, telah menunjuk seorang komisaris khusus untuk mengawasi divisi produksi tas tangan Dior di bawah LVMH, Manufacturers Dior SRL. Perusahaan ini akan terus beroperasi selama periode tersebut.

Langkah itu menyusul penyelidikan yang dilakukan oleh kantor kejaksaan Milan terhadap praktik perburuhan ilegal di industri barang mewah. Penyelidikan mengungkapkan bahwa subkontraktor dari Tiongkok yang memproduksi tas untuk Dior mengharuskan beberapa karyawannya bekerja dalam shift 15 jam secara ilegal.

Tas Dior PO312YKY yang diproduksi selama shift ini dijual ke Dior seharga 53 euro (sekitar Rp933 ribu). Sementara, tas tersebut dijual secara eceran di toko Dior seharga 2.600 euro (sekitar Rp45,8 juta).

Jaksa telah menyelidiki praktik perburuhan ilegal di industri fesyen mewah selama 10 tahun terakhir. Investigasi tahun ini menemukan bahwa imigran ilegal di bengkel dekat Milan bekerja sepanjang malam, tinggal, dan makan di tempat kerja, dan bekerja bahkan pada hari libur. Selain itu, dipastikan bahwa mereka mengoperasikan mesin dengan perangkat keselamatan dilepas.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Praktik Eksploitasi Tenaga Kerja yang Dilakukan Subkontraktor Dior

Mengutip TFL, Penyelidikan Dior fokus pada empat pemasok Tiongkok yang mempekerjakan 32 pekerja di sekitar Milan, dua di antaranya adalah imigran ilegal sementara tujuh lainnya bekerja tanpa dokumen yang diperlukan. Staf tinggal dan bekerja dalam kondisi kebersihan dan kesehatan yang di bawah standar minimum.

Dalam putusan 34 halaman, hakim mengatakan bahwa pekerja dipaksa untuk tidur di tempat kerja agar mereka memiliki tenaga kerja yang tersedia 24 jam sehari. Pemetaan data konsumsi listrik menunjukkan siklus produksi siang-malam yang mulus, termasuk selama liburan.

Di samping itu, perangkat keselamatan telah dilepas dari mesin untuk memungkinkannya beroperasi lebih cepat, menurut dokumen tersebut. Hal ini memungkinkan kontraktor mengendalikan biaya dan menagih Dior dengan harga serendah mungkin.

Pihak LVMH belum merilis komentar resmi sampai saat ini. Saham LVMH dikabarkan turun sampai titik terendah setelah berita keputusan pengadilan. Dior adalah label mode terbesar kedua LVMH. Christian Dior SE adalah perusahaan induk terpisah, yang dikendalikan oleh keluarga Arnault Perancis, yang memiliki 42 persen saham di LVMH.

 

3 dari 4 halaman

Armani Tersandung Kasus Serupa

Sebelum Dior, Giorgio Armani menghadapi tindakan serupa oleh pengadilan pada April 2024, seperti dilansir Reuteurs. Subkontraktor Armani membayar pekerja 2-3 euro (sekitar Rp35 ribu-Rp53 ribu) untuk 10 jam kerja membuat tas, yang kemudian dijual ke pemasok Armani seharga 93 euro (sekitar Rp1,6 juta). Pemasok ini menjual kembali tas tersebut ke Armani seharga 250 euro (sekitar Rp4,4 juta), dan dijual eceran seharga 1.800 euro (sekitar Rp32 juta).

Penyelidikan Armani juga mengungkapkan bahwa pemasok dari merek mode Italia tersebut termasuk produsen Tiongkok yang melanggar hukum perlindungan pekerja. Grup Armani mengatakan pada saat itu bahwa mereka selalu berusaha untuk meminimalkan penyalahgunaan dalam rantai pasokan.

Pihak berwenang Italia telah menyelidiki kondisi kerja para subkontraktor produsen barang-barang mewah selama beberapa tahun. Langkah ini dilakukan untuk mengatasi kekhawatiran bahwa perusahaan-perusahaan "berbiaya rendah" yang dipimpin oleh Tiongkok merugikan industri kulit tradisional Italia yang memproduksi sekitar 50 persen dari barang-barang mewah dunia.

4 dari 4 halaman

Istri SYL Beli Tas Dior Pakai Dana Kementan

Dalam kasus terpisah, istri Syahrul Yasin Limpo (SYL), Ayun Sri Harahap dihadirkan dalam persidangan sebagai saksi atas kasus dugaan korupsi yang menjerat suaminya. Dalam persidangan, istri SYL membantah kepemilikan tas mewah Dior yang ditemukan saat penggeledahan di kamarnya.

Mengutip kanal News Liputan6.com, jaksa awalnya mempertanyakan keberadaan Ayun saat rumah dinas mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo itu digeledah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya di Spanyol bersama Pak Menteri," jawab Ayun, 28 Mei 2024.

Jaksa kemudian menyinggung perihal adanya pemintaan langsung ataupun tidak soal pembelian tas. Ayun lantas membantah hal tersebut.

"Tidak pernah? Enggak apa-apa kalau saksi enggak sampaikan. Ini di catatan pengeluaran Kementan ada katanya pembelian tas untuk Ibu dan Pak Menteri," kata jaksa.

"Tidak. Di sini ada Panji, dia tahu saya tidak pernah minta," jawab Ayun.

Jaksa pun menujukan bukti foto tas yang telah disita sebagai barang bukti. Ayun kembali membantah kepemilikan benda tersebut.

“Ibu pernah punya tas Dior? Kami tunjukkan ya. Warna merah, karena ini ditemukannya di penggeledahan ini dan kami cocokan dengan keterangan saksi yang lain, ada pembelian tas Dior," kata jaksa.

"Ini tas siapa nih, dari rumah ibu?" tanya dia. "Bukan, saya tidak pernah punya tas seperti ini," jawab Ayun.

"Tidak pernah?" timpal jaksa lagi. "Tidak pernah," bantah Ayun.

"Walaupun penggeledahaan ini ada di kamar ibu, di rumah ibu?" tanya jaksa. "Iya, saya tidak pernah punya yang begini pak," kata istri SYL menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.