Liputan6.com, Jakarta - Menurut sebuah hasil riset, Indonesia menjadi negara paling religius di ASEAN karena memiliki persentase tertinggi (84 persen) yang mempercayai bahwa pendidikan agama atau kepercayaan religius merupakan kunci untuk menjadi orang yang baik dan berbudi luhur.
Selain itu, di Indonesia, orangtua menerapkan "experimental syncretic parenting" atau gaya pengasuhan modern dan progresif. Mereka menciptakan gaya pengasuhan sendiri, namun tetap menjunjung tinggi tradisi serta kepercayaan religius.
Baca Juga
Riset itu dilakukan oleh Hakuhodo Institute of Life and Living ASEAN (HILL ASEAN), institusi yang berada di bawah naungan salah satu perusahaan periklanan ternama di Jepang, Hakuhodo Inc., Mereka mengumumkan hasil temuan dari riset terbarunya pada acara HILL ASEAN FORUM 2024 yang dilaksanakan di Soehanna Hall, SCBD, Jakarta, Rabu, 26 Juni 2024.
Advertisement
HILL ASEAN memaparkan hasil riset terkait perubahan sikap dan perilaku masyarakat berkeluarga. Devi Attamimi selaku Institute Director HILL ASEAN dan Direktur Hakuhodo International Indonesia, menyampaikan Indonesia, untuk pertama kalinya, menjadi negara yang memaparkan hasil studi ini sekaligus merayakan 10 tahun berdirinya HILL ASEAN.
"Dengan tema 'Keluarga ASEAN', yang juga kami angkat pada HILL ASEAN 2014, riset ini menunjukkan bahwa selama satu dekade terakhir, keluarga di ASEAN terus memprioritaskan keluarga sebagai fondasi utama. Mereka mengadopsi nilai-nilai baru dari informasi dan perspektif global, sembari memperkuat nilai-nilai tradisional yang khas ASEAN, terutama Indonesia," tutur Devi dalam acara tersebut.
Penelitian yang dilakukan secara komprehensif ini meliputi survei kuantitatif serta survei dengan melakukan kunjungan ke rumah-rumah yang dilaksanakan di enam negara ASEAN yaitu Thailand, Indonesia, Vietnam, Filipina, Malaysia dan Singapura. Hasil temuan HILL ASEAN mengungkap emerging values atau nilai-nilai baru dari sei-katsu-sha keluarga di ASEAN sebagai berikut:
Â
1. Dari Always-on Connection ke Sharing-on-Demand
Pada 2014, kemajuan teknologi seperti media sosial dan panggilan video memungkinkan keluarga yang tinggal berjauhan untuk tetap terhubung secara terus-menerus. Namun, koneksi yang terhubung 24/7 (always-on connection) kini justru menjadi beban.
Sebaliknya, anggota keluarga sekarang lebih memilih untuk berbagi informasi sesuai permintaan, memilih waktu dan topik yang paling relevan (sharing-on-demand). Perubahan ini telah memperkuat, bukan melemahkan, ikatan keluarga karena mereka memanfaatkan platform seperti media sosial untuk saling memberi kabar terbaru.
2. We-nique family; "Keluarga Kami" yang unik
Anak-anak jadi simbol untuk mewujudkan nilai serta kreativitas keluarga. Keunikan mereka adalah hal yang penting bagi keluarga ASEAN karena dijadikan panutan bagi keluarga lain. Untuk menjadi unik, keluarga akan memanfaatkan berbagai platform, memilih aktivitas yang berbeda dari yang umum, hingga menyesuaikan tradisi guna menampilkan keunikan keluarga mereka.
3. Me in We; Ada aku dalam kita.
Seiring dengan berkembangnya ekonomi ASEAN dan berkembangnya individualisme, terdapat peningkatan signifikan dalam penghormatan terhadap privasi dan otonomi di masyarakat. Perubahan ini telah membuat para orangtua di ASEAN saat ini lebih memprioritaskan mengajarkan anak-anak mereka berpikir kritis dan memberi mereka kebebasan yang lebih besar. Dengan melakukan itu, mereka mewujudkan aspirasi generasi orangtua yang sebelumnya tidak tercapai.
Advertisement
4. Parenting 2.0: Tumbuh Kembang Dini, Kebahagiaan, dan Bimbingan
Berbeda dengan pengasuhan ketat di masa lalu, keluarga di ASEAN saat ini dipandang bukan hanya sebagai investasi atau asuransi untuk masa depan, tetapi lebih sebagai sumber pertumbuhan dan kebahagiaan. Pola pengasuhan menghadirkan rasa terbimbing dan kebijaksanaan bagi anggota keluarga.
Pada kesempatan yang sama, Irfan Ramli selaku Chairman of Hakuhodo International Indonesia mengatakan, penelitian ini menemukan bahwa keluarga Indonesia dikenal sebagai 'The Devoted Weaver'. Mereka menekankan keseimbangan antara aspek modern dan keyakinan tradisional, berdedikasi kepada agama atau keyakinan dan kepada generasi serta keluarga.
"Orangtua memegang peran kunci dalam kehidupan keluarga, memberikan kebebasan bagi anggota keluarga untuk membentuk gaya hidup dan pandangan hidup mereka," terang Irfan Ramli.
"Ini berbeda jauh dengan negara maju yang juga di Asia seperti di Jepang. Di sana, peran orangtua bagi anak-anak semakin berkurang karena mereka jauh lebih individualis. Mereka mengambil keputusan-keputusan penting dalam hidup berdasarkan pertimbangan sendiri atau orang-orang yang dinggap dipercaya oleh mereka," sambungnya.
Irfan menambahkan, keluarga Indonesia belakangan ini punya pola pendidikan yang berbeda di tiap generasi. Apa yang dulu diajarkan orangtua mereka, belum tentu diterapkan semua saat mereka punya keluarga sendiri.
Tidak Lagi Memaksakan Ambisi pada Anak
"Keluarga Indonesia sekarang ini terus berusaha beradaptasi dengan perkembangan. Banyak yang merasa nilai-nilai yang dulu dianggap kaku seperti anak harus jadi yang paling unggul di sekolah, sekarang sudah jauh berubah, tidak lagi memaksakan ambisi pada anak-anak mereka," jelasnya.
Penelitian HILL ASEAN mengindikasikan bahwa keluarga-keluarga di ASEAN terus berpegang pada nilai-nilai tradisional sambil mengadopsi nilai-nilai baru, menciptakan struktur keluarga yang tangguh dan adaptif yang mampu menghadapi kompleksitas kehidupan modern sambil tetap setia pada akar budaya mereka.
Hakuhodo International Indonesia dan Hakuhodo di seluruh dunia beroperasi berdasarkan filosofi 'sei-katsu-sha'. Irfan menegaskan bahwa sebagai pemimpin industri, Hakuhodo menyadari pentingnya dinamika keluarga sebagai fondasi kuat dalam membentuk karakter, kepribadian, dan pengambilan keputusan individu.
HILL ASEAN percaya bahwa konsumen ASEAN menunjukkan fleksibilitas tinggi dalam merekonstruksi nilai, menilai ulang nilai-nilai tradisional sambil merangkul konsep-konsep baru.
"Keluarga Indonesia misalnya, mereka berkomitmen pada agama, generasi masa depan, dan keluarga, dengan memprediksi bahwa tren penggabungan nilai-nilai baru dan tradisional dalam keluarga ASEAN akan terus berlanjut," pungkas Irfan.
Advertisement