Liputan6.com, Jakarta - Google Translate menambahkan 110 bahasa baru dalam layanan terjemahan mereka berkat penggunaan model kecerdasan buatan (AI). Di antara yang ditambahkan, ada sejumlah bahasa daerah dari Indonesia.
Perluasan ini merupakan yang terbesar yang pernah dilakukan Google Translate, menurut Fox Business, dikutip Sabtu (29/6/2024). "Dari bahasa Kanton hingga Q'eqchi', bahasa-bahasa baru ini mewakili lebih dari 614 juta penutur, membuka terjemahan bagi sekitar delapan persen populasi dunia," tulis Isaac Caswell, insinyur perangkat lunak senior untuk Google Translate, dalam rilis.
Baca Juga
Ia menambahkan, "Beberapa di antaranya adalah bahasa-bahasa utama dunia dengan lebih dari 100 juta penutur. Bahasa lain dituturkan masyarakat adat, dan beberapa di antaranya hampir tidak memiliki penutur asli, namun ada upaya revitalisasi yang aktif."
Advertisement
Sekitar seperempat bahasa baru berasal dari Afrika, mewakili perluasan bahasa Afrika terbesar mereka hingga saat ini. Sementara itu, bahasa-bahasa daerah asal Indonesia yang sekarang ada di Google Translate, seperti dilihat Lifestyle Liputan6.com, Sabtu, yakni:
- Aceh
- Bali
- Batak Karo
- Batak Simalungun
- Batak Toba
- Betawi
- Jawa
- Madura
- Makassar
- Sunda
Google mengatakan pihaknya berencana menambahkan lebih banyak bahasa ke layanan terjemahan mereka untuk memenuhi "Inisiatif 1.000 Bahasa" yang diumumkan sebelumnya. Ini merupakan komitmen perusahaan membangun model AI yang mendukung seribu bahasa yang paling banyak digunakan di dunia.
Seiring kemajuan teknologi AI seperti PaLM 2, proses tersebut diklaim akan lebih cepat, kata perusahaan tersebut. "PaLM 2 adalah bagian penting dari teka-teki ini, membantu Translate mempelajari bahasa-bahasa yang terkait erat satu sama lain dengan lebih efisien, termasuk bahasa-bahasa yang mirip dengan bahasa Hindi, seperti Awadhi dan Mardwadi, dan bahasa kreol Prancis, seperti Kreol Seychellois dan Kreol Mauritian," ungkap Caswell.
Ancaman Keragaman Bahasa Ibu
Melansir Daily Sabah, sekitar tiga ribu dari tujuh ribu bahasa yang digunakan di seluruh dunia terancam punah pada akhir abad ke-21. Ini menimbulkan ancaman terhadap keragaman budaya dan bahasa.
Menurut UNESCO, terdapat 6,7 ribu bahasa daerah di seluruh dunia, dan bahasa-bahasa ini diklasifikasikan sebagai bahasa paling terancam punah. Hilangnya bahasa daerah dapat berarti hilangnya kosmopolitanisme dan warisan umat manusia yang tidak dapat diperbaiki lagi.
Menurut PBB, hilangnya keragaman bahasa berdampak pada segala hal, mulai dari kehidupan biologis hingga kehidupan budaya. "Atlas Bahasa-Bahasa Dunia dalam Bahaya" menganggap bahasa-bahasa yang tidak digunakan sejak 1950 sebagai "punah."
Yunani Kapadokia (Türkiye), Gotik, Mozarab, Prusia kuno, Mansi Barat, dan Huron-Wyandot (AS) termasuk di antaranya. Jika penutur termuda adalah kakek-nenek atau lebih tua dan berbicara bahasa tersebut secara parsial dan jarang, bahasa tersebut dianggap "sangat terancam punah."
Bahasa yang digunakan kelompok umur ini, tapi tidak diwariskan pada generasi mendatang, digambarkan sebagai bahasa yang "sangat terancam punah." Bahasa yang tidak lagi digunakan anak-anak sebagai "bahasa ibu" di rumah "pasti terancam punah."
Advertisement
Kondisi Bahasa Dunia Saat Ini
Sementara itu, bahasa yang dibatasi pada domain tertentu dianggap "rentan." Suatu bahasa dianggap "aman" bila digunakan semua generasi tanpa batasan apapun. Menurut klasifikasi ini, empat persen bahasa yang digunakan hingga saat ini diklasifikasikan sebagai "punah," karena tidak ada penutur yang tersisa.
Kemudian, 10 persen bahasa yang digunakan saat ini diklasifikasikan sebagai "sangat terancam punah," sembilan persennya sebagai "sangat terancam punah," 11 persen sebagai "sangat terancam punah," dan 10 persen sebagai "rentan." UNESCO khawatir bahasa-bahasa ini akan hilang pada akhir abad ini.
Karena itu, badan PBB tersebut menetapkan Hari Bahasa Ibu Internasional, yang diperingati pada 21 Februari sejak 2000, berkat inisiatif Bangladesh untuk membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya keragaman bahasa.
Melansir SCMP, 2 November 2021, sejarah menunjukkan hanya ada satu contoh bahasa yang benar-benar dihidupkan kembali dan ditetapkan sebagai bahasa nasional. Punah sebagai alat komunikasi sehari-hari selama dua ribu tahun, meski masih digunakan sebagai bahasa tertulis dalam doa, perdagangan, dan sastra, bahasa Ibrani telah jadi bahasa ibu selama lebih dari 100 tahun.
Kisah Sukses Revitalisasi Bahasa
Kebutuhan akan bahasa perantara menyebabkannya direklamasi pada akhir abad ke-19. Meminjam kosakata dan tata bahasa dari bahasa yang digunakan para migran Yahudi seperti Yiddish, Arab, Polandia, dan Rusia, bahasa Ibrani jadi bahasa nasional setelah berdirinya Israel pada 1948.
Te reo Māori, bahasa Māori, adalah kisah sukses revitalisasi lainnya. Berasal dari Selandia Baru, patois Polinesia menawarkan lebih dari 60 ribu pembicara. Dilarang di ruang kelas oleh kolonial Inggris, banyak orang tua Māori mendesak anak-anak mereka belajar bahasa Inggris, supaya bisa bersaing mencari pekerjaan.
Lebih dari satu abad kemudian, bahasa tersebut mengalami kebangkitan sebagai bagian dari penegasan kembali budaya dan identitas Māori. Minat baru ini menyebabkan disahkannya Undang-Undang Bahasa Māori pada 1987. Pada 2018, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern berjanji bahwa putrinya yang baru lahir akan diajari bahasa Māori.
Advertisement